Kamis, 13 September 2018

Pengoptimalisasian Zakat Maal (Harta) dalam Peningkatan Saving Guna Pemerataan Ekonomi di Indonesia




Pengoptimalisasian Zakat Maal (Harta) dalam Peningkatan Saving Guna Pemerataan Ekonomi di Indonesia






PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA



Zakiyatur Rahmah
150721100126




UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2016

DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
Abstrak............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 2

BAB II TELAAH PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Pengertian Zakat........................................................................................... 3
2.2 Landasan Hukum Kewajiban Membayar Zakat............................................ 4
2.3 Pengertian Saving.......................................................................................... 5

BAB III METODE PENULISAN..................................................................... 7
3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................. 7
3.2 Jenis Data...................................................................................................... 7
3.3 Tehnik Pengumpulan Data............................................................................ 7
3.4 Tehnik Analisis.............................................................................................. 7
3.5 Pedoman Penulisan....................................................................................... 7

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................. 8
4.1 Potensi Zakat di Indonesia............................................................................ 8
4.2 Potensi Zakat terhadap Saving...................................................................... 9
4.3 Esensi Distribusi Zakat Guna Pemerataan Ekonomi................................... 13
4.4 Peluang Penerapan Sistem Zakat Di Indonesia........................................... 16

BAB V PENUTUP........................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 21
5.2 Saran............................................................................................................ 21

Daftar Pustaka................................................................................................... 23






PENGOPTIMALISASIAN ZAKAT MAAL (HARTA) DALAM PENINGKATAN SAVING GUNA PEMERATAAN EKONOMI DI INDONESIA
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dilihat dari jumlah penduduk Muslim yang ada. Zakat sendiri merupakan suatu hal yang diwajibkan dalam agama Islam yang merupakan rukun Islam. Banyak dari umat Muslin yang memiliki pendapatan lebih dari besarnya nishab justru acuh terhadap kewajibannya mengeluarkan zakat maal (harta). Padahal apabila potensi zakat ini dikembangkan serta dioptimalkan kesenjangan anatar sis miskin dan sis kaya akan berkurang dengan sendirinya. Zakat sendiri memiliki beberapa ketentuan untuk penerimanya sehingga dana yang telah terkumpul tidak akan dapat disalahgunakan dengan mudah.diperlukan sebuah sistem serta regulasi yang tepat untuk menjalankan zakat agar dana yang terkumpul dapat digunakan sebagai tambahan saving bagi negara serta dapat mengatasi kesenjangan sosial. Zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain dari kata zaka sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika pengertian tersebut dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang memiliki harta tersebut). Data yang diambil merupakan data riil di lapangan yang diambil dari sumber BPS (Badan Statistik Nasional). Adanya zakat bukan bererti pemerintah dapat lepas tangan dalam hal kesejahteraan penduduknya. Zakat merupakan elemen ssosial dimana masyarakan yang mampu menyalurkan hartanya guna memperbaiki kesejahteraan masyarakan lainnya. Zakat dapat diambil dalam beberap bidang seperti pertanian, perdagangan, perkebunan, peternakan, penghasilan. Penetapan besarnya zakat yang harus dikeluarkan yakni sebesar 2,5 % dari besarnya harta yang dimiliki. Distribusi zakat dapat berupa bantuan secara langsung maupun tidak seperti pelatihan soft skill maupun pemberian bantuan modal bagi pelaku ekonomi menengah ke bawah. Beasiswa, kesehatan gratis juga merupakan salah satu bentuk pendistrubusian zakat yang dapat dilaksanakan.
Key Words: Kesejahteraan, Kewajiban, Nishab, Umat Muslim, Zakat.





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Zakat sama halnya dengan pajak yang diterapkan namun perbedaannya yakni zakat diwajibkan bagi yang mampu dan tidak bagi sebaliknya. Pajak diwajibkan bagi setiap masyarakat baik kalangan bawah maupun tinggi namun besarannya dilihat dari harta atau penghasilan yang dimiliki. Melalaui pajak pemerintah tidak sekedar mengumpulkan dana, namun membangun barang publik yang dapat memuaskan masyarakat.[1]
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dalam upaya meningkatkan devisa negara. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang banyak serta sebgaian besar dari mereka adalah umat Islam.
Zakat sendiri merupakan rukun Islam yang dimana rukun tersebut harus dilaksanakan oleh mereka umat Muslim. Namun, pada kenyatannnya potensi yang sebesar itu belum juga dimaksimalkan oleh negara ini.
Terutama zakat maal yang wajib dikeluarkan bagi harta yang dimiliki. Sebagian besar umat Muslim yang memiliki pendapatan di atas nishab tidak mengeluarkan zakat atas dasar mereka menganggap zakat tersebut dapat mengurangi keuntungan yang akan diterima.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa rakyat Indonesia selalu terbagi dalam beberapa kelas sosial dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Hal ini terjadi karena jurang anatara si kaya dan si miskin setiap hari semakin lebar.
Kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus melebar. Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) melaporkan dari 34 negara anggotanya, sekitar 10 persen dari populasi terkaya memiliki pendapatan 9,6 kali dari pendapatan 10 persen populasi termiskin. BBC News mengutip laporan OECD menyatakan tak ada ukuran standar untuk ketidaksetaraan. Tapi sebagian besar indikator menyatakan, kejatuhan terjadi karena perlambatan atau krisis keuangan. OECD memperingatkan ketimpangan akan menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi.[2]
Potensi ini tidak akan dapat disalahgunakan apabila menggunakan aturan yang ketat seuai dengan syariat Islam. Zakat hanya dapat diberikan pada beberapa golongan saja yakni fakir, miskin, budak, amil, orang yang berutang, musafir, orang yang baru masuk Islam dan hatinya masih lemah, orang yang berjihad.
Pemerataan ekonomi dapat diatasi dengan adanya zakat. Meskipun pemerintah telah membentuk suatu badan yang khusus menangani tentang zakat, namun pada kenyataannnya hal tersebut tidak efektif terutama di daerah pedesaan. Sosialisasi yang kurang membuat banyak masyarakat bahkan tidak tau akan adanya badan tersebut.
Agar zakat dapat memainkan peranannya secara berarti, sejumlah ekonom  Muslim menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen pendapatan permanen hanya bagi orang-orang yang tidak mampu mengahsilkann pendapatan yang cukup bagi melalui usaha-usahanya sendiri.[3]
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan penelitian sebagai berikut :
1)        Bagaimana besarnya potensi zakat yang dimiliki Indonesia ?
2)        Bgaimana zakat dapat memenuhi porsi devisa negara (saving)?
3)        Bagaimana esensi distribusi zakat guna pemerataan ekonomi?
4)        Bagaimana peluang penerapan sistem zakat di Indonesia?
1.3    Tujuan Penulisan
1)        Untuk dapat memberikan solusi terbaik dalam masalah saving negara guna pemerataan ekonomi.
2)        Untuk dapat menerapkan sistem syari’ah dalam prinsip ekonomi negara.






















BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1    Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain dari kata zaka sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika pengertian tersebut dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang memiliki harta tersebut). Hal ini dikarenakan zakat merupakan aspek kerohanian dimana kewajiban ini tidak dikenakan lepada orang-orang non Islam karena mereka tidak dapat dipaksakan untuk melakukan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Islam.
Zakat merupakan alat bantu sosial maniri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial yang ada, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat Muslim.[4]
Zakat merupakan penopang dan tambahan meringankan beban pemerintah dalam menciptkana pemertaan dan pengurangan kemiskinan.[5]
Zakat adalah “pajak” (pembayaran) bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan oleh negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus, terutama berbagai corak jaminan sosial.[6]
Untuk lebih jelasnya aspek zakat ini dijelaskan dalam surat At-Taubah:103 yang berbunyi:
خُذْمِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَاوَصَلِّ عَلَيْهِمْ, إِنَّ صَلَواتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ, وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلَيْهِمْ
 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui
Tafsiran dari ayat tersebut, yakni zakat mengandung pengertian bahwa setiap Muslim mempunyai harta benda yang telah mempunyai nishab wajib membersihkan harta bendanya dengan memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang yang berhak.[7]
2.2    Dasar Hukum Kewajiban Membayar Zakat
Allah telah memerintahkan adanya zakat yang diletakkan setelah posisi dari kewajiban sholat, dimana zakat dan sholat dijadikan sebagai lambang keseluruha ajaran islam sebagai bentuk hablumminannas yaitu hubungan sesama manusia dapat dilambangkan melalui pelaksanaan zakat yang telah difirmankan  Allah dalam QS Al-Hasyr ayat 7 bahwa sebagian dari mereka memiliki hak atas harta yang telah diperoleh dalam usahanya hal tersebut merupakan perintah Allah dan Rasul supaya beribadah dan bertakwa dengan ikhlas.
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Hal tersebut mencerminkan agama yang lurus karena ibadah tidak hanya berkaitan dengan hubungan ketuhanan saja tetapi mencakup nilai sosial-kemanusiaan hal ini dapat diaplikasikan dengan berzakat.
Zakat dapat memelihara kesejahteraan dan pemerataan sosial dalam rangka pemerataan kekayaan agar tidak ada penimbunan harta yang berlebihan yang dapat menimbulkan sifat kehewanan seperti kikir serakah sombong dan dapat menjadikan perbedaan atau kesenjangan ekonomi dari beragai segi terutama dari segi sosial ekonomi karena didalam islam tidak mengajarkan adanya perbedaan. Islam pun tidak mengizinkan umatnya menjauhkan diri dari usaha pencaharian kehidupan dan hidup hanya dari pemberian orang dan hanya bergantung pada pemberian orang.
Namun tidak semua orang memiliki kemampuan atau kebutuhan yang dapat terpenuhi dari hal inilah keadilan Allah benar-benar ada karena setiap manusia diciptakan untuk saling membantu dan memenuhi serta menutup kekurangan dari saudaranya.
Untuk dapat hidup dalam kesejahteraan bersama dari segi agama maupun sosial karena pada dasarnya dalam ekonomi islam dalam memenuhi kebutuhannnya tidak terlepas dari keyakinan ketuhanan atau keimanan karena ada dua macam kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kebutuhan itu adalah kebutuhan diri sendiri atau keluarga dan kebutuhan di jalan Allah dengan mengeluarkan sejumlah harta tertentu kepada orang yang berhak menerimanya yang dibagi menjadi delapan golongan yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, orang yang berjihad di jalan Allah, dan orang yang melakukan perjalanan.
Dari pengertian zakat tersebut sangat erat sekali bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang bertambah suci dan bersih (baik), dengan dua peran penting zakat yaitu mengurangi tingkat permintaan konsumsi yang meningkat tajam sehingga dapat menurunkan peningkatan harga-harga komoditas serta sebagai media penyaluran pendapatan sehingga mampu meningkatkan kesamarataan daya beli dan interaksi.
2.3    Pengertian Saving
Menurut Soemitro Djojohadikusumo (1954) tabungan merupakan kemampuan dan kesediaan untuk menahan napsu konsumsi selama beberapa waktu agar dimasa yang depan terbuka kemungkinan konsumsi yang memuaskan,
Sementara itu  menurut Simorangkir (1991 : 47) tabungan dapat diartikan sebagai bagian derajat pendapatan nasional pertahunnya yang tidak dikonsumsi.[8]
Menurut teori klasik tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung.
Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. ( Nopirin:1992 : 7)[9]
Dalam teori Keynes, tabungan personal adalah fungsi dari pendapatan siap dibelanajakan personal ( pendapatan setelah pajak), sebagai tingkat kenaikan pendapatan siap dibelanajakan untuk menabung juga (S/Y), dimana S adalah tabungan dan Y adalah pendapatan nasional.
Hipotesis pendapatan absolute ini telah dimodifikasi berhubungan dengan tingkat tabungan total meningkat dengan pendapatan, tetapi sesungguhnya mengalami penurunan.
Hubungan yang berada antara rata – rata (S/Y) dan tambahan kecenderugan untuk menabung  ( dS/ dY) telah diterima sebagai dalih (Postulat), dan estimasi yang berbeda ditemukan dalam studi empirik.[10]
Untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan dan simpanan (saving), bisa digunakan teori ”absolute income hypothesis” .
Teori ini merupakan hasil dari pemikiran keynes yang menjelaskan tentang hubungan antara pendapatan dengan konsumsi dan simpanan. Oleh karena simpanan merupakan bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi, maka menurut keynes simpanan (saving) merupakan fungsi dari pendapatan.
Menurut keynes, tidak semua dari pendapatan yang diterima seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disimpan sebagai simpanan. (Boediono, 1998, 37).[11]





































BAB III
METODE PENULISAN
3.1    Jenis Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan jenis penelitian library research, dimana permasalahan digambarkan dengan didapat dari data-data yang terdapat dalam literatur atau dokumen. Kemudian dianalisis lebih lanjut untuk diambil suatu kesimpulan yang relevan agar mendapatkan hasil terbaik.
3.2    Jenis Data
Data sekunder
Yaitu data yang bersumber dari studi kepustakaan dan litelatur pustaka yang berkaitan dengan judul yang diangkat.
3.3     Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik studi dokumentasi. Yaitu mengumpulkan data berdasarkan data-data yang berkaitan dengan masalah penulisan.
3.4     Teknik Analisis
Dalam menganalisi data, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, di mana data atau informasi digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh.
3.5    Pedoman Penulisan
Penulisan karya tulis ini mengacu pada sistematika penulisan yang ditentukan oleh Pedoman karya Tulis Ilmiah Program Studi Ekonomi Syariah serta Mata Kuliah MakroEkonomi.
















BAB IV
PEMBAHASAN
4.1    Potensi Zakat Di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Hal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah penerimaan zakatnya. Berikut adalah data penduduk Indonesia berdasarkan agama:
Gambar 4.1 Data Penduduk Berdasarkan Agama
Sumber: BPS
Menurut Ketua Baznas Kabupaten Cirebon KH Mukhlisin Muzarie MA, penurunan perolehan zakat dari sekolah dikhawatirkan akan memengaruhi target yang sudah dicanangkan, yakni naik 10 sampai 15 persen dari tahun sebelumnya. Pasalnya, tahun lalu saja dari total perolehan zakat sebesar Rp4,7 miliar, 20 persennya berasal dari sekolah-sekolah. “Siswa SD kelas enam sudah keluar dan kelas satu belum masuk. Begitu juga di tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Beberapa sekolah hanya mengirimkan zakat pegawainya saja, tidak zakat dari siswa,” tuturnya kepada Radar, Senin (13/7). Meski demikian, perolehan dari zakat profesi atau instansi dan para pegawai, pihaknya optimis akan meningkat hasilnya. Terutama dari masyarakat. Puncak penerimaan zakat itu pada H-1 dan malam Lebaran melalui jalur masyarakat yang dikumpulkan pada unit-unit desa, kemudian dihimpun Baznas tingkat kecamatan. “Mudah-mudahan target yang sudah kami canangkan tercapai,” imbuhnya.[12]
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Nuryufa dalam Ishlah (1995), besarnya jumlah penduduk muslim tidak berarti apa-apa tanpa dibarengi dengan kesadaran akan kewajibannya untuk ikut menegakkan perekonomian ummat Islam baik melalui zakat, infaq, maupun shodaqoh. Sebab itulah zakat, infaq, dan shodaqoh dipandang sebagai solusi yang paling penting bagi pengentasan kemiskinan, sehingga perlu sosialisasi untuk menyadarkan umat Islam akan pentingnya zakat, infaq, maupun shodaqoh bagi perekonomian. Dengan demikian umat Islam mampu menjadi subyek dalam perekonomian.
Hal tersebut memperlihatkan  bahwa Baznas selama ini kurang populer di Indonesia. Banyak orang yang tidak tahu akan adanya Baznas sehingga mereka lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya langsung ke masjid atau orang yang berhak. Padahal yang dinamakan zakat bukan hanya dapat disalurkan untuk pembangunan masjid saja, namun juga dapat digunakan ke pembiayaan produktif sehingga dapat menghasilkan lebih banyak da harus pula disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Perlu digaris bawahi, akibat ketidaktahuan masyarakat akan Baznas membuat orang yang sibuk dengan pekerjaan kantornya akan malas untuk membayar zakat karena dianggap merepotkan dan tidak praktis.
Diperlukan sosialisasi yang lebih gencar agar Lembaga Basnaz lebih dikenal luas. Dengan begitu, para warga usia produktif lebih mudah dalam menyalurkan zakatnya pada mereka yang dibutuhkan. Dan dengan adanya Basnaz di Indonesia menujukkan bahwa ada pemicu masyarakat untuk menyalurkan zakat. Apabila zakat dapat dikelola dengan baik dan benar maka kesejatheraan rakyat sudah tentu akan terjamin. Zakat merupakan sebuah sistem Islam yang dapat mengantarkan suatu negara menuju ke kemakmuran.
4.2    Potensi Zakat Terhadap Saving
Menurut Riyardi (2002;319) zakat hanya memnuhi dimensi pertama. Sebab potensi dan realisasi penerimanan zzakat pertahun lebih kurang sebesar 7 triliun. Jumlah ini seharusnya lebih besar lagi, mengingat banyaknya penduduk beragama Islam di Indonesia. [13]
Perlu diingat bahwa zakat hanya dapat diambil dari beberapa aspek saja, seperti uang, usaha peternakan, usaha perkebunan, usaha pertanian. Zakat juga dapat dikembangkan melalui penghasilan, deposito, dan rumah.
Pertama, akan dibahas potensi zakat pertanian yang ada di Indonesia. Zakat pertanian sendiri akan dibayarkan ketika masa panen.  
Menurut beberapa ulama berpenbendapat bahwa zakat jenis ini dikeluarkan sebesar 10 % setelah dikurangi dengan biaya operasional dan juga jumlah yang akan dikonsumsi sendiri.
Namun ulama lebih sepakat dengan pendapat bahwa zakat yang diambil yakni sebesar 2,5 % dari hasil panen setelah dikurangi biaya perawatan tumbuhan yang ditanam. Berikut adalah data mengenai jumlah hasil pertanian yang ada di Indonesia:
Gambar 4.2 Hasil Pertanian Rumah Tangga
Gambar 4.3 Hasil Pertanian Perusahaan
Sumber: Sensus Pertanian BPS
Dari besarnya hasil pertanian yang ada sesuai dengan data yang ada di atas, maka seharusnya kontribusi zakat pertanian akan lebih berkontribusi.dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dari zakat di bidang pertanian rumah tangga pada tahun 2013 saja Indonesia akan mendapatkan saving sebesar Rp. 65.338.675.000,-. Sementara itu untuk perusahaan sebesar Rp. 104.125.000,-.
Bidang selanjutnya yakni zakat profesi. Jika esensi dari zakat pertanian dibayarkan setiap kali panen, maka zakat profesi akan dibayarkan setiap kali menerima gaji. Selain itu zakat profesi bukan dimabil  dari gaji bersih setelah dikurangi dengan berbagai kebutuhan namun diambil dari gaji kotor yang dibayarkan kepada pekerja tersebut. Berikut adalah data mengenai gaji pekerja pada setiap bidang profesi di Indonesia:
Gambar 4.3 Data Pekerja Profesional
Sumber: BPS
 Dari data di atas terdapat beberapa golongan pekerja yang tidak wajib untuk mengeluarkan zakat atas hartanya. Setelah dikurangi dengan jumlah tersebut masih didapat jumlah yang besar. Dari jumlah yang tersisa akan diambil sesuai nishabnya.
Kebanyakan dari pekerja yang membayarkan sebagian pendapatannya untuk zakat yakni pekerja yang berada pada lingkup keuangan syariah terutama perbankan syariah. Pekerja dalam bidang tersebut akan membayarkan zakat secara otomatis melalui rekening mereka dengan MOU pihak Baznas. Mereka akan mendapatkan gaji yanng telah dipotong dengan zakat tersebut.
Potensi berikutnya yakni zakat peternakan. Zakat peternakan sama halnya dengan zakat pertanian dibayarkan setiap kali masa panen. Berikut adalah data jumlah produksi peternakan lima tahun terakhir:
Gambar 4.4 Data Produksi Peternakan
Sumber: BPS
Sumbangsi zakat peternakan (jenis kambing saja dengan harga 1 ekor kambing Rp. 1.000.000,-) terhadap saving Indonesia diakumulasi sebesar Rp. 68.212.175.000,- sesuai dengan data di atas.
Zakat tidak terlepas dari yang namanya nishab, setiap bidang tersebut hanya akan diambil zakatnya apabila nishab yang ditetapkan telah terpenuhi. Berikut adalah rumus dari nishab zakat perekonomian menurut Choudhury dan Malik[14]:
Z1                : pungutan zakat dari rumah tangga
Z2           : pungutan zakat dari perusahaan, masing-masing adalah 2,5 %
Z          : total pungutan zakat Z= Z1+ Z2
Y         : pendapatan nasional diperoleh dari Y=Y1+Y2, dimana Y1 adalah pendapatan bersih rumah tangga dan Y2 adalah pendapatan bersih perusahaan
N1       : nishab dari  rumah tangga
N2       : nishab dari perusahaan
R(Y)    : total pendapatan perusahaan
C(Y)    : total biaya produksi
A         : konstanta
Z          = Z1 + Z2
                = t[A.Yt-(N1(Y1)+(N2(Y2))-(R(Y2)-C(Y2)]
            = t[A.Yt-N1(Y1)+B.Y2-N2(Y2))]
Apabila pengambilan zakat yang ada pendapatan bersih rumah tangga optimal, maka akan terbentuk persamaan berikut:
dZ/dY1            = 0
            = A-N1
Apabila pemungutan zakat yang ada pada pendapatan bersih perusahaan optimal, maka akan terbentuk persamaan berikut:
dZ/dY2            = 0
            = B-N2
Dari dua persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
N1+N2=A+B=konstan
Sebagai cacatan, pertama bahwa Z=a.Y, dimana a bernilai positif dan juga tetap atau konstan (2,5 %). Jadi apabila pendapatan masyarakat naik maka zakat yang diterima akan naik mengikuti nilai a terhadap pendapatan bersih yang diperoleh.
Kedua, jika Y naik N1 dan N2 bergerak saling berlawanan satu sama lain. Ketika level nishab adalah nilai ynag sebanding dengan level pendapatan bersih, jika N1 pada tingkat yang rendah maka N2 ditingkat yang lebih tinggi.[15]
4.3    Esensi Distribusi Zakat Guna Pemerataan Ekonomi
Zakat hampir sama dengan pajak apabila dilihat dari fungsinya dimana zakat mendayagunakan segala kekayaan negara. Zakat dalam pengmpulannya menggunaan sistem yang lebih sederhana dibanding dengan pajak dikarenakan zakat menggunakan sistem nishab.
Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomi, dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, di samping dapat pula membantu mengekang laju inflasi.[16]
Zakat tidaklah membuat pemerintah melepas tangan tentang kesejahteraan rakyatnya. Zakat memberikan sumbangan pada pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan jarak ekonmi antara golongan bawah dan atas.
Rakyat yang mampu untuk membantu dalam menciptaklan kesejahteraan inilah yang dioptimalkan guna pemertaan ekonomi terwujud. Zakat hanya membantu  menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah kepada warganya.
Pengalokasian zakat tidak melulu langsung diberikan kepada ujuh golongan yang telah disinggung di sub bab sebelumnya. Investasi langsung zakat yakni ketika kekayaan yang telah ditabung sebelumnya disalurkan melalui zakat yang kemudian akan segera dikatifkan atau diinvestasikan. Sementara itu secar tidak langsung akan terjadi peningkatan konsumsi akibat peningkatan pendapatan para fakir-miskin. Peningkatan ini akan memicu peningkatan pada permintaan yang akan secara langsung membuat produsen memproduksi lebih banyak dan akan terjadi investasi.
Depatemen Agama Republik Indonesia menetapkan alokasi zakat haruslah pada beberapa hal berikut ini:
1.        Memperbaiki Taraf Hidup
Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan mambuat mereka memiliki kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak sangat minim. Berikut adalah data penduduk miskin di Indonesia:
Gambar 4.6 Data Penduduk Miskin Indonesia
Sumber: BPS
Pendistribusian zakat sendiri dapat bersifat motivasi seperti melaksanakan program Home Industri. Sementara itu yang bersifat langsung seperti memnberikan bantuan ternak, peralatan, modal, dan lain-lain.
Kedua bentuk bantuan tersebut secara bertahap mengakibatkan peningkatan poenadpatan masyarakat yang awalnya mengandalkan bantuan menjadi mandiri dengan sendirinya.
Terdapat beberapa golongan yang paling besar jumlahnya di bawah garis kemiskinan. Pertama, yakni petani kecil dan buruh tani. Diperlukan pelatihan soft skill dan juga pelatihan home industry untuk mereka mengembangkan usaha yang ia miliki guna mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Selain pelatihan juga diperlukan pemberian tambahan modal yang cukup untuk pengembangan usahanya.
Kedua, yakni golongan nelayan kecil. Kebanyakan dari mereka masih menggunakan peralatan yang tradisional dan terkadang justru menyewa peralatan yang digunakan.
Keadaan tersebut bertolak belakang dengan potensi perikanan yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, negara Jepang terkenal akan hidangan lautnya yang segar meski jarak pelayaran mereka cenderung lebih lama dibanding nelayan Indonesia.
Nelayan Jepang memiliki peralatan yang canggih dimana mereka dapat langsung mengolah hasil tangkapan segar tersebut menjadi bahan setengah jadi (ikan yang sudah dibersihkan dan dibekukan) berbeda dengan nelayan Indonesia dimana hasil tangkapan tersebut hanya ditaruh dalam box atau wadah berisi es batu. Pemasaran juga menjadi salah satu masalah besar yang ada. Nelayan tradisional hanya memasarkannya dalam bentuk mentah yang hanya mencakup lingkup daerahnya saja. Untuk itu perlu adanya bantuan mengenai hal tersebut.
2.        Pendidikan dan Beasiswa
Setiap individu pastilah memerlukan pengetahuan untuk menjalankan kehidupannya. Salah satu jalan untuk memperolehnya adalah terjun dalam dunia pendidikan baik formal maupun non formal.
Alokasi dana zakat dapat diperuntukan dalam hal ini. Terdapat dua cara untuk jalur pendistribusian yang ada. Pertama, dengan cara memberikan bantuan langsung kepada lembaga pendidikan yang bersnagkutan yang dianggap belum mampu memberikan fasilitas yang baik dan memadai bagi para siswanya.
Dengan bantuan tersebut digunakan untuk meningkatkan sarana yang belum dan telah ada. Selain itu, dana tersebut juga dapat digunakan untuk menyewa pengajar tambahan.
Kedua, dengan cara disalurkan kepada siswa yang dianggap tidak mampu dan membutuhkan tambahan biaya untuk pendidikannya. Siswa ynag dipilih tersebut haruslah masuk dalam ciri-ciri penerima wajib zakat sehingga pengalokasiannya tidak salah sasaran. Diperlukan survei secara berkala untuk melihat perkembangan siswa tersebut karena ditakutkan setelah mendapatkan bantuan tersebut ia justru memutuskan untuk berhenti sekolah.
Pengalokasian zakat pada bidang ini sangatlah penting dikarenakan banyak penduduk Muslim yang berada pada garis kemiskinan memiliki pendidikan yang rendah pula. Mereka beranggapan akhir dari belajar juga akan bekerja, tetapi karena pendidikan mereka yang rendah mereka tidak dapat pekerjaan yang layak dan sesuai dengan keterampilannya masing-masing.
Salah satu upaya inilah yang telah dilaksanakn oleh Baznas dan hasilnya memuaskan.
3.        Mengatasi Ketenagakerjaan dan Pengangguran
Sasarannya dari upaya ini yakni para fuqaha yang belum memilki pekerjaan maupun pekerja yang belum memiliki penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Proyek seperti ini sudah dilaksanakan oleh beberapa lembaga amil zakat (LAZ) baik dari DD Republika, DSUQ, PKPU atau BAZ, seperti yang dilakukan oleh DD Republika dengan Program MM(Masyarakat Mandiri)-nya ataupun program yang lain.[17]
Selain itu alokasinya juga dapat dislaurkan kepada kredit macet baik itu perorangan maupun kelompok. Usaha tersebut akan dibangkitkan yang secara langsung akan mengurangi pengangguran karena penambahan lapangan kerja.
4.        Program Pelayanan Kesehatan
Program pengalokasian selanjutnya yakni pada program kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan juga pedesaan. Kebanyakan masyarakat pedesaan memilih untuk tidak datang ke dokter bukan hanya alasan akomodasi yang sulit tapi juga harga yang harus dibayarkan atas obat yang diperoleh cukup tinggi.
Salah satu program yang dapat dilaksanakan yakni membangun poliklinik yang memberikan pelayanannya dengan harga yang terjangkau maupun gratis mengingat usaha ini bukanlah waralaba. Kegiatan semacam ini telah dilaksanakan oleh BAZ DKI di Jakarta.
Kegiatan atau program lain yang dapat dilakukan adalah membantu fakir miskin yang keluarganya menderita sakit dan tidak mampu untuk menanggung biaya perawatan atau pengobatannya, misalnya melalui Program Dana Sehat.[18]
5.        Panti Asuhan
Kewajiban mengurus anak yatim maupun piatu sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam. Hal tersebut juga diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW. keikutsertaan Umat Islam dalam mengatasi hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mendirikan Panti Asuhan atau bahkan secara langsung mengangkat anak yatim untuk dijadikan anak serta dididik dengan baik. Kedua hal tersebut sangat disarankan karena hasil yang sangatlah efektif. Namun, dalam pengelolaan panti asuhan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Zakat itulah yang dapat diproyeksikan dalam pembiayaan yang digunakan.
Penyaluran zakat tersebut dapat berupa uang atau fresh money maupun pelatihan soft skill bagi anak yatim agar nantinya mereka siap ketika berada di masyarakat.
6.        Sarana Peribadatan
Pemanfaatan dana zakat untuk sarana peribadatan baik untuk masjid maupun musholla sudah banyak dilaksanakan di Indoenesia. Biasanya dalam pengelolaannya dilaksanakan oleh badan amil setempat.
Pemikiran bahwa zakat itu dapat dipergunakan untuk keperluan pembangunan tempat ibadah, dapat dikatakan merupakan titik tolak perkembangan pemikiran atas penafsiran dari kata “fii sabilillah” (ayat al- Qur’an).[19]
4.4    Peluang Penerapan Sistem Zakat Di Indonesia
Apabila zakat di Indonesia diwajibkan kepada seluruh umat Islam di Indonesia maka tidak akan lagi warga Indonesia yang akan kelaparan maupun menderita penyakit kuranga gizi. Dengan adanya zakat maka rakyat kecil yang tidak meiliki kekuasaan maupun uang akan dapat hidup dengan layak seperti yang lain. Namun, yang menjadi batu ganjalan disini yakni hukum negara Indonesia bukanlah hukum Islam dan bukanlah negara Islam.
Meski begitu udah mulai banyak warga Muslim Indonesia yang mulai sadar untuk menunaikan kewajibannya membayar zakat ,namun ada sebagian lagi yang malah bertingkah tidak peduli dengan kewajibannya sendiri. Sosialisasi sendiri memang tidak terlalu digembar-gemborkan. Namun, apabila satu saja orang yang berpengaruh mau memulai membayar zakat maka yang lain juga akan ikut berpartisipasi dengan sendirinya.
Dalam konteks agama Islam kita diajarkan untuk tidak memutar uang hanya di kalangan atas saja melainkan seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sistem yang telah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW dimana masyarakat saat itu sangat makmur. Yang pada masa itu tidak ada satu pun warga yang berhak mendapatkan zakat dikarenakan seluruh masyarakatnya sudah makmur dan tidak lagi membutuhkan bantuan. Sementara itu zakat juga terdapat pada UU Zakat No. 23 Tahun 2011.
Meski telah ada UU yang mengatur tentang zakat, pada kenyataannya hal tersebut jarang dilakukan oleh Umat Islam sendiri. Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam sesuai dengan firman Allah SWT berikut: (Q.S al-Baqarah: 43)
 وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”
Hal tersebut sudah sangat jelas.  Namun, yang perlu digaris bawahi adalah Zakat tidak dapat diwajibakan bagi warga Non-Muslim. Tujuannya sendiri adalah membantu rakyat miskin serta mensejahterakannya sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat diperkecil dan akhirnya semua rakyat akan sejahtera. Hal tersebut sesuai dengan Q.S al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
Perjalanan pengelolaan zakat di Indonesia belum maksimal ditandai dengan masih tingginya angka kemiskinan di umat islam itu sendiri. Idealnya jumlah umat islam yang mayoritas dapat menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan di bidang ekonomi yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan umat. Ini semua dikarenakan kendala terhadap beberapa hal. Alasannya adalah SDM yang kurang memadai. Rendahnya SDM menjadi pengaruh kurang maksimalnya penghimpunan dan pentasyarufan zakat.[20]
Setelah disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ternyata belum dapat menjawab ekspektasi publik tentang meningkatnya kesejahteraan kaum fuqara’ dan masakin. Padahal, pada saat pengesahan sebagian anggota DPR menyatakan optimisme-nya akan meningkatnya kesejahteraan rakyat miskin. Undang-undang ini meskipun sebagai pengganti UU. Nomer 38 Tahun 1999, sifatnya masih sama yaitu Undang-Undang tentang pengelolaan zakat. Artinya, undang-undang ini mengatur “sebatas” pengelolaan zakat dan konsekuensinya dan belum mengatur pada ranah pembangkangan terhadap zakat. Karena “hanya” mengatur pengelolaan zakat maka bila ada orang yang enggan membayar zakat maka tidak ada sanksi apapun.[21]
Dalam perkembangannya dengan adanya Undang-Undang di atas dibentuklah suatu badan BAZ maupun LAZ yang melaksanakan pengelolaan zakat. Dalam skala yang luas setara dengan Indonesia zakat dapat disalurkan dalam bentuk sosial-konsumtif maupun sosial-investatif dengan program berikut ini:
LAZ
Kelompok Program
Program Pemberdayaan
BMM
bantuan produktif
pembinaan ekonomi melalui usaha produktif. Bantuan modal kerja dengan sistem channeling. Bantuan modal usaha
bantuan sosial
bantuan sandang, pangan, papan, bantuan pemeriksaan kesehatan.
bantuan inventasi
beasiswa bagi pelajar dhuafa yang berprestasi
BSM
bantuan produktif
bantuan modal usaha produktif
bantuan sosial
bantuan kesehatan bantuan bencana musibah
bantuan iventasi
beasiswadan beaguru
YBM BRI
bantuan produktif
bantuan modal bagi pendagang kecil bantuan bencana alam
bantuan sosial
perawatan kesehatan dan juga pengobatan
bantuan iventasi
beasiswa (biaya masuk SPP, buku pelajaran dan perlengkapan belajar)
Bamuis BNI
bantuan produktif
bantuan modal usaha kecil (hibah bila omzet sampai RP 50.000 hari dan dana bergulir bila omzet sampai RP 200.00 hari). Bantuan model usaha dhuafa pembinaan usaha.
bantuan sosial
bantuan biaya pengobaatan dan perawatan bantuan kemanusiaan ronvasi sarana ibadah dan sosial
bantuan iventasi
beasiswa (SD-S1 dan juga kursus keterampilan).
YAT
bantuan produktif
pengembangan ekonomi (Qardhul Hasan, produktif dan non produktif) kemitraan lembaga ekonomi syariah
bantuan sosial
bantuan biaya hidup rutin dan insidental. Pembangunan sarana ibadah dan sosial, pembinaan keislaman.
bantuan iventasi
beasiswa dan berguru
BMT
bantuan produktif
bantuan modal usaha produktif, dan penaggulangan utang.
bantuan sosial
bantuan perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit bantuan kemanusiaan (bencana/musibah)
bantuan investasi
Beasiswa
DSUQ
bantuan produktif
bantuan kredit tanpa bunga, pembinaan kewirausahaan.
bantuan sosial
layanan kesehatan gratis, destribusi daging qurban, bantuan kemanusiaan dan sosial.
bantuan invenstasi
beasiswa dan satunan bulanan bagi pelajar dhuafa.
DDR
bantuan produktif
progam ternak domba sehat, usaha pertaniaan sehat, usaha hasil tani industri tepung tapioka rakyat FES swalayan, pembiayaan usaha kecil menengah, depo pengasong dan progam masyarakat mandiri
bantuan sosial
bantuan hidup rutin dan insidential bantuan biaya pengobatan, layanan kesehataan Cuma-Cuma (LKC). Bantuan sewa rumah, pakaian kegiatan dakwah, santunan dan bantuan dan pembekalan bagi pejalan yang berbakti bagi kepentingan umat isalam bantuan bencana islam dan konflik sosial
bantuan inventasi
bantuan pendidikan agama dan kegiatan dakwah . Beasiswa SLTA untuk pelajar SLTA, SMK dhuafa beasiswa cerdik untuk tenaga profesional, beastudi ikatan dinas, pelahan ketrampilan aplikasi, manage ment trainee, dan sekolah formal (SLTP/SLTA)
BAZ DKI
bantuan produktif
bantuan modal kerja produktif
bantuan sosial
santunan untuk fakir miskin, sabilillah, mualaf, gharimin, ulama, mubaligh dan ibnusabil
bantuan inventasi
beasiswa, beaguru, penyuluhan
BAZNAS
bantuanm produktif
bantuan modal kerja, pinjaman kredit, bantuan manajemen, sarana kerja, konsultasi usaha, bina usaha strategis, asset reform.
bantuan sosial
bantuan sandang, pangan, papan, penyelesaian hutang, mahar perkawinan, bantuan bencana dan konflik sosial, perawatankesehatan dan pengobatan, santunan dai dan sarana dakhwa.
bantuan ivenstasi
pembangunan klinik, pembangunan perpustakaan, pembangunan sekolah alternatif terpadu, bantuan biaya pendidikan, beasiswa, pelatiahan keterampilan, pengembangan profesi.
Tabel 4.1 Program Pembiayaan dengan Dana Zakat
Sumber: Diolah dari laporan masing-masing LAZ
Apabila hanya sekedar potensi tanpa tindak lanjut maka potensi yang ada tersebut akan sia-sia saja.









BAB V
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Potensi zakat yang ada di Indonesia sangatlah besar dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim. Dalam pelaksanaan zakat terdapat dua jenis yakni zakat fitri dan zakat maal (harta). Pada jenis yang pertama yakni zakat fitri sudah sangatlah baik mengingat zakat ini merupakan kewajiban bagi seluruh umat dan hanya dilaksanakan 1 tahun sekali.
Sementara itu zakat maal cenderung diabaikan oleh Umat Islam itu sendiri. Jangankan zakat kewajiban secara yuridis seperti pajak saja banyak yang tidak melaksanakannya. Oleh karena itu perlu sistem yang kuat agar potensi zakat yang di Indonesia tidak sia-sia.
Potensi zakat sendiri dapat diambil dari berbagai bidang yang telah disebutkan sebelumnya pada bab pembahsan. Potensi zakat dari bidang pertanian saja  sebesar Rp. 65.442.800.000,-
Tujuan dari pendayagunaan zakat tersebut dapat didistribusikan untik memperbaiki taraf hidup masyarakat banyak. Penekana n peneima zakat tersebut yakni dari golongan menengah ke bawah seperti petani kecil, buruh tani, nelayan, maupun pedagang kecil.
Selain itu dana zakat dapat juga disalurkan melalui beasiswa bagi siswa yang kurang mampu guna mendapatkan pendidikan yang layak tanpa terbebani biaya yang tinggi. Zakat juga dapat digunakan dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran.
Hal di atas dapat diwujudkann dengan adanya program pelatihan soft skill serta pemberian modal bagi pelaku industri kreatif bertaraf kecil maupun home industri.selain itu zakat juga dapat disalurkan kepada pendayaan anak yatim yang merupakan kewajiban bagi Umat Muslim. Satu lagi bidang yang dapat disentuh dalam pendistribusian zakat yakni sarana peribadatan.
Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang dipungut dari orang kaya dan diberikan kepada yang miskin.[22] Oleh karena itu tujuannya adalah menditribusikan harta di masyarakat dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun umat muslim yang tertin ggal dalam keadaan miskin.[23]
5.2    Saran
Bagi masyarakat Muslim Indonesia untuk dapat lebih sadar diri akan kewajibannya dalam mengeluarkan zakat bukan hanya untuk zakat fitri saja namun juga zakat maal. Masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membantu pemerintah dalam hal pemertaan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat.
Bagi insan akademis, untuk lebih lagi melaksanakan sosialisasi terhadap masyarakat tentang adanya badan pemerintah yang melaksanakan kegiatan penghimpunan zakat di Indonesia.
Bagi pemerintah harusnya lebih gencar dalam hal sosialisasi secara meluas bukan hanya di daerah kota saja namun juga di daerah pedesaan. Mengingat besarnya potensi zakat yang Indonesia miliki pemrintah haruslah bekerjasama dengan berbagai pihak agar badan dan juga program yang telah direncanakan tidak hanya ja;an di tempat saja.


































DAFTAR PUSTAKA

al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi, Shalah. 2015. Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu terjemahan Fikih Ekonomi Islam. Jakarta: Darul Haq.

Atabik, Ahmad. 2015. Manajemen Pengelolaan Zakat yang Efektif di Era Kontemporer. Jurnal Zakat dan Wakaf. Vol. 2 No. 1.

Harafah, L. M. 2010. Zakat sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 3 No.2.

http://bps.go.id

http://karyatulisilmiah.com

http://kompasiana.com

http:// lazismu.pdmjogja.org

http:// radarcirebon.com

http:// republika.co.id

Khasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern. Malang: UIN Maliki Press.

Nasution, Mustafa Edwin. 2010. Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

Suprayitno, Eko. 2013. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.



[1] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 31.

[2]Jarak Si Kaya dan Si Miskin Dunia Kian Melebar”,  http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/05/22/noqwsr-jarak-si-kaya-dan-si-miskin-dunia-kian-melebar,  diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pukul 16:05 WIB.

[3] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam,  32.
[4] Ibid, 33.
[5] Ibid, 34.
[6] Ibid, 36.
[7] Ibid, 36.
[8] “Pengertian Tabungan”, http://karyatulisilmiah.com/pengertian_tabungan/ diakses pada tanggal 04 Juli 2017 pada pukul 08:35 WIB
[9] Ibid,
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] “Baznas Targetkan Perolehan Zakat Naik 15 Persen”, http://www.radarcirebon.com/baznas-targetkan-perolehan-zakat-naik-15-persen.html, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada pukul 21:56 WIB.
[13] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, 32.
[14] Ibid, 38-39.
[15] Ibid, 39.
[16] Ibid, 40.
[17] Ibid, 46.
[18] Ibid, 47.
[19] Ibid, 48.
[20]“Hambatan dan Tantangan Pengelolaan Z.I.S di Indonesia”, http://lazismu.pdmjogja.org/hambatan-dan-tantangan-pengelolaan-z-i-s-di-indonesia/, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada pukul 16:44 WIB.
[21] “Cara Pengelolaan Zakat”, http://www.kompasiana.com/nurasiah/cara-pengelolaan-zakat_552c85056ea834a6568b4570, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 pada pukul 16:55 WIB.
[22] L. M. Harafah, Zakat sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonmomi Umat, Jurnal Al-‘Adl, (2 Juli 2010, Vol. 3 No.2), 6.
[23] Ibid, 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar