MAKALAH
Ba’i At Taqshid Dalam Kegiatan Jual Beli Motor Secara
Kredit Berdasarkan Perspektif Islam
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hadist Iqtishodi
Dosen Pengampu:
Dr. Abdurrahman S.Ag., M.E.I
Disusun oleh
Zakiyatur Rahmah (150721100126)
PROGRAM STUDI
EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ba’i At Taqshid Dalam Kegiatan
Jual Beli Motor Secara Kredit Berdasarkan Perspektif Islam” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam pelajaran Hadist Iqtishodi. Makalah
ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para
pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Abdurrahman S.Ag.,
M.Hi selaku
Dosen mata kuliah Hadist Iqtishodi dan terima kasih kepada teman – teman yang
membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Bangkalan,
04 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3
Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Ba’i at Taqshid....................................................................... 3
2.2 Rukun Ba’i at Taqshid.................................................................................. 4
2.3 Syarat
Ba’i at Taqshid................................................................................... 4
2.4 Landasan Hukum Ba’i at Taqshid................................................................. 6
2.5 Hukum Ba’i at Taqshid................................................................................. 7
2.6 Mekanisme Kegiatan Ba’i at Taqshid........................................................... 9
2.7 Pihak
dalam Ba’i at Taqshid ........................................................................ 10
2.8 Pelaksaan Ba’i at Taqshid Saat
Ini................................................................ 11
2.9 Dampak Ba’i at Taqshid................................................................................ 12
2.10 Cara Mengatasi Dampak
Negatif Ba’i at Taqshid........................................ 13
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAPIRAN........................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jual
beli dengan harga yang berbeda karena perbedaan waktu pembayaran pada dasarnya
sah menurut Islam. Transaksi seperti itu dikenal dengan kredit.
Kredit
dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Kredit adalah membeli barang
dengan harga yang berbeda antara tunai dengan tenggang waktu. Ini dikenal
dengan istilah ba’i at taqshid atau ba’i at tsaman ‘ajil.
Jual beli secara kredit dibolehkan
dalam hukum jual beli secara Islami. Kredit adalah membeli barang dengan harga
yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai tunai dengan bila dengan
tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah: bai` bit taqshid atau bai`
bits-tsaman `ajil. Gambaran umumnya adalah penjual dan pembeli sepakat
bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah dipastikan nilainya
(y) dengan masa pembayaran (pelunasan) (z) bulan.
Sedangkan hadits yang sering
dijadikan dasar pelarangannya, sebenarnya bukan dallil yang tepat. Sebab jual
beli kredit bukan jual beli dengan dua harga, tetapi jual beli dengan satu
harga. Dua harga hanyalah pilihan di awal sebelum ada kesepakatan. Tapi begitu
sudah ada kesepakatan, penjual dan pembeli harus menyepakati satu harga saja,
tidak boleh diubah-ubah lagi.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimana konsep dasar Ba’i at Taqshid?
b.
Bagaimana rukun Ba’i at Taqshid?
c.
Bagaimana persyaratan adanya Ba’i at Taqshid?
d.
Bagaimana landasan hukum Ba’i at Taqshid?
e.
Bagaimana hukum Ba’i at Taqshid sesuai dengan landasan hukumnya?
f.
Bagaimana mekanisme kegiatan Ba’i at Taqshid?
g.
Bagaimana keterlibatan beberapa pihak dalam Ba’i at Taqshid?
h.
Bagaimana Ba’i at Taqshid dalam pelaksanaannya saat ini?
i.
Bagaimana dampak positif maupun negatif adanya Ba’i at Taqshid?
j.
Bagaimana cara mengatasi dampak negatif Ba’i at Taqshid?
1.3 Tujuan Masalah
a. Mengetahui konsep dasar Ba’i at Taqshid.
b. Mengetahui rukun Ba’i at Taqshid.
c. Mengetahui persyaratan adanya Ba’i at Taqshid.
d. Mengetahui landasan hukum Ba’i at Taqshid.
e. Mengetahui hukum Ba’i at Taqshid sesuai dengan landasan hukumnya.
f. Mengetahui mekanisme kegiatan Ba’i at Taqshid.
g. Mengetahui keterlibatan beberapa pihak dalam Ba’i at
Taqshid.
h. Mengetahui Ba’i at Taqshid dalam pelaksanaannya saat ini.
i.
Mengetahui dampak positif maupun negatif adanya Ba’i at Taqshid.
j.
