Pengoptimalisasian
Zakat Maal (Harta) dalam Peningkatan Saving Guna Pemerataan Ekonomi di
Indonesia
PROGRAM STUDI
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
Zakiyatur Rahmah
|
150721100126
|
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2016
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
Abstrak............................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan
Masalah......................................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan........................................................................................... 2
BAB II TELAAH
PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Pengertian
Zakat........................................................................................... 3
2.2 Landasan
Hukum Kewajiban Membayar Zakat............................................ 4
2.3 Pengertian Saving.......................................................................................... 5
BAB III METODE
PENULISAN..................................................................... 7
3.1 Jenis
Penelitian.............................................................................................. 7
3.2 Jenis Data...................................................................................................... 7
3.3 Tehnik
Pengumpulan Data............................................................................ 7
3.4 Tehnik
Analisis.............................................................................................. 7
3.5 Pedoman
Penulisan....................................................................................... 7
BAB IV
PEMBAHASAN................................................................................. 8
4.1 Potensi
Zakat di Indonesia............................................................................ 8
4.2 Potensi
Zakat terhadap Saving...................................................................... 9
4.3 Esensi
Distribusi Zakat Guna Pemerataan Ekonomi................................... 13
4.4 Peluang
Penerapan Sistem Zakat Di Indonesia........................................... 16
BAB V PENUTUP........................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 21
5.2 Saran............................................................................................................ 21
Daftar Pustaka................................................................................................... 23
PENGOPTIMALISASIAN ZAKAT MAAL (HARTA) DALAM PENINGKATAN
SAVING GUNA PEMERATAAN EKONOMI DI INDONESIA
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dilihat dari
jumlah penduduk Muslim yang ada. Zakat sendiri merupakan suatu hal yang
diwajibkan dalam agama Islam yang merupakan rukun Islam. Banyak dari umat
Muslin yang memiliki pendapatan lebih dari besarnya nishab justru acuh terhadap
kewajibannya mengeluarkan zakat maal (harta). Padahal apabila potensi zakat ini
dikembangkan serta dioptimalkan kesenjangan anatar sis miskin dan sis kaya akan
berkurang dengan sendirinya. Zakat sendiri memiliki beberapa ketentuan untuk
penerimanya sehingga dana yang telah terkumpul tidak akan dapat disalahgunakan
dengan mudah.diperlukan sebuah sistem serta regulasi yang tepat untuk
menjalankan zakat agar dana yang terkumpul dapat digunakan sebagai tambahan
saving bagi negara serta dapat mengatasi kesenjangan sosial. Zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh
dengan subur. Makna lain dari kata zaka sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an
adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu
diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika pengertian
tersebut dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam harta yang
dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah
(membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang memiliki harta tersebut). Data
yang diambil merupakan data riil di lapangan yang diambil dari sumber BPS
(Badan Statistik Nasional). Adanya zakat bukan bererti pemerintah dapat lepas
tangan dalam hal kesejahteraan penduduknya. Zakat merupakan elemen ssosial
dimana masyarakan yang mampu menyalurkan hartanya guna memperbaiki
kesejahteraan masyarakan lainnya. Zakat dapat diambil dalam beberap bidang
seperti pertanian, perdagangan, perkebunan, peternakan, penghasilan. Penetapan
besarnya zakat yang harus dikeluarkan yakni sebesar 2,5 % dari besarnya harta yang
dimiliki. Distribusi zakat dapat berupa bantuan secara langsung maupun tidak
seperti pelatihan soft skill maupun pemberian bantuan modal bagi pelaku ekonomi
menengah ke bawah. Beasiswa, kesehatan gratis juga merupakan salah satu bentuk
pendistrubusian zakat yang dapat dilaksanakan.
Key
Words: Kesejahteraan, Kewajiban, Nishab, Umat Muslim, Zakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Zakat sama halnya dengan pajak yang diterapkan namun perbedaannya
yakni zakat diwajibkan bagi yang mampu dan tidak bagi sebaliknya. Pajak
diwajibkan bagi setiap masyarakat baik kalangan bawah maupun tinggi namun besarannya
dilihat dari harta atau penghasilan yang dimiliki. Melalaui pajak pemerintah
tidak sekedar mengumpulkan dana, namun membangun barang publik yang dapat
memuaskan masyarakat.[1]
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dalam upaya
meningkatkan devisa negara. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk Indonesia
yang banyak serta sebgaian besar dari mereka adalah umat Islam.
Zakat sendiri merupakan rukun Islam yang dimana rukun tersebut
harus dilaksanakan oleh mereka umat Muslim. Namun, pada kenyatannnya potensi
yang sebesar itu belum juga dimaksimalkan oleh negara ini.
Terutama zakat maal yang wajib dikeluarkan bagi harta yang
dimiliki. Sebagian besar umat Muslim yang memiliki pendapatan di atas nishab
tidak mengeluarkan zakat atas dasar mereka menganggap zakat tersebut dapat
mengurangi keuntungan yang akan diterima.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa rakyat Indonesia selalu terbagi
dalam beberapa kelas sosial dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Hal
ini terjadi karena jurang anatara si kaya dan si miskin setiap hari semakin
lebar.
Kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus melebar. Organisasi
untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) melaporkan dari 34 negara
anggotanya, sekitar 10 persen dari populasi terkaya memiliki pendapatan 9,6
kali dari pendapatan 10 persen populasi termiskin. BBC News mengutip laporan
OECD menyatakan tak ada ukuran standar untuk ketidaksetaraan. Tapi sebagian
besar indikator menyatakan, kejatuhan terjadi karena perlambatan atau krisis
keuangan. OECD memperingatkan ketimpangan akan menjadi ancaman bagi pertumbuhan
ekonomi.[2]
Potensi ini tidak akan dapat disalahgunakan apabila menggunakan
aturan yang ketat seuai dengan syariat Islam. Zakat hanya dapat diberikan pada
beberapa golongan saja yakni fakir, miskin, budak, amil, orang yang berutang,
musafir, orang yang baru masuk Islam dan hatinya masih lemah, orang yang
berjihad.
