Kamis, 13 September 2018

MAKALAH Ba’i At Taqshid Dalam Kegiatan Jual Beli Motor Secara Kredit Berdasarkan Perspektif Islam




MAKALAH

Ba’i At Taqshid Dalam Kegiatan Jual Beli Motor Secara Kredit Berdasarkan Perspektif Islam
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist Iqtishodi


Dosen Pengampu:
Dr. Abdurrahman S.Ag., M.E.I


Disusun oleh
Zakiyatur Rahmah     (150721100126)


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ba’i At Taqshid Dalam Kegiatan Jual Beli Motor Secara Kredit Berdasarkan Perspektif Islam ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam pelajaran Hadist Iqtishodi. Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Abdurrahman S.Ag., M.Hi selaku Dosen mata kuliah Hadist Iqtishodi dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bangkalan, 04 September 2016



Penyusun






DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2   Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3   Tujuan Penulisan............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1   Konsep Dasar Ba’i at Taqshid....................................................................... 3
2.2   Rukun Ba’i at Taqshid.................................................................................. 4
2.3   Syarat Ba’i at Taqshid................................................................................... 4
2.4   Landasan Hukum Ba’i at Taqshid................................................................. 6
2.5   Hukum Ba’i at Taqshid................................................................................. 7
2.6   Mekanisme Kegiatan Ba’i at Taqshid........................................................... 9
2.7   Pihak dalam Ba’i at Taqshid ........................................................................ 10
2.8   Pelaksaan Ba’i at Taqshid Saat Ini................................................................ 11
2.9   Dampak Ba’i at Taqshid................................................................................ 12
2.10 Cara Mengatasi Dampak Negatif Ba’i at Taqshid........................................ 13

BAB III PENUTUP
3.1   Kesimpulan.................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

LAPIRAN........................................................................................................... 17



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Jual beli dengan harga yang berbeda karena perbedaan waktu pembayaran pada dasarnya sah menurut Islam. Transaksi seperti itu dikenal dengan kredit.
Kredit dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara tunai dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah bai at taqshid atau ba’i at tsaman ‘ajil.
Jual beli secara kredit dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai tunai dengan bila dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah: bai` bit taqshid atau bai` bits-tsaman `ajil. Gambaran umumnya adalah penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah dipastikan nilainya (y) dengan masa pembayaran (pelunasan) (z) bulan.
Sedangkan hadits yang sering dijadikan dasar pelarangannya, sebenarnya bukan dallil yang tepat. Sebab jual beli kredit bukan jual beli dengan dua harga, tetapi jual beli dengan satu harga. Dua harga hanyalah pilihan di awal sebelum ada kesepakatan. Tapi begitu sudah ada kesepakatan, penjual dan pembeli harus menyepakati satu harga saja, tidak boleh diubah-ubah lagi.
1.2    Rumusan Masalah
a.         Bagaimana konsep dasar Ba’i at Taqshid?
b.        Bagaimana rukun Ba’i at Taqshid?
c.         Bagaimana persyaratan adanya Ba’i at Taqshid?
d.        Bagaimana landasan hukum Ba’i at Taqshid?
e.         Bagaimana hukum Ba’i at Taqshid sesuai dengan landasan hukumnya?
f.         Bagaimana mekanisme kegiatan Ba’i at Taqshid?
g.        Bagaimana keterlibatan beberapa pihak dalam Ba’i at Taqshid?
h.        Bagaimana Ba’i at Taqshid dalam pelaksanaannya saat ini?
i.          Bagaimana dampak positif maupun negatif adanya Ba’i at Taqshid?
j.          Bagaimana cara mengatasi dampak negatif Ba’i at Taqshid?
1.3    Tujuan Masalah
a.       Mengetahui konsep dasar Ba’i at Taqshid.
b.      Mengetahui rukun Ba’i at Taqshid.
c.       Mengetahui persyaratan adanya Ba’i at Taqshid.
d.      Mengetahui landasan hukum Ba’i at Taqshid.
e.       Mengetahui hukum Ba’i at Taqshid sesuai dengan landasan hukumnya.
f.       Mengetahui mekanisme kegiatan Ba’i at Taqshid.
g.      Mengetahui keterlibatan beberapa pihak dalam Ba’i at Taqshid.
h.      Mengetahui Ba’i at Taqshid dalam pelaksanaannya saat ini.
i.        Mengetahui dampak positif maupun negatif adanya Ba’i at Taqshid.
j.        Mengetahui cara mengatasi dampak negatif Ba’i at Taqshid.




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Konsep Dasar Ba’i at Taqshid
Menurut etimologi jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-ba’i adalah asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.[1] Pendapat lainnya yakni Al ba’i secara bahasa adalah masdar dari baa'a arti asalnya: pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam arti “transaksi” secara majaz, karena al ba’i menjadi sebab kepemilikan. Al bai umum digunakan juga atas tiap-tiap satu dari dua orang yang bertransaksi (al ba’i bisa diartikan penjual). Tetapi kata-kata al bai ketika disebut secara bebas yang paling cepat bisa diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al bai’ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan” (al Mishbahu al Munir 69).[2] Dalam buku Fiqih Islam Wa Aadilatuhu Jilid 4 disebutkan bahwa jual beli dalam bahasa arab dikenal dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Menurut istilah, Al Qolyuby memberikan ta’rif al ba’i adalah transaksi tukar menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat untuk selamanya bukan karena adanya tujuan taqarrub (Hasyiah Qolyuby 2/152 dan al Mausu’ah 22/50). Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya haram.[3] Menurut ulama Hanafiyah jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan). Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.[4]
Taqshid secara bahasa artinya mengangsur atau yang pada masa kini lebih dikenal dengan kredit. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan bila dengan tenggang waktu.[5]
Transaksi jual beli yang cara pembayarannya secara berangsur dengan harga yang berbeda antara pembayaran bila dilakukan dengan cash atau tunai dibanding dengan tenggang waktu disebut bai at taqshid atau bai at tsaman `ajil.
Disebutkan dalam buku Islamic Banking disebutkan bahwa “Al-ba’i bi tsaman ajil) fiancing is more populary known as murabahah.”[6] Dari penggalan kalimat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaannya biasa disebut dengan murabahah.
2.2    Rukun Ba’i at Taqshid
Agar jual beli sah dan halal, transaksi yang berlangsung haruslah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun adalah sesuatu yang harus ada didalam transaksi. Begitu pula dengan transaksi ba’i at taqshid. Rukun dalam ba’i at taqshid sama dengan rukun yang ada dalam rukun jual beli yakni:
a.         Adanya pihak penjual dan pembeli
Dalam pelaksanaannya di sistem perbankan syariah nasional dilakukan oleh nasabah dan pihak bank.
b.        Adanya uang dan benda
Pihak bank akan menalangi terlebih dahulu uang yang akan digunakan yang kemudian akan dibayarkan kemudian oleh nasabah secara berkala (taqshid) yang dalam perbankan syariah menggunakan akad murabahah.
c.         Adanya akad jual beli (ijab qabul)[7]
2.3    Syarat Ba’i at Taqshid
Dalam melakukan kegiatan ba’i at taqshid perlu diketahui dan dilaksanakan syarat-syarat yang berlkau sesuai dengan syariat Islam yakni sebagai berikut:
a.         Harga harus disepakati di awal.
Harga harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian. Harga yang ditetapkan harus sesuai dengan harga umu yang ada di pasaran pada saat itu. Harga tidak boleh mendzalimi salah satu maupun kedua belah pihak. Hal tersebut sesuai dengan larangan riba namun diperbolehkan melakukan jual beli. Namun, perlu digaris bawahi bahwa kesepakatan yang dilakukan dalam jual beli diharuskan untuk saling ridha tanpa adanya paksaan sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” [An-Nisaa : 29]
Hukum jual beli ini tidak sah dan perpindahan barang dan status uang dan barang adalah haram.[8]
b.        Tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga
Tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku.[9] Adanya bunga hanya akan memberatkan bagi pembeli.
c.         Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak
Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi. Apabila hal tersebut tidak disepakati dari awal dikhawatirkan terjadi prakter gharar atau penipuan yang memnyebabkan penjual merugi.
d.        Perikatan diadakan secara tertulis atau dengan dua orang saksi
Islam tidak melarang melakukan jual beli secara kredit. Justru memberi pedoman agar jual beli tersebut memberikan berkah bagi kedua belah pihak. Berikut adalah salah satu pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan jual beli secara kredit:
يَأَ يُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاإِذَاتَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al Baqarah: 282)
Dalam ayat tesebut terkandung makna bahwa apabila terjadi transaksi jual beli dengan jangka waktu maka dianjurkan untuk ditulis untuk memberikan kepastian kepada masing-masing pihak yang terlibat di dalam perserikatan itu. Di samping itu, dapat dihindarkan adanya kemungkinan sengketa di antara pihak-pihak yang berkepentingan.[10]
e.         Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
f.         Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.[11]
2.4    Landasan Hukum Ba’i at Taqshid
Dalam kredit dikenal istilah bunga yang biasa dipakai di lembaga keungan konvensional. Terlebih dahulu akan dipaparkan tentang landasan hukum tentang riba. Berikut adalah ayat al Qur’an yang menerangkan tentang riba:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (سورة البقرة : ٢٧٥) .
“.... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS. Al Baqarah: 275)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ . . . (سورة البقرة : ٢٧٥) .
Orang-orang yang makan riba mereka tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila....”(QS. Al Baqarah: 275)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (سورة آل عمران : ١٣٠)
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan riba dalam keadaan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.(QS. Ali Imron: 13)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ " (" أخرجه البخاري ( الفتح ٥ / ٣٩٣ ـ ط السلفية ) ، ومسلم ( ١ / ٩٢ ـ ط الحلبي ) . (الموسوعة ٢٢/٥٢).
Dari Abu Hurairah R.A. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: Jauhilah tujuh amalan yang menjadi pelebur dosa, mereka berkata : apakah amalan2 itu ya Rasulullah s.a.w.? beliau bersabda: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh berbuat zina kepada seorang mukminat terhormat yang lalai.” (H.R. Al Bukhari, al fath 5/393 cet. Salafiah, Muslim 1/92 cet. Al Halabi, al Mausu’ah 22/52)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ ، وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ > (أخرجه مسلم ٣ / ١٢١٩ ـ ط الحلبي ) .
Dari Jabir ibn Abdillah r.a. dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, penulisnya dan dua orang saksinya hukumnya sama saja.(HR. Muslim)
2.5    Hukum Ba’i at Taqshid
Terdapat perbedaan tentang hukum ba’i at taqshid. Da ulama yang memperbolehkan dan ada juga yang menghukumi haram.
a.        Diperbolehkan
Terdapat kaum ulama yang berpendapat bahwa jual beli kredit diperbolehkan diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat yang sudah dijelaskan sebelumnya.[12] Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT berikut ini yang memperbolehkan dalam jual beli yang pembaysarannya tertunda:
يَأَ يُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْاإِذَاتَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al Baqarah: 282)
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli as salam (salam adalah kebalikan kredit yaitu uang dibayar di muka kontan sedangkan barang diberikan secara tertunda) saja. Imam Al Qurthubi menerangkan arti dari hadist tersebut adalah kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma' ulama."(Tafsir Al Qurthubi 3/243)
Selain ayat diatas, jual beli menggunakan akad ba’i at taqshid juga diperbolehkan berdasarkan hadist berikut ini:
“Dari Aisyah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah rnembeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai. (HR. Bukhari 2068, Muslim 1603)
Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan untuk melakukan jual beli dengan cara ba’i at taqshid. Kemudian berikut adalah firman Allah yang memperbolehkan adanya tambahan harga jika menggunakan akad ba’i at taqshid:
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَءَامَنُوْالاَتَأكُلُوْاأَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ إِلاَّأَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling mernakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jaian perniagaan yang berlaku dengan suka sarna suka diantara kamu. (Q.S. An Nisa': 29)
Keumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
b.        Tidak diperbolehkan
Dalam hukum yang menyatakan tidak boleh akan langsung disebutkan dalam contoh Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2% dari Rp 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan.
Transaksi seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti (fix), tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini jelas haram.hal tersebut sesuai firman Allah tentang riba yang telah dijelaskan pada awal tadi.
Al-Qaradawi dalam buku Halal Haram mengatakan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Rasulullah SAW sendiri pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.
Tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkan jual beli kredit ini, karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual beli kredit tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas hukumnya haram.[13]
2.6    Mekanisme Kegiatan Ba’i at Taqshid
Dalam sistem perbankan syariah transaksi ba’i at taqshid diterapkan dalam akad murobahah (dalam pembiayaan konsumsi).
Pembeli yang akan membeli sepeda motor tersebut akan datang ke pihak dealer pemyedia sepeda motor dan memilih sepeda motor mana yang akan ia beli. Kemudian, pembeli akan memberikan sejumlah uang sebagai uang muka sepeda motor yang ia beli. Dikarenakan hal tersebut pembeli harus melakukan perjanjian dengan pihak penyedia dana untuk mengisi sisa dana yang dibutuhkan untuk melunasi sepeda motor tersebut. Pihak bank harus memberi tahu harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak.[14]
Pihak  dealer akan melakukan kerjasama dengan pihak lembaga keuangan yang bersedia untuk melunasi uang sepeda motor tersebut sehingga pihak pembeli akan membayar angsuran tersebut pada pihak lembaga keuangan dalam hal ini adalah bank syariah.
Kemudian akan dilaksanakan akad perjanjian dimana ditentukan bahwa sampai jangka waktu tertentu besaran tambahan harga. Hal tersebut berbeda jika kita melakukan perjanjian dengan bank konvensional yang menerapkan sistem bunga sebanyak angsuran yang dilakukan.
Pembeli akan mulai membayar angsurang setiap bulannya dengan besaran yang sama tanpa takut pinjamannya semakin banyak apabila sampai menunggak. Setelah semua angsuran selesai maka sepeda motor tersebut sudah menjadi hak sepenuhnya pembeli. Namun, apabila pembeli tidak dapat melunasi maka sepeda tersebut akan ditarik kembali dan akan dijual. Uang penjualan tersebut akan digunakan untuk mennganti hutang pembeli tersebut yang selebihnya akan diberikan pada pembeli.
2.7    Pihak dalam Ba’i at Taqshid
Berikut adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi juala beli ba’i ata taqshid:
a.         Pembeli (nasabah)
Merupakan orang yang akan melakukan transaksi pembelian akan sepeda motor yang ia inginkan dan merupakan orang yang akan membayar pembayaran angsuran sepeda motor tersebut.
b.        Penjual (nasabah)
Merupakan penyedia sepeda kotr yang akan ditransaksikan. Dealer sendiri juga serimg disebut dengan supplier.
c.         Lembaga Keuangan (Bank Syariah)
Dalam pembayaran kepada dealer akan dilakukan oleh bank syariah sehingga pembeli akan melakukan pembayaran angsuran langsung kepada pihak lembaga keuangan ini.
2.8    Pelaksaan Ba’i at Taqshid Saat Ini
Dalam praktek saat ini lebih banyak menggunakan akad ba’i at taqshid melalui bunga yang merupakan riba. Sementara pemerintah Indonesia mulai menggalakkan ekonomi dalam prinsip syariah Islam. Untuk lebih jelasnya agar bisa dibedakan antara sistem kredit yang dibolehkan dan yang tidak, kami contohkan dua kasus sebagai berikut :
Contoh 1    : Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit). Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal. Transaksi seperti ini dibolehkan dalam Islam.
Contoh 2    : Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan. Transaksi seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti, tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini jelas haram.[15]
Kebanyakan dealer pengkreditan sepeda motor saat ini menggunakan sistem nomor dua yang dilarang dalam agama Islam. Salah satu kemudharatan dari sitem nomor dua adalah apabila kita menunggak pembayaran dan sepeda kita diambil paksa. Dalam hal ini, biasanya pihak dealer akan menjual kembali sepeda kita. Sebagai contoh sepeda motor yang kita kredit seharga 8 juta dan kita sudah melunasinya 6 juta, jadi hutang kita 2 juta. Kemudian pihak dealer menjual sepeda tersebut dan laku sebesar 6 juta. Sebenarnya 4 juta tersebut merupakan hak kita namun kebanyakan tidak diberikan pada kita. Selain itu, harga akan semakin tinggi
Hal tersebut dapat dilihat pelaksanaannya di salah satu Bank Syariah di Indonesia yakni Bank BNI Syariah. Salah satu produk unggulannya adalah OTO ib Hasanah yang bergerak dalam bidang pengkreditan sepeda motor.
Berikut adalah perhitungan yang dilakukan oleh pihak bank dalam pembiayaannya yang dapat diciba di laman resmi mereka:
Dalam aplikasi tersebut terlihat bahwa dalam pelaksanaan kredit motornya, BNI Syariah menggunakan sistem 2 harga dan bukan bunga. Diumpamakan sepeda motor yang akan dikredit seharga Rp. 12.000.000,- dengan uang muka Rp. 2.400.000,- sehingga nilai pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank adalah sebesar Rp. 9.600.000,-. Pihak bank akan langsung melakukan kalkulasi dan hasilnya akan langung muncul jumlah keuntungan yang akan diterima pihak bank dari prmbiayaan tersebut. Dalam gambar tersebut terdapat harga awal kendaraan tersebut dan harga yang yang harus dibayar oleh nasabah dengan jangka waktu tertentu.
2.9    Dampak Ba’i at Taqshid
Dalam transaksi ba’i at taqshid secara syariah tidak ditemukan satu pun dampak buruk atau kekurangan yang ada. Hal tersebut berbeda dengan transaksi ba’i at taqshid secara konvensional. Berikut adalah dampak negatif dari transaksi tersebut:
a.         Terdapat jumlah tambahan apabila pembayaran melebihi jangka waktu yang ditentukan.
Dalam hal ini, tambahan semakin bertambah sesuai dengan jangka waktu yang dilakukan tidak seperti dalam prinsip syariah yang tambahannya sudah ditentukan dari awal.
b.        Apabila terjadi pengambilan paksa barang tersebut maka kelebihan keuntungan dari penjualannya tidak diberikan pada nasabah.
Sedangkan berikut adalah keuntungan menggunakan transaksi ba’i at taqshid baik secara syariah maupun konvensional:
a.         Mempermudah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhannya.
b.        Mempermudah dalam pembayarannya karena dengan cara diangsur.
c.         Memberikan keuntungan bagi semua pihak untuk memperoleh keuntungan.
d.        Dapat menggunakan barang yang ia beli lebih awal meski belum lunas pembayarannya.
e.         Tidak meragukan dalam kehalalan transaksinya (jika sesuai syariah)
2.10Cara Mengatasi Dampak Negatif Ba’i at Taqshid
Setiap transaksi pasti menimbulkan dampak positif maupun negatif. Namun, dampak yang perlu diatasi dan dipelajari lebih lanjut adalah nampak negatifnya. Dalam permasalahan yang telah dibahas dari awal tadi hanya satu yakni memilih transaksi ba’i at taqshid di lembaga keuangan yang berbasis syariah. Telah dijelaskan tadi bahwa dalam konteks syariah tidak terdapat satu kekurangan pun.
Hal tersebut merupakan satu-satunya penyelesaian ynag paling simpel dalam permasalahan tersebut.  Sebagai seorang muslim kita haruslah mendahulukan segala transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Dikarenakan Allah SWT sudah mengatur syariat dengan yang terbaik sehiungga hanya akan membawa kemaslahatan saja bukan kemudharatan.





























BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Al ba’i secara bahasa adalah masdar dari baa'a arti asalnya: pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam arti “transaksi” secara majaz, karena al ba’i menjadi sebab kepemilikan. Al bai umum digunakan juga atas tiap-tiap satu dari dua orang yang bertransaksi (al ba’i bisa diartikan penjual). Tetapi kata-kata al bai ketika disebut secara bebas yang paling cepat bisa diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al bai’ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan” (al Mishbahu al Munir 69).
Menurut istilah, Al Qolyuby memberikan ta’rif al ba’i adalah transaksi tukar menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat untuk selamanya bukan karena adanya tujuan taqarrub (Hasyiah Qolyuby 2/152 dan al Mausu’ah 22/50). Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya haram.
Taqshid secara bahasa artinya mengangsur atau yang pada masa kini lebih dikenal dengan kredit. Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan bila dengan tenggang waktu.
Transaksi jual beli yang cara pembayarannya secara berangsur dengan harga yang berbeda antara pembayaran bila dilakukan dengan cash atau tunai dibanding dengan tenggang waktu disebut bai at taqshid atau bai at tsaman `ajil.









DAFTAR PUSTAKA
A. Karim, Adiwarman. 2008. Islamic Banking; Fiqh And Financial Analysis; Edisi Ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Az- Zuhaili, Wahbah. 1984. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz 4. Syiriah.
Bhinadi, Ardito. Tujuh Transaksi yang Haram. http://muamalah-ardito.blogspot.co.id/2012/03/tujuh-transaksi-yang-haram.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.30 WIB.
Departemen Agama RI. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan.
Hukum Kredit Motor Dalam Pandangan Ekonomi Islam. http://trendmuslim.com/5557-2/ diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.45 WIB.
Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang: UIN Malang Press.
Nur Rianto Al Arif, M. 2010. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah. Bandung: Alfabeta.
Rahman, Abdur dan Setiawan, Firman. 2016. Tahfidz dan Hadits Iqtishady. Pamekasan: Duta Media.
Rukun Dan Syarat Jual Beli Menurut Islam . http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2015/07/rukun-dan-syarat-jual-beli-menurut-islam.html, diakses pada tanggal 18 Okober 2016 pada pukul 16.20 WIB.
Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Tirmidzi, Erwandi. Akad Ba’i Terpaksa, https://almanhaj.or.id/3241-akad-bai-terpaksa.html diakses pada tanggal 12 November 2016 pada pukul 18.00 WIB.
Tanjung. Bagaimana Hukum Jual Beli Dua Harga dan dengan Kredit?,  http://artikelkuislami.blogspot.co.id/2011/10/bagaimana-hukum-jual-beli.html diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pada pukul 09.35 WIB.




LAMPIRAN
  


      



   


   




  


     




  


[1] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 73.
[2] Dr. H. Ardito Bhinadi, SE., M.Si, Tujuh Transaksi yang Haram, http://muamalah-ardito.blogspot.co.id/2012/03/tujuh-transaksi-yang-haram.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.30 WIB.
[3] Ibid,                                                                                                         
[4] Rachmat Syafe’i, Op., cit, 74
[5] Hukum Kredit Motor Dalam Pandangan Ekonomi Islam, http://trendmuslim.com/5557-2/ diakses pada tanggal 12 Oktober 2016 pada pukul 19.45 WIB
[6] Adiwarman A. Karim, Islamic Banking; Fiqh And Financial Analysis; Edisi Ketiga, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 98.
[7] Rukun Dan Syarat Jual Beli Menurut Islam , http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2015/07/rukun-dan-syarat-jual-beli-menurut-islam.html, diakses pada tanggal 18 Okober 2016 pada pukul 16.20 WIB.
[8] Ustadz Dr Erwandi Tirmidzi MA, Akad Ba’i Terpaksa, https://almanhaj.or.id/3241-akad-bai-terpaksa.html diakses pada tanggal 12 November 2016 pada pukul 18.00 WIB.
[9] Ibid,
[10] Departemen Agama RI, Islam Untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Direktorat Jenderall Kelembagaan, 2002), 61.
[11] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010), 45.
[12] Tanjung, Bagaimana Hukum Jual Beli Dua Harga dan dengan Kredit?,  http://artikelkuislami.blogspot.co.id/2011/10/bagaimana-hukum-jual-beli.html diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 pada pukul 09.35 WIB.
[13] Ibid,
[14] Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, (Malang: UIN Malang Press, 2008), 150.

1 komentar:

  1. @bopelnews
    Bopelnews Menyediakan Berita Seputar Sepak Bola Terlengkap Dan Terupdate

    BalasHapus