Mengetahui cara mengatasi dampak negatif Ba’i at Taqshid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Ba’i at Taqshid
Menurut
etimologi jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan sesuatu
(yang lain). Kata lain dari al-ba’i adalah asy-syira’, al-mubadah,
dan at-tijarah.[1] Pendapat
lainnya yakni Al ba’i secara bahasa adalah masdar dari baa'a arti asalnya:
pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam arti “transaksi” secara
majaz, karena al ba’i menjadi sebab kepemilikan. Al ba’i umum digunakan juga atas tiap-tiap
satu dari dua orang yang bertransaksi (al ba’i bisa diartikan penjual). Tetapi
kata-kata al ba’i ketika disebut secara bebas yang paling cepat bisa
diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al
bai’ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan” (al Mishbahu al Munir 69).[2] Dalam buku
Fiqih Islam Wa Aadilatuhu Jilid 4 disebutkan bahwa jual beli dalam bahasa arab dikenal dengan al-ba’i
yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Menurut
istilah, Al Qolyuby memberikan ta’rif al ba’i adalah transaksi tukar
menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat
untuk selamanya bukan karena adanya tujuan taqarrub (Hasyiah Qolyuby
2/152 dan al Mausu’ah 22/50). Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya
haram.[3] Menurut ulama
Hanafiyah jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan
cara khusus (yang dibolehkan). Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’
adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.[4]
Taqshid secara bahasa
artinya mengangsur atau yang pada masa kini lebih dikenal dengan kredit. Kredit
adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk
tunai dengan bila dengan tenggang waktu.[5]
Transaksi jual beli yang cara pembayarannya secara
berangsur dengan harga yang berbeda antara pembayaran bila dilakukan dengan
cash atau tunai dibanding dengan tenggang waktu disebut
ba’i
at taqshid atau
ba’i
at tsaman `ajil.
Disebutkan dalam buku Islamic Banking disebutkan bahwa “Al-ba’i
bi tsaman ajil) fiancing is more populary known as murabahah.”[6] Dari
penggalan kalimat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaannya
biasa disebut dengan murabahah.
2.2
Rukun Ba’i at Taqshid
Agar jual beli sah dan halal,
transaksi yang berlangsung haruslah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun
adalah sesuatu yang harus ada didalam transaksi. Begitu pula dengan transaksi ba’i
at taqshid. Rukun dalam ba’i at taqshid sama dengan rukun yang ada
dalam rukun jual beli yakni:
a.
Adanya pihak penjual dan pembeli
Dalam
pelaksanaannya di sistem perbankan syariah nasional dilakukan oleh nasabah dan
pihak bank.
b.
Adanya uang dan benda
Pihak bank akan menalangi
terlebih dahulu uang yang akan digunakan yang kemudian akan dibayarkan kemudian
oleh nasabah secara berkala (taqshid) yang dalam perbankan syariah
menggunakan akad murabahah.
c.
Adanya akad jual beli (ijab qabul)[7]
2.3
Syarat Ba’i at Taqshid
Dalam melakukan kegiatan ba’i
at taqshid perlu diketahui dan dilaksanakan syarat-syarat yang berlkau
sesuai dengan syariat Islam yakni sebagai berikut:
a.
Harga harus disepakati di awal.
Harga harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya
dilakukan kemudian. Harga yang ditetapkan harus sesuai dengan harga umu yang
ada di pasaran pada saat itu. Harga tidak boleh mendzalimi salah satu maupun
kedua belah pihak. Hal tersebut sesuai dengan larangan riba namun diperbolehkan
melakukan jual beli. Namun, perlu digaris bawahi bahwa kesepakatan yang
dilakukan dalam jual beli diharuskan untuk saling ridha tanpa adanya paksaan
sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu” [An-Nisaa : 29]
Hukum
jual beli ini tidak sah dan perpindahan barang dan status uang dan barang
adalah haram.[8]
b.
Tidak boleh diterapkan sistem
perhitungan bunga
Tidak boleh
diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami
keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku.[9]
Adanya bunga hanya akan memberatkan bagi pembeli.
c.
Pembayaran cicilan disepakati kedua
belah pihak
Pembayaran
cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi. Apabila hal
tersebut tidak disepakati dari awal dikhawatirkan terjadi prakter gharar
atau penipuan yang memnyebabkan penjual merugi.
d.
Perikatan diadakan secara tertulis atau
dengan dua orang saksi
Islam tidak melarang melakukan
jual beli secara kredit. Justru memberi pedoman agar jual beli tersebut
memberikan berkah bagi kedua belah pihak. Berikut adalah salah satu pedoman
yang dapat digunakan untuk melakukan jual beli secara kredit:
يَأَ يُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاإِذَاتَدَايَنْتُمْ
بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al
Baqarah: 282)
Dalam ayat tesebut terkandung
makna bahwa apabila terjadi transaksi jual beli dengan jangka waktu maka
dianjurkan untuk ditulis untuk memberikan kepastian kepada masing-masing pihak
yang terlibat di dalam perserikatan itu. Di samping itu, dapat dihindarkan adanya
kemungkinan sengketa di antara pihak-pihak yang berkepentingan.[10]
e.
Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila
terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
f.
Penjual harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian.[11]
2.4
Landasan Hukum Ba’i at Taqshid
Dalam kredit dikenal istilah
bunga yang biasa dipakai di lembaga keungan konvensional. Terlebih dahulu akan
dipaparkan tentang landasan hukum tentang riba. Berikut adalah ayat al Qur’an
yang menerangkan tentang riba:
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (سورة البقرة :
٢٧٥) .
“....
dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ . . . (سورة البقرة :
٢٧٥) .
“ Orang-orang yang makan riba mereka
tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila....”(QS. Al Baqarah: 275)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (سورة آل عمران :
١٣٠)
“Wahai orang-orang yang beriman
janganlah kalian makan riba dalam keadaan berlipat ganda dan bertakwalah kalian
kepada Allah agar kalian beruntung.”(QS. Ali Imron: 13)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ،
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا
، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ
الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ " (" أخرجه البخاري ( الفتح
٥ / ٣٩٣ ـ ط السلفية ) ، ومسلم ( ١ / ٩٢ ـ ط الحلبي ) . (الموسوعة ٢٢/٥٢).
“Dari
Abu Hurairah R.A. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: Jauhilah tujuh amalan yang
menjadi pelebur dosa, mereka berkata : apakah amalan2 itu ya Rasulullah s.a.w.?
beliau bersabda: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari
medan perang dan menuduh berbuat zina kepada seorang mukminat terhormat yang
lalai.” (H.R.
Al Bukhari, al fath 5/393 cet. Salafiah, Muslim
1/92 cet. Al Halabi, al Mausu’ah 22/52)
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ : لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ ، وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ > (أخرجه مسلم ٣ / ١٢١٩ ـ
ط الحلبي ) .
“Dari Jabir ibn Abdillah r.a. dia
berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Orang yang makan riba, orang yang memberi
makan riba, penulisnya dan dua orang saksinya hukumnya sama saja.” (HR. Muslim)
2.5
Hukum Ba’i at Taqshid
Terdapat perbedaan tentang
hukum ba’i at taqshid. Da ulama yang memperbolehkan dan ada juga yang
menghukumi haram.
a.
Diperbolehkan
Terdapat kaum ulama yang berpendapat bahwa jual beli
kredit diperbolehkan diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam
Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut
para ulama yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat yang sudah
dijelaskan sebelumnya.[12]
Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT berikut ini yang memperbolehkan
dalam jual beli yang pembaysarannya tertunda:
يَأَ يُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاإِذَاتَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ
إِلَى أَجَلٍ مُّسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al
Baqarah: 282)
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan
dengan jual beli as salam (salam adalah kebalikan kredit yaitu
uang dibayar di muka kontan sedangkan barang diberikan secara tertunda) saja.
Imam Al Qurthubi menerangkan arti dari hadist tersebut adalah kebiasaan
masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya
ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam
berdasarkan ijma' ulama."(Tafsir Al Qurthubi 3/243)
Selain
ayat diatas, jual beli menggunakan akad ba’i at taqshid juga
diperbolehkan berdasarkan hadist berikut ini:
“Dari Aisyah
berkata, "Sesungguhnya Rasulullah rnembeli makanan dari seorang Yahudi
dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi
beliau kepada orang tersebut sebagai gadai.” (HR. Bukhari 2068, Muslim 1603)
Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan
untuk melakukan jual beli dengan cara ba’i at taqshid. Kemudian berikut
adalah firman Allah yang memperbolehkan adanya tambahan harga jika menggunakan
akad ba’i at taqshid:
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَءَامَنُوْالاَتَأكُلُوْاأَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ إِلاَّأَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling mernakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jaian perniagaan yang berlaku dengan suka
sarna suka diantara kamu.” (Q.S.
An Nisa': 29)
Keumuman
ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit
dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat
ini.
b.
Tidak diperbolehkan
Dalam hukum yang menyatakan tidak boleh akan langsung
disebutkan dalam contoh Ali menawarkan sepeda
motor kepada Iwan dengan harga Rp 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan
ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2% dari Rp 12 juta atau dari
sisa uang yang belum dibayarkan.
Transaksi
seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga
dengan pasti (fix), tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan
masa cicilan. Yang seperti ini jelas haram.hal
tersebut sesuai firman Allah tentang riba yang telah dijelaskan pada awal tadi.
Al-Qaradawi
dalam buku Halal Haram mengatakan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga
diperkenankan. Rasulullah SAW sendiri pernah membeli makanan dari orang Yahudi
dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si
penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa
dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya
dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama
dengan riba.
Tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkan jual beli
kredit ini, karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual
beli kredit tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena
itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak
sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi
demikian, maka jelas hukumnya haram.[13]
2.6
Mekanisme Kegiatan Ba’i at Taqshid
Dalam sistem perbankan syariah
transaksi ba’i at taqshid diterapkan dalam akad murobahah (dalam pembiayaan
konsumsi).
Pembeli yang akan membeli
sepeda motor tersebut akan datang ke pihak dealer pemyedia sepeda motor dan
memilih sepeda motor mana yang akan ia beli. Kemudian, pembeli akan memberikan
sejumlah uang sebagai uang muka sepeda motor yang ia beli. Dikarenakan hal
tersebut pembeli harus melakukan perjanjian dengan pihak penyedia dana untuk
mengisi sisa dana yang dibutuhkan untuk melunasi sepeda motor tersebut. Pihak bank
harus memberi tahu harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya
disepakati kedua belah pihak.[14]
Pihak dealer akan melakukan kerjasama dengan pihak
lembaga keuangan yang bersedia untuk melunasi uang sepeda motor tersebut
sehingga pihak pembeli akan membayar angsuran tersebut pada pihak lembaga
keuangan dalam hal ini adalah bank syariah.
Kemudian akan dilaksanakan akad
perjanjian dimana ditentukan bahwa sampai jangka waktu tertentu besaran
tambahan harga. Hal tersebut berbeda jika kita melakukan perjanjian dengan bank
konvensional yang menerapkan sistem bunga sebanyak angsuran yang dilakukan.
Pembeli akan mulai membayar
angsurang setiap bulannya dengan besaran yang sama tanpa takut pinjamannya
semakin banyak apabila sampai menunggak. Setelah semua angsuran selesai maka
sepeda motor tersebut sudah menjadi hak sepenuhnya pembeli. Namun, apabila
pembeli tidak dapat melunasi maka sepeda tersebut akan ditarik kembali dan akan
dijual. Uang penjualan tersebut akan digunakan untuk mennganti hutang pembeli
tersebut yang selebihnya akan diberikan pada pembeli.
2.7
Pihak dalam Ba’i at Taqshid
Berikut adalah pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi juala beli ba’i ata taqshid:
a.
Pembeli (nasabah)
Merupakan orang yang akan
melakukan transaksi pembelian akan sepeda motor yang ia inginkan dan merupakan
orang yang akan membayar pembayaran angsuran sepeda motor tersebut.
b.
Penjual (nasabah)
Merupakan penyedia sepeda kotr
yang akan ditransaksikan. Dealer sendiri juga serimg disebut dengan supplier.
c.
Lembaga Keuangan (Bank Syariah)
Dalam pembayaran kepada dealer
akan dilakukan oleh bank syariah sehingga pembeli akan melakukan pembayaran
angsuran langsung kepada pihak lembaga keuangan ini.
2.8
Pelaksaan Ba’i at Taqshid Saat Ini
Dalam praktek saat ini lebih banyak menggunakan akad ba’i at taqshid
melalui bunga yang merupakan riba. Sementara pemerintah Indonesia mulai
menggalakkan ekonomi dalam prinsip syariah Islam. Untuk lebih jelasnya agar
bisa dibedakan antara sistem kredit yang dibolehkan dan yang tidak, kami contohkan
dua kasus sebagai berikut :
Contoh 1 : Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta.
Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran
dicicil (kredit). Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus
dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang
ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal.
Transaksi seperti ini dibolehkan dalam Islam.
Contoh 2 : Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta.
Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena
bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan. Transaksi
seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan
pasti, tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang
seperti ini jelas haram.[15]
Kebanyakan dealer pengkreditan
sepeda motor saat ini menggunakan sistem nomor dua yang dilarang dalam agama
Islam. Salah satu kemudharatan dari sitem nomor dua adalah apabila kita
menunggak pembayaran dan sepeda kita diambil paksa. Dalam hal ini, biasanya
pihak dealer akan menjual kembali sepeda kita. Sebagai contoh sepeda motor yang
kita kredit seharga 8 juta dan kita sudah melunasinya 6 juta, jadi hutang kita
2 juta. Kemudian pihak dealer menjual sepeda tersebut dan laku sebesar 6 juta.
Sebenarnya 4 juta tersebut merupakan hak kita namun kebanyakan tidak diberikan
pada kita. Selain itu, harga akan semakin tinggi
Hal tersebut dapat dilihat
pelaksanaannya di salah satu Bank Syariah di Indonesia yakni Bank BNI Syariah.
Salah satu produk unggulannya adalah OTO ib Hasanah yang bergerak dalam bidang
pengkreditan sepeda motor.
Berikut adalah perhitungan yang
dilakukan oleh pihak bank dalam pembiayaannya yang dapat diciba di laman resmi
mereka:
Dalam aplikasi tersebut
terlihat bahwa dalam pelaksanaan kredit motornya, BNI Syariah menggunakan
sistem 2 harga dan bukan bunga. Diumpamakan sepeda motor yang akan dikredit
seharga Rp. 12.000.000,- dengan uang muka Rp. 2.400.000,- sehingga nilai
pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank adalah sebesar Rp. 9.600.000,-. Pihak
bank akan langsung melakukan kalkulasi dan hasilnya akan langung muncul jumlah
keuntungan yang akan diterima pihak bank dari prmbiayaan tersebut. Dalam gambar
tersebut terdapat harga awal kendaraan tersebut dan harga yang yang harus
dibayar oleh nasabah dengan jangka waktu tertentu.
2.9
Dampak Ba’i at Taqshid
Dalam transaksi ba’i at
taqshid secara syariah tidak ditemukan satu pun dampak buruk atau kekurangan
yang ada. Hal tersebut berbeda dengan transaksi ba’i at taqshid secara
konvensional. Berikut adalah dampak negatif dari transaksi tersebut:
a.
Terdapat jumlah tambahan apabila pembayaran
melebihi jangka waktu yang ditentukan.
Dalam hal ini, tambahan semakin
bertambah sesuai dengan jangka waktu yang dilakukan tidak seperti dalam prinsip
syariah yang tambahannya sudah ditentukan dari awal.
b.
Apabila terjadi pengambilan paksa barang tersebut
maka kelebihan keuntungan dari penjualannya tidak diberikan pada nasabah.
Sedangkan berikut adalah keuntungan menggunakan transaksi ba’i at taqshid
baik secara syariah maupun konvensional:
a.
Mempermudah masyarakat dengan ekonomi menengah ke
bawah dalam memenuhi kebutuhannya.
b.
Mempermudah dalam pembayarannya karena dengan cara
diangsur.
c.
Memberikan keuntungan bagi semua pihak untuk
memperoleh keuntungan.
d.
Dapat menggunakan barang yang ia beli lebih awal
meski belum lunas pembayarannya.
e.
Tidak meragukan dalam kehalalan transaksinya
(jika sesuai syariah)
2.10Cara Mengatasi
Dampak Negatif Ba’i at Taqshid
Setiap transaksi pasti menimbulkan dampak positif maupun
negatif. Namun, dampak yang perlu diatasi dan dipelajari lebih lanjut adalah
nampak negatifnya. Dalam permasalahan yang telah dibahas dari awal tadi hanya
satu yakni memilih transaksi ba’i at taqshid di lembaga keuangan yang berbasis
syariah. Telah dijelaskan tadi bahwa dalam konteks syariah tidak terdapat satu
kekurangan pun.
Hal tersebut merupakan satu-satunya penyelesaian ynag
paling simpel dalam permasalahan tersebut. Sebagai seorang muslim kita haruslah
mendahulukan segala transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Dikarenakan
Allah SWT sudah mengatur syariat dengan yang terbaik sehiungga hanya akan
membawa kemaslahatan saja bukan kemudharatan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Al ba’i secara bahasa adalah masdar
dari baa'a arti asalnya: pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam
arti “transaksi” secara majaz, karena al ba’i menjadi sebab kepemilikan.
Al ba’i umum digunakan juga atas tiap-tiap
satu dari dua orang yang bertransaksi (al ba’i bisa diartikan penjual). Tetapi
kata-kata al ba’i ketika disebut secara bebas yang paling cepat bisa
diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al
bai’ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan” (al Mishbahu al Munir 69).
Menurut
istilah, Al Qolyuby memberikan ta’rif al ba’i adalah transaksi tukar
menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat
untuk selamanya bukan karena adanya tujuan taqarrub (Hasyiah Qolyuby
2/152 dan al Mausu’ah 22/50). Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya
haram.
Taqshid secara bahasa
artinya mengangsur atau yang pada masa kini lebih dikenal dengan kredit. Kredit
adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk
tunai dengan bila dengan tenggang waktu.
Transaksi jual beli yang cara pembayarannya secara
berangsur dengan harga yang berbeda antara pembayaran bila dilakukan dengan
cash atau tunai dibanding dengan tenggang waktu disebut
ba’i
at taqshid atau
ba’i
at tsaman `ajil.
DAFTAR PUSTAKA
A. Karim, Adiwarman. 2008. Islamic Banking; Fiqh And Financial Analysis;
Edisi Ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Az- Zuhaili, Wahbah. 1984. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz 4. Syiriah.
Bhinadi, Ardito. Tujuh Transaksi yang Haram. http://muamalah-ardito.blogspot.co.id/2012/03/tujuh-transaksi-yang-haram.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.30
WIB.
Departemen Agama RI. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi.
Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan.
Hukum
Kredit Motor Dalam Pandangan Ekonomi Islam.
http://trendmuslim.com/5557-2/ diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.45
WIB.
Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis-hadis
Ekonomi. Malang: UIN Malang Press.
Nur Rianto Al Arif, M. 2010. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah.
Bandung: Alfabeta.
Rahman, Abdur dan Setiawan, Firman. 2016. Tahfidz dan Hadits Iqtishady.
Pamekasan: Duta Media.
Rukun Dan Syarat Jual Beli Menurut Islam . http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2015/07/rukun-dan-syarat-jual-beli-menurut-islam.html,
diakses pada tanggal 18 Okober 2016 pada pukul 16.20 WIB.
Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Tirmidzi, Erwandi. Akad Ba’i Terpaksa, https://almanhaj.or.id/3241-akad-bai-terpaksa.html diakses pada tanggal 12 November 2016 pada pukul 18.00
WIB.
Tanjung. Bagaimana Hukum Jual Beli Dua Harga dan dengan Kredit?, http://artikelkuislami.blogspot.co.id/2011/10/bagaimana-hukum-jual-beli.html
diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pada pukul 09.35 WIB.
LAMPIRAN
[2]
Dr. H. Ardito Bhinadi, SE., M.Si, Tujuh Transaksi yang Haram, http://muamalah-ardito.blogspot.co.id/2012/03/tujuh-transaksi-yang-haram.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.30
WIB.
[5] Hukum Kredit Motor
Dalam Pandangan Ekonomi Islam,
http://trendmuslim.com/5557-2/ diakses
pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.45 WIB
[6] Adiwarman A.
Karim, Islamic Banking; Fiqh And Financial Analysis; Edisi Ketiga,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 98.
[7] Rukun Dan Syarat
Jual Beli Menurut Islam , http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2015/07/rukun-dan-syarat-jual-beli-menurut-islam.html,
diakses pada tanggal 18 Okober 2016 pada pukul 16.20 WIB.
[8]
Ustadz Dr Erwandi Tirmidzi MA, Akad
Ba’i Terpaksa, https://almanhaj.or.id/3241-akad-bai-terpaksa.html diakses pada tanggal 12 November 2016 pada pukul 18.00
WIB.
[10] Departemen
Agama RI, Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Direktorat
Jenderall Kelembagaan, 2002), 61.
[12] Tanjung, Bagaimana
Hukum Jual Beli Dua Harga dan dengan Kredit?, http://artikelkuislami.blogspot.co.id/2011/10/bagaimana-hukum-jual-beli.html
diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pada pukul 09.35 WIB.
@bopelnews
BalasHapusBopelnews Menyediakan Berita Seputar Sepak Bola Terlengkap Dan Terupdate