Pemerataan ekonomi dapat diatasi dengan adanya zakat. Meskipun pemerintah
telah membentuk suatu badan yang khusus menangani tentang zakat, namun pada
kenyataannnya hal tersebut tidak efektif terutama di daerah pedesaan.
Sosialisasi yang kurang membuat banyak masyarakat bahkan tidak tau akan adanya
badan tersebut.
Agar zakat dapat memainkan
peranannya secara berarti, sejumlah ekonom
Muslim menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen
pendapatan permanen hanya bagi orang-orang yang tidak mampu mengahsilkann
pendapatan yang cukup bagi melalui usaha-usahanya sendiri.[3]
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan
penelitian sebagai berikut :
1)
Bagaimana
besarnya potensi zakat yang dimiliki Indonesia ?
2)
Bgaimana
zakat dapat memenuhi porsi devisa negara (saving)?
3)
Bagaimana
esensi distribusi zakat guna pemerataan ekonomi?
4)
Bagaimana
peluang penerapan sistem zakat di Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
1)
Untuk
dapat memberikan solusi terbaik dalam masalah saving negara guna pemerataan
ekonomi.
2)
Untuk
dapat menerapkan sistem syari’ah dalam prinsip ekonomi negara.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Pengertian Zakat
Zakat berasal
dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain dari kata
zaka sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an adalah suci dari dosa. Dalam
kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan
berkembang serta berkah. Jika pengertian tersebut dihubungkan dengan harta,
maka menurut ajaran Islam harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang,
bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan
yang memiliki harta tersebut). Hal ini dikarenakan zakat merupakan aspek kerohanian
dimana kewajiban ini tidak dikenakan lepada orang-orang non Islam karena mereka
tidak dapat dipaksakan untuk melakukan suatu ibadah yang diperintahkan oleh
Islam.
Zakat merupakan
alat bantu sosial maniri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk
membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya
sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial yang ada, sehingga
kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat Muslim.[4]
Zakat merupakan
penopang dan tambahan meringankan beban pemerintah dalam menciptkana pemertaan
dan pengurangan kemiskinan.[5]
Zakat adalah
“pajak” (pembayaran) bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang,
yang harus dikumpulkan oleh negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus,
terutama berbagai corak jaminan sosial.[6]
Untuk lebih
jelasnya aspek zakat ini dijelaskan dalam surat At-Taubah:103 yang berbunyi:
خُذْمِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَاوَصَلِّ عَلَيْهِمْ, إِنَّ
صَلَواتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ, وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلَيْهِمْ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”
Tafsiran
dari ayat tersebut, yakni zakat mengandung pengertian bahwa setiap Muslim
mempunyai harta benda yang telah mempunyai nishab wajib membersihkan harta
bendanya dengan memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang yang berhak.[7]
2.2
Dasar Hukum Kewajiban Membayar Zakat
Allah telah memerintahkan adanya zakat yang diletakkan setelah
posisi dari kewajiban sholat, dimana zakat dan sholat dijadikan sebagai lambang
keseluruha ajaran islam sebagai bentuk hablumminannas yaitu hubungan sesama
manusia dapat dilambangkan melalui pelaksanaan zakat yang telah
difirmankan Allah dalam QS Al-Hasyr ayat
7 bahwa sebagian dari mereka memiliki hak atas harta yang telah diperoleh dalam
usahanya hal tersebut merupakan perintah Allah dan Rasul supaya beribadah dan
bertakwa dengan ikhlas.
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ
رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً
بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Hal tersebut mencerminkan agama yang lurus karena ibadah tidak
hanya berkaitan dengan hubungan ketuhanan saja tetapi mencakup nilai
sosial-kemanusiaan hal ini dapat diaplikasikan dengan berzakat.
Zakat dapat memelihara kesejahteraan dan pemerataan sosial dalam
rangka pemerataan kekayaan agar tidak ada penimbunan harta yang berlebihan yang
dapat menimbulkan sifat kehewanan seperti kikir serakah sombong dan dapat
menjadikan perbedaan atau kesenjangan ekonomi dari beragai segi terutama dari
segi sosial ekonomi karena didalam islam tidak mengajarkan adanya perbedaan.
Islam pun tidak mengizinkan umatnya menjauhkan diri dari usaha pencaharian
kehidupan dan hidup hanya dari pemberian orang dan hanya bergantung pada
pemberian orang.
Namun tidak semua orang memiliki kemampuan atau kebutuhan yang
dapat terpenuhi dari hal inilah keadilan Allah benar-benar ada karena setiap
manusia diciptakan untuk saling membantu dan memenuhi serta menutup kekurangan
dari saudaranya.
Untuk dapat hidup dalam kesejahteraan bersama dari segi agama
maupun sosial karena pada dasarnya dalam ekonomi islam dalam memenuhi
kebutuhannnya tidak terlepas dari keyakinan ketuhanan atau keimanan karena ada
dua macam kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kebutuhan itu adalah kebutuhan diri sendiri atau keluarga dan
kebutuhan di jalan Allah dengan mengeluarkan sejumlah harta tertentu kepada
orang yang berhak menerimanya yang dibagi menjadi delapan golongan yaitu fakir,
miskin, amil zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, orang
yang berjihad di jalan Allah, dan orang yang melakukan perjalanan.
Dari pengertian zakat tersebut
sangat erat sekali bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,
tumbuh, berkembang bertambah suci dan bersih (baik), dengan dua peran penting
zakat yaitu mengurangi tingkat permintaan konsumsi yang meningkat tajam
sehingga dapat menurunkan peningkatan harga-harga komoditas serta sebagai media
penyaluran pendapatan sehingga mampu meningkatkan kesamarataan daya beli dan
interaksi.
2.3
Pengertian Saving
Menurut Soemitro Djojohadikusumo (1954) tabungan merupakan
kemampuan dan kesediaan untuk menahan napsu konsumsi selama beberapa waktu agar
dimasa yang depan terbuka kemungkinan konsumsi yang memuaskan,
Sementara itu menurut
Simorangkir (1991 : 47) tabungan dapat diartikan sebagai bagian derajat
pendapatan nasional pertahunnya yang tidak dikonsumsi.[8]
Menurut teori klasik tabungan adalah fungsi dari
tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan
masyarakat untuk menabung.
Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat
akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah
tabungan. ( Nopirin:1992 : 7)[9]
Dalam teori Keynes, tabungan personal adalah fungsi
dari pendapatan siap dibelanajakan personal ( pendapatan setelah pajak),
sebagai tingkat kenaikan pendapatan siap dibelanajakan untuk menabung juga
(S/Y), dimana S adalah tabungan dan Y adalah pendapatan nasional.
Hipotesis pendapatan absolute ini telah dimodifikasi
berhubungan dengan tingkat tabungan total meningkat dengan pendapatan, tetapi
sesungguhnya mengalami penurunan.
Hubungan yang berada antara rata – rata (S/Y) dan
tambahan kecenderugan untuk menabung ( dS/ dY) telah diterima
sebagai dalih (Postulat), dan estimasi yang berbeda ditemukan dalam studi
empirik.[10]
Untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan dan simpanan (saving), bisa digunakan
teori ”absolute
income hypothesis” .
Teori ini merupakan hasil dari pemikiran keynes yang
menjelaskan tentang hubungan antara pendapatan dengan konsumsi dan simpanan.
Oleh karena simpanan merupakan bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi, maka
menurut keynes simpanan (saving) merupakan fungsi dari
pendapatan.
Menurut keynes, tidak semua dari pendapatan yang
diterima seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan
disimpan sebagai simpanan. (Boediono, 1998, 37).[11]
BAB III
METODE
PENULISAN
3.1
Jenis
Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis
menggunakan jenis penelitian library research, dimana permasalahan
digambarkan dengan didapat dari data-data yang terdapat dalam literatur atau
dokumen. Kemudian dianalisis lebih lanjut untuk diambil suatu kesimpulan yang
relevan agar mendapatkan hasil terbaik.
3.2
Jenis
Data
Data sekunder
Yaitu data yang bersumber dari studi kepustakaan
dan litelatur pustaka yang berkaitan dengan judul yang diangkat.
3.3
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan
teknik studi dokumentasi. Yaitu mengumpulkan data berdasarkan data-data yang
berkaitan dengan masalah penulisan.
3.4
Teknik Analisis
Dalam menganalisi data, penulis menggunakan
metode kualitatif yang bersifat deskriptif, di mana data atau informasi
digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh.
3.5
Pedoman
Penulisan
Penulisan karya tulis ini mengacu pada
sistematika penulisan yang ditentukan oleh Pedoman karya Tulis Ilmiah Program
Studi Ekonomi Syariah serta Mata Kuliah MakroEkonomi.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Potensi Zakat Di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan
penduduk Muslim terbesar di dunia. Hal tersebut berbanding terbalik dengan
jumlah penerimaan zakatnya. Berikut adalah data penduduk Indonesia berdasarkan
agama:
Gambar 4.1 Data
Penduduk Berdasarkan Agama
Sumber: BPS
Menurut Ketua Baznas Kabupaten Cirebon KH Mukhlisin Muzarie MA,
penurunan perolehan zakat dari sekolah dikhawatirkan akan memengaruhi target
yang sudah dicanangkan, yakni naik 10 sampai 15 persen dari tahun sebelumnya.
Pasalnya, tahun lalu saja dari total perolehan zakat sebesar Rp4,7 miliar, 20
persennya berasal dari sekolah-sekolah. “Siswa SD kelas enam sudah keluar dan
kelas satu belum masuk. Begitu juga di tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Beberapa
sekolah hanya mengirimkan zakat pegawainya saja, tidak zakat dari siswa,”
tuturnya kepada Radar, Senin (13/7). Meski
demikian, perolehan dari zakat profesi atau instansi dan para pegawai, pihaknya
optimis akan meningkat hasilnya. Terutama dari masyarakat. Puncak penerimaan
zakat itu pada H-1 dan malam Lebaran melalui jalur masyarakat yang dikumpulkan
pada unit-unit desa, kemudian dihimpun Baznas tingkat kecamatan. “Mudah-mudahan
target yang sudah kami canangkan tercapai,” imbuhnya.[12]
Pendapat
lainnya dikemukakan oleh Nuryufa dalam Ishlah (1995), besarnya jumlah penduduk
muslim tidak berarti apa-apa tanpa dibarengi dengan kesadaran akan kewajibannya
untuk ikut menegakkan perekonomian ummat Islam baik melalui zakat, infaq,
maupun shodaqoh. Sebab itulah zakat, infaq, dan shodaqoh dipandang sebagai
solusi yang paling penting bagi pengentasan kemiskinan, sehingga perlu sosialisasi
untuk menyadarkan umat Islam akan pentingnya zakat, infaq, maupun shodaqoh bagi
perekonomian. Dengan demikian umat Islam mampu menjadi subyek dalam
perekonomian.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa
Baznas selama ini kurang populer di Indonesia. Banyak orang yang tidak tahu
akan adanya Baznas sehingga mereka lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya
langsung ke masjid atau orang yang berhak. Padahal yang dinamakan zakat bukan
hanya dapat disalurkan untuk pembangunan masjid saja, namun juga dapat
digunakan ke pembiayaan produktif sehingga dapat menghasilkan lebih banyak da
harus pula disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Perlu digaris bawahi,
akibat ketidaktahuan masyarakat akan Baznas membuat orang yang sibuk dengan
pekerjaan kantornya akan malas untuk membayar zakat karena dianggap merepotkan
dan tidak praktis.
Diperlukan sosialisasi yang lebih
gencar agar Lembaga Basnaz lebih dikenal luas. Dengan begitu, para warga usia
produktif lebih mudah dalam menyalurkan zakatnya pada mereka yang dibutuhkan.
Dan dengan adanya Basnaz di Indonesia menujukkan bahwa ada pemicu masyarakat
untuk menyalurkan zakat. Apabila zakat dapat dikelola dengan baik dan benar
maka kesejatheraan rakyat sudah tentu akan terjamin. Zakat merupakan sebuah
sistem Islam yang dapat mengantarkan suatu negara menuju ke kemakmuran.
4.2
Potensi Zakat Terhadap Saving
Menurut Riyardi (2002;319) zakat hanya memnuhi dimensi pertama.
Sebab potensi dan realisasi penerimanan zzakat pertahun lebih kurang sebesar 7
triliun. Jumlah ini seharusnya lebih besar lagi, mengingat banyaknya penduduk
beragama Islam di Indonesia. [13]
Perlu diingat bahwa zakat hanya dapat diambil dari beberapa aspek
saja, seperti uang, usaha peternakan, usaha perkebunan, usaha pertanian. Zakat
juga dapat dikembangkan melalui penghasilan, deposito, dan rumah.
Pertama, akan dibahas potensi zakat pertanian yang ada di
Indonesia. Zakat pertanian sendiri akan dibayarkan ketika masa panen.
Menurut beberapa ulama berpenbendapat bahwa zakat jenis ini
dikeluarkan sebesar 10 % setelah dikurangi dengan biaya operasional dan juga
jumlah yang akan dikonsumsi sendiri.
Namun ulama lebih sepakat dengan pendapat bahwa zakat yang diambil
yakni sebesar 2,5 % dari hasil panen setelah dikurangi biaya perawatan tumbuhan
yang ditanam. Berikut adalah data mengenai jumlah hasil pertanian yang ada di
Indonesia:
Gambar 4.2 Hasil
Pertanian Rumah Tangga
Gambar 4.3
Hasil Pertanian Perusahaan
Sumber: Sensus
Pertanian BPS
Dari besarnya hasil pertanian yang ada sesuai dengan data yang ada
di atas, maka seharusnya kontribusi zakat pertanian akan lebih
berkontribusi.dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dari zakat di
bidang pertanian rumah tangga pada tahun 2013 saja Indonesia akan mendapatkan saving
sebesar Rp. 65.338.675.000,-. Sementara itu untuk perusahaan sebesar Rp. 104.125.000,-.
Bidang selanjutnya yakni zakat
profesi. Jika esensi dari zakat pertanian dibayarkan setiap kali panen, maka
zakat profesi akan dibayarkan setiap kali menerima gaji. Selain itu zakat
profesi bukan dimabil dari gaji bersih
setelah dikurangi dengan berbagai kebutuhan namun diambil dari gaji kotor yang
dibayarkan kepada pekerja tersebut. Berikut adalah data mengenai gaji pekerja pada
setiap bidang profesi di Indonesia:
Gambar 4.3 Data
Pekerja Profesional
Sumber: BPS
Dari data di atas terdapat
beberapa golongan pekerja yang tidak wajib untuk mengeluarkan zakat atas
hartanya. Setelah dikurangi dengan jumlah tersebut masih didapat jumlah yang
besar. Dari jumlah yang tersisa akan diambil sesuai nishabnya.
Kebanyakan dari pekerja yang membayarkan sebagian pendapatannya
untuk zakat yakni pekerja yang berada pada lingkup keuangan syariah terutama
perbankan syariah. Pekerja dalam bidang tersebut akan membayarkan zakat secara
otomatis melalui rekening mereka dengan MOU pihak Baznas. Mereka akan
mendapatkan gaji yanng telah dipotong dengan zakat tersebut.
Potensi berikutnya yakni zakat peternakan.
Zakat peternakan sama halnya dengan zakat pertanian dibayarkan setiap kali masa
panen. Berikut adalah data jumlah produksi peternakan lima tahun terakhir:
Gambar 4.4 Data
Produksi Peternakan
Sumber: BPS
Sumbangsi zakat peternakan (jenis kambing saja dengan harga 1 ekor
kambing Rp. 1.000.000,-) terhadap saving Indonesia diakumulasi sebesar Rp. 68.212.175.000,- sesuai dengan data di atas.
Zakat tidak terlepas dari yang
namanya nishab, setiap bidang tersebut hanya akan diambil zakatnya
apabila nishab yang ditetapkan telah terpenuhi. Berikut adalah rumus
dari nishab zakat perekonomian menurut Choudhury dan Malik[14]:
Z1 : pungutan
zakat dari rumah tangga
Z2 : pungutan zakat dari
perusahaan, masing-masing adalah 2,5 %
Z :
total pungutan zakat Z= Z1+ Z2
Y : pendapatan nasional diperoleh dari Y=Y1+Y2,
dimana Y1
adalah pendapatan bersih rumah tangga dan Y2
adalah pendapatan bersih perusahaan
N1 : nishab dari rumah tangga
N2 : nishab dari perusahaan
R(Y) : total pendapatan perusahaan
C(Y) : total biaya produksi
A :
konstanta
Z =
Z1 + Z2
=
t[A.Yt-(N1(Y1)+(N2(Y2))-(R(Y2)-C(Y2)]
= t[A.Yt-N1(Y1)+B.Y2-N2(Y2))]
Apabila pengambilan zakat yang ada pendapatan
bersih rumah tangga optimal, maka akan terbentuk persamaan berikut:
dZ/dY1 = 0
= A-N1’
Apabila pemungutan zakat yang ada
pada pendapatan bersih perusahaan optimal, maka akan terbentuk persamaan
berikut:
dZ/dY2 = 0
= B-N2’
Dari dua persamaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa:
N1+N2=A+B=konstan
Sebagai
cacatan, pertama bahwa Z=a.Y, dimana a bernilai positif dan juga tetap atau
konstan (2,5 %). Jadi apabila pendapatan masyarakat naik maka zakat yang
diterima akan naik mengikuti nilai a terhadap pendapatan bersih yang diperoleh.
Kedua, jika Y naik N1
dan N2
bergerak saling berlawanan satu sama lain. Ketika level nishab adalah nilai
ynag sebanding dengan level pendapatan bersih, jika N1
pada tingkat yang rendah maka N2 ditingkat yang
lebih tinggi.[15]
4.3
Esensi Distribusi Zakat Guna Pemerataan Ekonomi
Zakat hampir sama dengan pajak apabila dilihat dari fungsinya
dimana zakat mendayagunakan segala kekayaan negara. Zakat dalam pengmpulannya
menggunaan sistem yang lebih sederhana dibanding dengan pajak dikarenakan zakat
menggunakan sistem nishab.
Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomi,
dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya
dapat menciptakan redistribusi yang merata, di samping dapat pula membantu
mengekang laju inflasi.[16]
Zakat tidaklah membuat pemerintah melepas tangan tentang
kesejahteraan rakyatnya. Zakat memberikan sumbangan pada pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan dan jarak ekonmi antara golongan bawah dan atas.
Rakyat yang mampu untuk membantu dalam menciptaklan kesejahteraan
inilah yang dioptimalkan guna pemertaan ekonomi terwujud. Zakat hanya membantu menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah
kepada warganya.
Pengalokasian zakat tidak melulu langsung diberikan kepada ujuh
golongan yang telah disinggung di sub bab sebelumnya. Investasi langsung zakat
yakni ketika kekayaan yang telah ditabung sebelumnya disalurkan melalui zakat
yang kemudian akan segera dikatifkan atau diinvestasikan. Sementara itu secar
tidak langsung akan terjadi peningkatan konsumsi akibat peningkatan pendapatan
para fakir-miskin. Peningkatan ini akan memicu peningkatan pada permintaan yang
akan secara langsung membuat produsen memproduksi lebih banyak dan akan terjadi
investasi.
Depatemen Agama Republik Indonesia menetapkan alokasi zakat
haruslah pada beberapa hal berikut ini:
1.
Memperbaiki Taraf Hidup
Besarnya jumlah penduduk Indonesia
yang masih berada di bawah garis kemiskinan mambuat mereka memiliki kemungkinan
untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak sangat minim. Berikut adalah
data penduduk miskin di Indonesia:
Gambar 4.6 Data
Penduduk Miskin Indonesia
Sumber: BPS
Pendistribusian zakat sendiri dapat bersifat motivasi seperti
melaksanakan program Home Industri. Sementara itu yang bersifat langsung
seperti memnberikan bantuan ternak, peralatan, modal, dan lain-lain.
Kedua bentuk bantuan tersebut secara bertahap mengakibatkan
peningkatan poenadpatan masyarakat yang awalnya mengandalkan bantuan menjadi
mandiri dengan sendirinya.
Terdapat beberapa golongan yang paling besar jumlahnya di bawah
garis kemiskinan. Pertama, yakni petani kecil dan buruh tani. Diperlukan
pelatihan soft skill dan juga pelatihan home industry untuk
mereka mengembangkan usaha yang ia miliki guna mendapatkan penghasilan yang
lebih besar. Selain pelatihan juga diperlukan pemberian tambahan modal yang
cukup untuk pengembangan usahanya.
Kedua, yakni golongan
nelayan kecil. Kebanyakan dari mereka masih menggunakan peralatan yang
tradisional dan terkadang justru menyewa peralatan yang digunakan.
Keadaan tersebut bertolak belakang dengan potensi perikanan yang
ada di Indonesia. Sebagai contoh, negara Jepang terkenal akan hidangan lautnya
yang segar meski jarak pelayaran mereka cenderung lebih lama dibanding nelayan
Indonesia.
Nelayan Jepang memiliki peralatan yang canggih dimana mereka dapat
langsung mengolah hasil tangkapan segar tersebut menjadi bahan setengah jadi
(ikan yang sudah dibersihkan dan dibekukan) berbeda dengan nelayan Indonesia
dimana hasil tangkapan tersebut hanya ditaruh dalam box atau wadah
berisi es batu. Pemasaran juga menjadi salah satu masalah besar yang ada.
Nelayan tradisional hanya memasarkannya dalam bentuk mentah yang hanya mencakup
lingkup daerahnya saja. Untuk itu perlu adanya bantuan mengenai hal tersebut.
2.
Pendidikan dan Beasiswa
Setiap individu pastilah memerlukan pengetahuan untuk menjalankan
kehidupannya. Salah satu jalan untuk memperolehnya adalah terjun dalam dunia pendidikan
baik formal maupun non formal.
Alokasi dana zakat dapat diperuntukan dalam hal ini. Terdapat dua
cara untuk jalur pendistribusian yang ada. Pertama, dengan cara
memberikan bantuan langsung kepada lembaga pendidikan yang bersnagkutan yang
dianggap belum mampu memberikan fasilitas yang baik dan memadai bagi para
siswanya.
Dengan bantuan tersebut digunakan untuk meningkatkan sarana yang
belum dan telah ada. Selain itu, dana tersebut juga dapat digunakan untuk
menyewa pengajar tambahan.
Kedua, dengan cara
disalurkan kepada siswa yang dianggap tidak mampu dan membutuhkan tambahan
biaya untuk pendidikannya. Siswa ynag dipilih tersebut haruslah masuk dalam
ciri-ciri penerima wajib zakat sehingga pengalokasiannya tidak salah sasaran.
Diperlukan survei secara berkala untuk melihat perkembangan siswa tersebut
karena ditakutkan setelah mendapatkan bantuan tersebut ia justru memutuskan
untuk berhenti sekolah.
Pengalokasian zakat pada bidang ini sangatlah penting dikarenakan
banyak penduduk Muslim yang berada pada garis kemiskinan memiliki pendidikan
yang rendah pula. Mereka beranggapan akhir dari belajar juga akan bekerja,
tetapi karena pendidikan mereka yang rendah mereka tidak dapat pekerjaan yang
layak dan sesuai dengan keterampilannya masing-masing.
Salah satu upaya inilah yang telah dilaksanakn oleh Baznas dan
hasilnya memuaskan.
3.
Mengatasi Ketenagakerjaan dan Pengangguran
Sasarannya dari upaya ini yakni para fuqaha yang belum memilki
pekerjaan maupun pekerja yang belum memiliki penghasilan yang dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Proyek seperti ini sudah dilaksanakan oleh beberapa lembaga amil
zakat (LAZ) baik dari DD Republika, DSUQ, PKPU atau BAZ, seperti yang dilakukan
oleh DD Republika dengan Program MM(Masyarakat Mandiri)-nya ataupun program
yang lain.[17]
Selain itu alokasinya juga dapat dislaurkan kepada kredit macet
baik itu perorangan maupun kelompok. Usaha tersebut akan dibangkitkan yang
secara langsung akan mengurangi pengangguran karena penambahan lapangan kerja.
4.
Program Pelayanan Kesehatan
Program pengalokasian selanjutnya yakni pada program kesehatan
gratis bagi masyarakat miskin dan juga pedesaan. Kebanyakan masyarakat pedesaan
memilih untuk tidak datang ke dokter bukan hanya alasan akomodasi yang sulit
tapi juga harga yang harus dibayarkan atas obat yang diperoleh cukup tinggi.
Salah satu program yang dapat dilaksanakan yakni membangun
poliklinik yang memberikan pelayanannya dengan harga yang terjangkau maupun
gratis mengingat usaha ini bukanlah waralaba. Kegiatan semacam ini telah
dilaksanakan oleh BAZ DKI di Jakarta.
Kegiatan atau program lain yang dapat dilakukan adalah membantu
fakir miskin yang keluarganya menderita sakit dan tidak mampu untuk menanggung
biaya perawatan atau pengobatannya, misalnya melalui Program Dana Sehat.[18]
5.
Panti Asuhan
Kewajiban mengurus anak yatim maupun piatu sudah menjadi kewajiban
bagi umat Islam. Hal tersebut juga diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW. keikutsertaan
Umat Islam dalam mengatasi hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mendirikan
Panti Asuhan atau bahkan secara langsung mengangkat anak yatim untuk dijadikan
anak serta dididik dengan baik. Kedua hal tersebut sangat disarankan karena
hasil yang sangatlah efektif. Namun, dalam pengelolaan panti asuhan dibutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Zakat itulah yang dapat diproyeksikan dalam
pembiayaan yang digunakan.
Penyaluran zakat tersebut dapat berupa uang atau fresh money
maupun pelatihan soft skill bagi anak yatim agar nantinya mereka siap ketika
berada di masyarakat.
6.
Sarana Peribadatan
Pemanfaatan dana zakat untuk sarana peribadatan baik untuk masjid
maupun musholla sudah banyak dilaksanakan di Indoenesia. Biasanya dalam
pengelolaannya dilaksanakan oleh badan amil setempat.
Pemikiran bahwa zakat itu dapat
dipergunakan untuk keperluan pembangunan tempat ibadah, dapat dikatakan
merupakan titik tolak perkembangan pemikiran atas penafsiran dari kata “fii
sabilillah” (ayat al- Qur’an).[19]
4.4
Peluang Penerapan Sistem Zakat Di Indonesia
Apabila zakat di Indonesia diwajibkan kepada seluruh umat Islam di
Indonesia maka tidak akan lagi warga Indonesia yang akan kelaparan maupun
menderita penyakit kuranga gizi. Dengan adanya zakat maka rakyat kecil yang
tidak meiliki kekuasaan maupun uang akan dapat hidup dengan layak seperti yang
lain. Namun, yang menjadi batu ganjalan disini yakni hukum negara Indonesia
bukanlah hukum Islam dan bukanlah negara Islam.
Meski begitu udah mulai banyak warga Muslim Indonesia yang mulai
sadar untuk menunaikan kewajibannya membayar zakat ,namun ada sebagian lagi
yang malah bertingkah tidak peduli dengan kewajibannya sendiri. Sosialisasi sendiri
memang tidak terlalu digembar-gemborkan. Namun, apabila satu saja orang yang
berpengaruh mau memulai membayar zakat maka yang lain juga akan ikut
berpartisipasi dengan sendirinya.
Dalam
konteks agama Islam kita diajarkan untuk tidak memutar uang hanya di kalangan
atas saja melainkan seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem yang telah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW
dimana masyarakat saat itu sangat makmur. Yang pada masa itu tidak ada satu pun
warga yang berhak mendapatkan zakat dikarenakan seluruh masyarakatnya sudah
makmur dan tidak lagi membutuhkan bantuan. Sementara itu zakat juga terdapat
pada UU Zakat No. 23 Tahun 2011.
Meski
telah ada UU yang mengatur tentang zakat, pada kenyataannya hal tersebut jarang
dilakukan oleh Umat Islam sendiri. Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat
Islam sesuai dengan firman Allah SWT berikut: (Q.S al-Baqarah: 43)
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.”
Hal
tersebut sudah sangat jelas. Namun, yang
perlu digaris bawahi adalah Zakat tidak dapat diwajibakan bagi warga Non-Muslim.
Tujuannya sendiri adalah membantu rakyat miskin serta mensejahterakannya
sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat diperkecil dan
akhirnya semua rakyat akan sejahtera. Hal tersebut sesuai dengan Q.S al-Hasyr
ayat 7 yang berbunyi:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ
رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً
بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.”
Perjalanan
pengelolaan zakat di Indonesia belum maksimal ditandai dengan masih tingginya
angka kemiskinan di umat islam itu sendiri. Idealnya jumlah umat islam yang
mayoritas dapat menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan di bidang ekonomi
yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan umat. Ini semua dikarenakan
kendala terhadap beberapa hal. Alasannya adalah SDM yang kurang memadai.
Rendahnya SDM menjadi pengaruh kurang maksimalnya penghimpunan dan
pentasyarufan zakat.[20]
Setelah disahkannya Undang-Undang No.
23 Tahun 2011 ternyata belum dapat menjawab ekspektasi publik tentang
meningkatnya kesejahteraan kaum fuqara’ dan masakin. Padahal,
pada saat pengesahan sebagian anggota DPR menyatakan optimisme-nya akan
meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin. Undang-undang ini meskipun sebagai
pengganti UU. Nomer 38 Tahun 1999, sifatnya masih sama yaitu Undang-Undang tentang
pengelolaan zakat. Artinya, undang-undang ini mengatur “sebatas” pengelolaan
zakat dan konsekuensinya dan belum mengatur pada ranah
pembangkangan terhadap zakat. Karena
“hanya” mengatur pengelolaan zakat maka bila ada orang yang enggan membayar zakat
maka tidak ada sanksi apapun.[21]
Dalam
perkembangannya dengan adanya Undang-Undang di atas dibentuklah suatu badan BAZ
maupun LAZ yang melaksanakan pengelolaan zakat. Dalam skala yang luas setara
dengan Indonesia zakat dapat disalurkan dalam bentuk sosial-konsumtif maupun
sosial-investatif dengan program berikut ini:
LAZ
|
Kelompok Program
|
Program Pemberdayaan
|
BMM
|
bantuan produktif
|
pembinaan ekonomi
melalui usaha produktif. Bantuan modal kerja dengan sistem channeling.
Bantuan modal usaha
|
bantuan sosial
|
bantuan sandang, pangan,
papan, bantuan pemeriksaan kesehatan.
|
|
bantuan inventasi
|
beasiswa bagi pelajar
dhuafa yang berprestasi
|
|
BSM
|
bantuan produktif
|
bantuan modal usaha produktif
|
bantuan sosial
|
bantuan kesehatan
bantuan bencana musibah
|
|
bantuan iventasi
|
beasiswadan beaguru
|
|
YBM BRI
|
bantuan produktif
|
bantuan modal bagi
pendagang kecil bantuan bencana alam
|
bantuan sosial
|
perawatan kesehatan
dan juga pengobatan
|
|
bantuan iventasi
|
beasiswa (biaya masuk
SPP, buku pelajaran dan perlengkapan belajar)
|
|
Bamuis BNI
|
bantuan produktif
|
bantuan modal usaha
kecil (hibah bila omzet sampai RP 50.000 hari dan dana bergulir bila omzet
sampai RP 200.00 hari). Bantuan model usaha dhuafa pembinaan usaha.
|
bantuan sosial
|
bantuan biaya
pengobaatan dan perawatan bantuan kemanusiaan ronvasi sarana ibadah dan
sosial
|
|
bantuan iventasi
|
beasiswa (SD-S1 dan
juga kursus keterampilan).
|
|
YAT
|
bantuan produktif
|
pengembangan ekonomi
(Qardhul Hasan, produktif dan non produktif) kemitraan lembaga ekonomi
syariah
|
bantuan sosial
|
bantuan biaya hidup
rutin dan insidental. Pembangunan sarana ibadah dan sosial, pembinaan
keislaman.
|
|
bantuan iventasi
|
beasiswa dan berguru
|
|
BMT
|
bantuan produktif
|
bantuan modal usaha
produktif, dan penaggulangan utang.
|
bantuan sosial
|
bantuan perawatan
kesehatan dan pencegahan penyakit bantuan kemanusiaan (bencana/musibah)
|
|
bantuan investasi
|
Beasiswa
|
|
DSUQ
|
bantuan produktif
|
bantuan kredit tanpa
bunga, pembinaan kewirausahaan.
|
bantuan sosial
|
layanan kesehatan
gratis, destribusi daging qurban, bantuan kemanusiaan dan sosial.
|
|
bantuan invenstasi
|
beasiswa dan satunan
bulanan bagi pelajar dhuafa.
|
|
DDR
|
bantuan produktif
|
progam ternak domba
sehat, usaha pertaniaan sehat, usaha hasil tani industri tepung tapioka
rakyat FES swalayan, pembiayaan usaha kecil menengah, depo pengasong dan
progam masyarakat mandiri
|
bantuan sosial
|
bantuan hidup rutin
dan insidential bantuan biaya pengobatan, layanan kesehataan Cuma-Cuma (LKC).
Bantuan sewa rumah, pakaian kegiatan dakwah, santunan dan bantuan dan
pembekalan bagi pejalan yang berbakti bagi kepentingan umat isalam bantuan
bencana islam dan konflik sosial
|
|
bantuan inventasi
|
bantuan pendidikan
agama dan kegiatan dakwah . Beasiswa SLTA untuk pelajar SLTA, SMK dhuafa
beasiswa cerdik untuk tenaga profesional, beastudi ikatan dinas, pelahan
ketrampilan aplikasi, manage ment trainee, dan sekolah formal (SLTP/SLTA)
|
|
BAZ DKI
|
bantuan produktif
|
bantuan modal kerja produktif
|
bantuan sosial
|
santunan untuk fakir
miskin, sabilillah, mualaf, gharimin, ulama, mubaligh dan ibnusabil
|
|
bantuan inventasi
|
beasiswa, beaguru, penyuluhan
|
|
BAZNAS
|
bantuanm produktif
|
bantuan modal kerja,
pinjaman kredit, bantuan manajemen, sarana kerja, konsultasi usaha, bina
usaha strategis, asset reform.
|
bantuan sosial
|
bantuan sandang,
pangan, papan, penyelesaian hutang, mahar perkawinan, bantuan bencana dan
konflik sosial, perawatankesehatan dan pengobatan, santunan dai dan sarana
dakhwa.
|
|
bantuan ivenstasi
|
pembangunan klinik,
pembangunan perpustakaan, pembangunan sekolah alternatif terpadu, bantuan
biaya pendidikan, beasiswa, pelatiahan keterampilan, pengembangan profesi.
|
Tabel 4.1 Program Pembiayaan dengan Dana
Zakat
Sumber: Diolah
dari laporan masing-masing LAZ
Apabila
hanya sekedar potensi tanpa tindak lanjut maka potensi yang ada tersebut akan
sia-sia saja.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dilihat dari
jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim. Dalam pelaksanaan zakat
terdapat dua jenis yakni zakat fitri dan zakat maal (harta). Pada jenis
yang pertama yakni zakat fitri sudah sangatlah baik mengingat zakat ini
merupakan kewajiban bagi seluruh umat dan hanya dilaksanakan 1 tahun sekali.
Sementara itu zakat maal cenderung diabaikan oleh Umat Islam itu
sendiri. Jangankan zakat kewajiban secara yuridis seperti pajak saja banyak
yang tidak melaksanakannya. Oleh karena itu perlu sistem yang kuat agar potensi
zakat yang di Indonesia tidak sia-sia.
Potensi zakat
sendiri dapat diambil dari berbagai bidang yang telah disebutkan sebelumnya
pada bab pembahsan. Potensi zakat dari bidang pertanian saja sebesar Rp. 65.442.800.000,-
Tujuan dari pendayagunaan zakat tersebut dapat didistribusikan
untik memperbaiki taraf hidup masyarakat banyak. Penekana n peneima zakat
tersebut yakni dari golongan menengah ke bawah seperti petani kecil, buruh
tani, nelayan, maupun pedagang kecil.
Selain itu dana zakat dapat juga disalurkan melalui beasiswa bagi
siswa yang kurang mampu guna mendapatkan pendidikan yang layak tanpa terbebani
biaya yang tinggi. Zakat juga dapat digunakan dalam mengatasi masalah
ketenagakerjaan atau pengangguran.
Hal di atas dapat diwujudkann dengan adanya program pelatihan soft
skill serta pemberian modal bagi pelaku industri kreatif bertaraf kecil maupun home
industri.selain itu zakat juga dapat disalurkan kepada pendayaan anak yatim
yang merupakan kewajiban bagi Umat Muslim. Satu lagi bidang yang dapat disentuh
dalam pendistribusian zakat yakni sarana peribadatan.
Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang
dipungut dari orang kaya dan diberikan kepada yang miskin.[22]
Oleh karena itu tujuannya adalah menditribusikan harta di masyarakat dengan
cara sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun umat muslim yang tertin ggal
dalam keadaan miskin.[23]
5.2
Saran
Bagi masyarakat Muslim Indonesia untuk dapat lebih sadar diri akan
kewajibannya dalam mengeluarkan zakat bukan hanya untuk zakat fitri saja namun
juga zakat maal. Masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membantu
pemerintah dalam hal pemertaan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat.
Bagi insan akademis, untuk lebih lagi melaksanakan sosialisasi
terhadap masyarakat tentang adanya badan pemerintah yang melaksanakan kegiatan
penghimpunan zakat di Indonesia.
Bagi pemerintah harusnya lebih gencar dalam hal sosialisasi secara
meluas bukan hanya di daerah kota saja namun juga di daerah pedesaan. Mengingat
besarnya potensi zakat yang Indonesia miliki pemrintah haruslah bekerjasama
dengan berbagai pihak agar badan dan juga program yang telah direncanakan tidak
hanya ja;an di tempat saja.
DAFTAR PUSTAKA
al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi, Shalah. 2015. Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu terjemahan Fikih Ekonomi Islam. Jakarta: Darul Haq.
Atabik, Ahmad. 2015. Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer. Jurnal Zakat dan Wakaf. Vol. 2 No. 1.
Harafah, L. M. 2010. Zakat sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 3 No.2.
http://bps.go.id
http://karyatulisilmiah.com
http://kompasiana.com
http:// lazismu.pdmjogja.org
http:// radarcirebon.com
http:// republika.co.id
Khasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern. Malang: UIN Maliki Press.
Nasution, Mustafa Edwin. 2010. Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.
Suprayitno, Eko. 2013. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[1] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 31.
[2] “Jarak Si Kaya dan Si Miskin Dunia Kian Melebar”, http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/05/22/noqwsr-jarak-si-kaya-dan-si-miskin-dunia-kian-melebar, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pukul 16:05 WIB.
[3] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, 32.
[4] Ibid, 33.
[5] Ibid, 34.
[6] Ibid, 36.
[7] Ibid, 36.
[8] “Pengertian
Tabungan”, http://karyatulisilmiah.com/pengertian_tabungan/
diakses pada tanggal 04 Juli 2017 pada pukul 08:35 WIB
[9] Ibid,
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] “Baznas Targetkan Perolehan Zakat Naik
15 Persen”, http://www.radarcirebon.com/baznas-targetkan-perolehan-zakat-naik-15-persen.html, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada
pukul 21:56 WIB.
[13] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, 32.
[14] Ibid, 38-39.
[15] Ibid, 39.
[16] Ibid, 40.
[17] Ibid, 46.
[18] Ibid, 47.
[19] Ibid, 48.
[20]“Hambatan dan Tantangan Pengelolaan Z.I.S
di Indonesia”, http://lazismu.pdmjogja.org/hambatan-dan-tantangan-pengelolaan-z-i-s-di-indonesia/, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada
pukul 16:44 WIB.
[21] “Cara Pengelolaan Zakat”, http://www.kompasiana.com/nurasiah/cara-pengelolaan-zakat_552c85056ea834a6568b4570,
diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada pukul 16:55 WIB.
[22] L. M. Harafah, Zakat sebagai
Alternatif Pemberdayaan Ekonmomi Umat, Jurnal Al-‘Adl, (2 Juli 2010, Vol. 3
No.2), 6.
[23] Ibid, 6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar