Kamis, 13 September 2018

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM



 

 

MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi Mikro Islam


Dosen Pengampu:
Firman Setiawan SHi., MEi.


Disusun oleh
Zakiyatur Rahmah     (150721100126)


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul prinsip-Prinsip Ekonomi Islam ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Teori Ekonomi Mikro Islam. Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Firman Setiawan SHi.,.Mei. selaku Dosen mata kuliah Teori Ekonomi Mikro dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bangkalan, 15 Maret 2017



Penyusun







DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dasar –Dasar dan Prinsip Ekonomi Islam....................................................... 3
2.2 Perbandingan Ekonomi Islam Dengan Ekonomi Kapitalis dan Sosialis......... 7
2.3 Masalah Pokok Dalam Ekonomi Antara Islam Dan Konvemnsional.............. 9
2.4 Nilai Dasar Kepemilikan dan Harta Dalam Islam........................................... 13
2.5 Unsur penting Aktivitas Dalam Islam............................................................. 14

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi islam terbagi-bagi ke dalam beberapa madzhab, namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasari ekonomi Islam. Karena prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islami, yang jika diibaratkan sebagai sebuah bangunan dapat divisualisasikan sebagai bangunan ekonomi islami didasarkan atas lima nilai universal, yakni: Tauhid (Keimanan), ’Adl (Keadilan), Nubuwwah (Kenabian), Khilafah (Pemerintahan), dan Ma’ad (Hasil). Kelima ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi islam.
Namun teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi islami hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi islam. Dari semua prinsip maka diterapkan konsep akhlak. Akhlak menempati posisi puncak karena inilah yang menjadi tujuan islami dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
1.2    Rumusan Masalah
1.        Bagaimana dasar dan prinsip ekonomi Islam ?
2.        Bagaimana perbandingan antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme ?
3.        Bagaimana permasalahan pokok yang ada di ekonomi islam maupun konvensional ?
4.        Bagaimana kedudukan kepemilikan dan harta menurut Islam ?
5.        Bagaimana unsur penting aktivitas ekonomi Islam?
1.3    Tujuan Masalah
1.        Untuk mengetahui dasar dan prinsip ekonomi Islam.
2.        Untuk mengetahui perbandingan antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme.
3.        Untuk mengetahui permasalahan pokok yang ada di ekonomi islam maupun konvensional.
4.        Untuk mengetahui kedudukan kepemilikan dan harta menurut Islam.
5.        Untuk mengetahui unsur penting aktivitas ekonomi Islam.

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Dasar –Dasar dan Prinsip Ekonomi Islam
Nilai merupakan sisi normatif dari ekonomi Islam yang berfungsi mewarnai atau menjamin kualitas perilaku ekonomi setiap individu.[1] Nilai-nilai dasar ini tidak dapat berjalan sendiri melainkan harus berjalan berdampingan dengan prinsip-prinsip ekonomi lebih khususnya ekonomi Islam. Prinsip inilah yang akan menjadikan bangunan ekonomi Islam kokoh dan dinamis, dan nilailah yang berfungsi  untuk mewarnai kualitas bangunan tersebut.[2]
Dapat disimpulkan inti dari nilai dalam Islam adalah ketauhidaan. Segala aktivitas yang dilakukan ditujukan untuk melakukan hukum Allah termasuk di dalamnya adalah nilai dalam ekonomi.
Dalam pelaksanaannya, nilai tauhid ini diterjemahkan dalam banyak nilai dan terdapat tiga nilai dasar yang menjadi pembeda ekonomi Islam dengan lainnya, yakni[3]:
1.        Keadilan (adl)
Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya. Hal tersebut sesuai dengan dengan Q.S Al- Haddid: 25.
لَقَدْأَرْسَلْنَارُسُلَنَابِالْبَيْنَتِ وَأَنْزَلْنَامَعَهُمُ الْكِتَبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ. وِأَنْزَلْنَاالْحَدِيْدِفِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌوَمَنَفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللهَ قَوِىٌّ عَزِيْزٌ.
Artinya: “sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersma mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami ciptakan besi (yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Bahkan seorang Muslim terkemuka Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa keadilan merupakan unsur paling utama dalam maqashid syari’ah. Secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.[4]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan merupakan salah satu dasar yang penting yang harus ada dalam perekonomian Islam. Setiap individu memiliki kesamaan di dalam hukum dan sebagainya.
2.        Khilafah
Kata khilafah secara umum berarti tanggung jawab sebagai pengganti utusan Allah. Secara umum, khilafah berarti tanggung jawab yang telah dikuasakan kepada manusia atas apa yang ia miliki atas segala sesuatunya.
Sementara secara khusus dalam bidang ekonomi khilafah berarti, tanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang telah diberikan Allah kepada manusia untuk dikelola semaksimal mungkin dengan menghiraukan akibat yang akan ditimbulkan jika melakukannya secara besar-besaran. Manusia dituntut untuk memaksimalkan sumber daya yang ada tanpa harus merusaknya.
Secara garis besar tanggung jawab tersebut dibagi menjadi tiga yakni:
a)        Tanggung jawab berperilaku ekonomi dengan cara yang benar.
b)        Tanggung jawab untuk mewujudkan maslahah maksimum.
c)        Tanggung jawab perbaikan kesejahteraan setiap individu.
3.        Takaful
Secara bahasa takaful artinya jaminan masyarakat (social insurance). Jaminan sosial ini bukan hanya berbentuk material namun juga dapat berbentuk non materi. Konsep takaful ini bisa dijabarkan lebih lanjut menjai sebagai berikut:[5]
a)        Jaminan terhadap pemilikan dan pengelolaan sumber daya oleh individu.
b)        Jaminan setiap individu untuk menikmati hasil pembangunan atau output.
c)        Jaminan stiap individu untuk membangun keluarga sakinah.
d)       Jaminan untuk amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam buku lain ditambahkan tiga poin dasar lain yakni:
1.        Tauhid (Keesaan Tuhan)
Konsep tauhid berisikan kepasrahan (taslim) manusia kepada Tuhannya, dalam perspektif yang lebih luas, konsep ini merefleksikan adanya kesatuan (unity/ al wihdat), yaitu kesatuan kemanusiaan (unit of mankind), kesatuan penciptaan (unit of creation), dan kesatuan tuntunan hidup (unit of guidance) serta kesatuan tujuan hidup (unit of purpose of life).[6]
  1. Nubuwwah (kenabian)
Sifat yang ada dalam diri nabi yang patut kita teladani dan contoh dalam bermuamalah yakni siddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab), fathonah (kemampuan),
Setelah pembahasan akan dasar nilai ekonomi Islam, berikut akan dijabarkan tentang prinsip ekonomi Islam. Prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari al-Qur’an dan Sunnah.[7] Berikut adalah prinsip-prinsip yang menjadi kaedah dalam ekonomi islam:
1.        Kerja (resource utilization)
Dalam prinsip ekonomi Islam, manusia bukan hanya diajarkan untuk beribadah saja, namun juga untuk bekerja. Setiap manusia dianjurkan untuk bekerja demi dapat melakukan kegiatan ibadah kepada Tuhan. Denagn bekerja dan dapat mencukupi kebutuhan maka kita akan senantiasa bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.
2.        Kompensasi (compentation)
Setiap pekerjaan pastia akan ada kompensasi atas apa yang telah dikerjakan. Dalam prinsip ekonomi hal tersebut diterapkan dalam bentuk gaji. Begitu pun dalam ekonomi Islam yang dimana terdapat hadist bahwa “Rasulullah SAW bersabda: bayarlah upah sebelum kering keringatnya.”
3.        Efisiensi (efficiency)
Suatu kegiatan pengelolaan sumber daya melibatkan lima unsur pokok, yaitu kehalian, tenaga, bahan, ruang, dan waktu, sedangkan hasil terdiri dari aspek jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Efisiensi dalam arti umum berarti kegiatan yang menghasilkan output yang memberilan maslahah paling tinggi atau yang disebut efisiensi alokasi (allocation effiency). Dalam arti sempit, efisiensi berarti kegiatan yang menghasilkan output paling banyak dan berkualitas atau disebut efisiensi teknis (x-effiency).[8]
4.        Profesionalitas (profesionalism)
Profesional artinya dapat membedakan antara urusan pribadi dengan pekerjaan yang wajib kita lakukan. Dengan adanya profesionalisme ini efisiensi produksi dapat tercapai.
5.        Kecukupan (suffenciency)
Kecukupan bukan hanya berarti segala kebutuhan yang mendesak dapat dipenuhi saja. Kecukupan juga mencakup kenyamanan akan apa ia miliki pada saat itu gunan membangun keluarga yang sejahtera secara finansial.
6.        Pemerataan kesempatan (equal opprtunity)
Setiap individu baik berbeda gender, suku, ras, maupun agama memiliki kesempatan yang sama hal pengelolaan sumber daya maupun dalam hal menikmatinya. Kesempatan yang ada harus merata kepada seluruh kalangan tanpa terkecuali.
7.        Kebebasan (freedom)
Setiap manusia juga diberikan kebebasan dalam menempuh kehidupannya di dunia. Mereka memiliki kebebasan memilih baik buruk, benar salah, baik yang merusak maupun yang bermanfaat. Namun, dalam Islam dianjurkan untuk memilih pilihan yang lebih banyak mengandung maslahah dibanding mudharatnya.
8.        Kerja sama (cooperation)
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari individu yang saling. Semua saling ketergantungan satu sama lain. Ketergantungan tersebut membuat setiap individu harus saling bekerja sama agar pekerjaan yang ia inginkan dapat selesai seusai dengan harapannya.
9.        Persaingan (competition)
Islam mendorong umatnya untuk berlomba dalam hal kebaikan. Hal tersebbut juga termasuk dalam hal bermuamalah. Setiap individu memiliki hak untuk berusaha dan bekerja. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah dalam bermuamalah tidak boleh merugikan pihak yang lain. Seorang pedagang berhak melakukan jual beli dengan pelanggannya tanpa harus merugikan pihak yang lain.
10.    Keseimbangan (equilibrium)
Keseimbangan yang dimaksud adalah manusia harus seimbang dalam berbagai aspek. Kita boleh memikirkan kehidupan akhirat namun tanpa melupakan kehidupan duniawi guna kesejahteraan di dunia akhirat kelak.
11.    Solidaritas (solidarity)
Solidaritas mengandung arti persaudaraan dan tolong menolong.[9] Sesama anggota yang ada di dalam suatu komunitas haruslah menjunjung prinsip persaudaraan sehingga kehidupan bermasyarakat dapat lebih nyaman dan tentram.
2.2    Perbandingan Ekonomi Islam Dengan Ekonomi Kapitalis dan Sosialis
Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya “kapital”.[10] Ciri dari sistem ekonomi adalah bukan ekonomi yang tersentral dan setiap individu memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan ekonomi tanpa dibatasi oleh pemerintah. Secara lebih detail berikut adalah ciri dari ekonomi kapitalisme:
a.         Ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat, produksi maksimum dan pemuasan “keinginan” sesuai dengan preferensi individu sebagai sesuatu yang sangat penting untuk kesejahteraan manusia.
b.        Ia menganggap kebebasan individu tanpa batas untuk mencari kekayaan pribadi dan untuk memiliki dan mengatur kepemilikan pribadi (private property) sebagai sebuah keharusan bagi inisiatif individu.
c.         Ia mengansumsikan inisiatif individu bersama dengan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dalamm operasi pasar bebas sebagai syarat yang mencukupi untuk mewujudkan efisiensi optimum pengalokasian sumber daya.
d.        Ia tidak mengakui perlunya peranan penting pemerintah atau pertimbangan-pertimbangan nilai kolektif baik dalam efisiensi alokasi maupun keadilan distribusi
Sosialisme adalah ‘alianse’ atau keterasingan yang timbul dalam suatu masyarakat kapitalis sebagi akibat dari eksploitasi kaum proletar oleh kaum borjulis.[11] Setiap individu tidak memiliki kuasa atas kepemilikan dan segala sistem bersifat terpusat. Berikut ini adalah ciri dari sistem ekonomi sosialis:
a.         Penghapusan milik pribadi atas alat produksi.
b.        Sifat dan luasnya industri dan produksi mengabdi kepada kebutuhan sosial dan bukan kepada motif laba.
c.         Dalam kapitalisme daya penggerak adalah laba pribadi. Hal ini akan digantikan oleh motif pelayanan sosial.[12]
Sementara itu sistem ekonomi Islam menganut keduanya dan hanya mengambil sisi positif dari kedua sistem ekonomi yang telah dijelaskan di atas. Berikut adalah perbandingan antara sistem ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, dan Islam:
Paham ekonomi
Insentif
Kepemilikan
Mekanisme informasi dan koordinasi
Pengambilan keputusan
Kapitalisme (pure capitalism)
Material
Mutlak individual
Mekanisme pasar
Desentralistik
Kapitalisme negara (state capitalism)
Material dan norma sosial
Individual atas pengawasan negara
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik dan desentralistik
Kapitalisme campuran (mixed capitalism)
Material dan norma sosial
Mutlak individual
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik dan desentralistik
Sosialisme (pure socialism)
Norma sosial
Mutlak negara
Negara
Sentralistik
Pasar sosialisme (market socialism)
Material dan norma sosial
Mutlak negara atau komunitas
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik
Islam
Maslahah (dunia dan akhirat)
Individual, sosial dan negara atas dasar maslahah
Mekanisme pasar yang adil
Musyawarah berbasis maslahah

Apabila dijabarkan lebih detail tentang kepemilikan maka akan terlihat seperti   tabel berikut ini:[13]
Indikator
Kapitalisme
Sosialisme
Islam
Sifat kepemilikan
Kepemilikan mutlak oleh manusia
Kepemilikan mutlak oleh manusia
Allah adalah pemilik mutlak, sementara manusia memiliki hak kepemilikan terbatas.
Hak pemanfaatan
Manusia bebas memanfaatkannya
Manusia bebas memanfaatkannya
Pemanfaatan oleh manusia mengikuti ketentuan Allah
Prioritas kepemilikan
Hak milik individu dijunjung tinggi
Hak milik kolektif/sosial dijunjung tinggi
Hak milik individu dan kolektif dijunjung tinggi
Peran individu dan negara
Individu bebas memanfaatkan sumber daya
Negara mengatur  pemanfaatan sumber daya
Terdapat kewajiban individu-masyarakat-negara secara proporsional
Distribusi kepemilikan
Bertumpu pada mekanisme pasar
Bertumpu pada peran pemerintah
Bertumpu pada pasar, pemerintah, dan langsung oleh al-Quran
Tanggung jawab pemanfaatan
Pertanggung jawaban kepada diri sendiri secara ekonomis-teknis belaka
Pertanggung jawaban kepada publik secara ekonomis-teknis belaka
Pertanggung jawaban kepada diri, publik dan Allah di dunia dan akhirat

2.3    Masalah Pokok Dalam Ekonomi Islam dan Konvensional
2.3.1   Kovensional
Permasalahan utama dalam perekonomian konvensional adalah tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya dalam memnuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang disebut dengan kelangkaan (scarcity). Keinginan manusia yang tidak ada batasnya menyebabkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi. Sementara itu tidak disertai dengan kemampuan dalam memenuhinya.
Dalam pandangan ekonomi konvensional “ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas (unlimited).”[14]
Sumber daya terdiri atas sumber daya alami dan sumber daya buatan. Sumber daya alami terdiri atas sumber daya alam dan sumber daya manusia. Adapun sumber daya buatan adalah modal dan pengusaha. Para ahli ekonomi menamakan seluruh sumber daya ini sebagai faktor-faktor produksi, sebab mereka ini digunakan untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan orang. Barang-barang yang dihasilkan atau diproduksi dinamakan komoditas.[15]
Banyaknya permintaan akan suatu barang menyebabkan produsen harus dapat berinovasi dalam memproduksi suatu barang. Hal tersebut menyebabkan keterbatasan konsumen dalam menentukan pilihan tersebut. Keterbatasan dalam menetukan pilahan tersebut tidak langsung menunjukkan akan timbulnya suatu biaya, hal ini dikenal dengan biaya peluang (opportunity cost). Dari permasalahan yang telah dijabarkan tadi, maka setiap masyarakat menghadapi dan harus memecahkan tiga permasalahan pokok ekonomi[16]:
e.         Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa barang tersebut diproduksi (WHAT).
f.         Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang tersedia harus digunakan untuk memproduksi barang-barang tersebut secara optimal (HOW).
g.        Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksikan atau bagaimana barang-barang tersebut dibagikan di antara warga masyarakat (FOR WHOM).
Untuk mengatasi permasalahan yang ada masyarakat meodern kini lebih menekankan pada mekanisme harga yang ada di pasar. Mekanisme harga dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara:
a.         Dalam permasalahan (WHAT), apabila tingkat permintaan atas suatu barang naik maka harga juga akan naik, dengan begitu produsen akan memeproduksi lebih bnayak untuk mendapatkan keuntungan lebih, kemudian apabila telah mencapai batas maksimum efisiensi produksi dimana tingkat penawaran lebih tinggi dibanding permintaan maka harga akan kemlabali turun. Jadi gerak harga barang menentukan barang apa dan seberapa banyak barang diproduksi.
b.        Suatu barang diproduksi dengan berbagai faktor produksi, apabila suatu faktor produksi harganya naik maka akan mengurangi keuntungan yang diperoleh oleh produsen. Dengan begitu produsen akan mencari jalan keluar dengan menggunkan barang subtitusi untuk mengurangi kerugian. Dalam hal ini masalah kombinasi akan faktor produksi dapat teratasi (HOW).
c.         Gerak barang dan faktor produksi menentukan distribusi barang-barang yang dihasilkan di dalam masyarakat antar warga masyarakat (WHOM).[17]
Setiap masyarakat harus memcahkan masalah ini. Mereka harus memikirkan cara untuk mendistribusikan pendapatan secara adil tanpa mengurangi kegairahan individu-individu bekerja sehingga ke puncak kesanggupannya. Apabila tujuan ini dapat dipacai maka perataan pendapatan dapat diwujudkan tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. Campur tangan pemerintah diperlukan untuk mencapai tujuan ini.[18]
2.3.2   Islam
Ekonomi konvensional memiliki paradigma yang berbeda dengan Islam. Islam memasukkan faktor X (kehendak Tuhan) di dalamnya. Sehingga ekonomi Islam dibengun dengan berbagai prinsip syariah yang telah dibahas di awal. Dalam membahas permasalahan yang ada di ekonomi, ekonomi Islam terbagi atas tiga pemikiran mahzab, berikut adalah penjabarannya:
a.         Mazhab Iqtishaduna
Dalam mahzab ini ekonomi dan Islam tidak dapat disatukan karena keduanya berada pada filosofi yang berbeda diaman ekonomi (anti Tuhan) sementara Islam (Tuhan). Dalam ekonomi konvensional dikenal permasalahan kelangkaan. Mahzab ini tidak menerima pendapat tersebut karena berpendapat bahwa sumber daya tidak ada batasnya sesuai dengan dalil yang mereka gunakan yakni QS. al-Qamar:49[19]
اِنَّا كُلَّا شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدْ رٍ
Artinya: “sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya.”   
Mereka berpendapat bahwa keinginan manusia ada batasnya dan sumber daya tidak ada batas. Permasalahannya utama ekonomi menurut mahzab ini adalah distribusi yang tidak merata dan adil sehingga harta hanya tepusat pada orang-orang kuat saja sementara yang lain tidak memilikinya. Sehingga permasalahan muncul bukan karena sumber daya yang terbatas melainkan karena keserakahan manusia yang tiada batasnya.
b.        Mahzab Mainstream
Mahzab yang kedua ini berbeda dengan ajaran mahzab yang pertama. Dimana mahzab ini menyetujui bahwa masalah ekonomi muncul karena keterbatasan sumber daya sementtara keinginan manusia tidak ada batasnya. Sementara itu keinginan manusia tersebut dianggap sebagai fitrah dan alamiah. Mereka berteguh pada dalil QS. at-Takaatsur: 1-5[20]
الهَكُمُ تَكَثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرُ. كَلَّاسَوْفَتَعْلَمُوْنَ.ثُمَّ كَلَّاسّوْفّ تّعْلّمُوْنَ .كَلَّالَوْتَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنَ.
Artinya: “bermegah-megahan telah memelaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak kelak kamu akan mengetahui sekali-kali tidak sekiranya kamu mengetahui dengan pasti.”
Perbedaan antara pemikiran ekonomi konvensionalnnya adalah cara mengatasi masalah tersebut. Apabila di ekonomi konvensional masalah diatasi dengan cara memilih sesuai dengan keinginan individu tidak peduli hal tersebut baik atau tidak, dalam Islam diatur cara memnetukan pilihan agar sesuai dengan ajaran agama Islam beserta syariatnya.
c.         Mahzab Alternatif-Kritis
Mahzab yang terakhir ini tidak menerima seluruh pemikiran dariu mahzab-mahzab terdahulu. Mahzab ini lebih menekankan pada kritisi terhadap kedua mahzab tersebut. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan hanya dilakukan pada pemikiran ekonomi konvensional saja namun juga terhadap ekonomi Islam. Hal tersebut disebabkan karna ekonomi Islam muncul akibat dari tafsiran akan al-Qur’an maupun hadist dimana setiap individu dapat menafsirkannya dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat atas hal tersebut. Setiap teori yang muncul harus terus dikaji agar mendapatkan analisis yang paling sempurna sehingga dapat menjadi rahmatan lil-alamin.
2.4    Nilai Dasar Kepemilikan dan Kedudukan Harta Dalam Islam
Dalam agama Islam, pemilik mutlak dari alam semesta ini adalah Tuhan Yang Maha Esa. Allah menciptakan alam semesta ini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Setiap manusia memiliki hak untuk memanfaatkan apa yang telah disediakan oleh Tuhan. Manusia hanya mendapat mandat untuk memanfaatkan dan mengembangkannya untuk kepentingan kemaslahan manusia (li hifdz al maslahat al ibad).[21] Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan baik karena kan dipertanggungn jawabkan di akhirat kelak. Dalam ajaran Islam, hak miliki dikategorikan menjadi tiga, yaitu:[22]
a.         Hak miliki individual (milkiyah fardhiah/ private ownership)
b.        Hak miliki umum atau publik (milkiyah ‘ammah/ public ownership)
c.         Hak miliki negara (milkiyah daulah/ state ownership)
Setiap individu diperbolehkan untuk memiliki dan mengelola umber daya yang ada selagi sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Tidak lupa pula juga harus menjaganya agar tidak menimbulkan kerusakan yang mengandung mudharat lebih besar dibanding dengan manfaatnya.
Sementara dalam kepemilikan umum barangnya harus dapat dimanfaatakan oleh seluruh masyarakata yang aad di komunitas tersebut. Hak milik umum terdapat pada benda dengan karakterisktik berikut:
a.         Merupakan fasilitas umum, dimana kalau benda ini tidak ada di dalam suatu negeri atau komunitas, maka akan menyebabkan suatu sengketa dalam mencarinya, seperti jalan raya,  air minum, dan sebagainya.
b.        Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya.
c.         Sumber daya alam yang sifat pembentukannya yang menghalangi untuk dimiliki hanya oleh orang secara individual.
d.        Harta benda waqaf, yaitu harta seseorang yang dihibahkan untuk kepentingan umum.[23]
Membahas tentang kepemilikan pastinya tidak akan lepas dari yang namanya harta. Seorang muslim hendaknya memndang harta dalam perspektif yang luas dan luhur seperti halnya Islam memndang harta sebagai amanat yang dapat dijasikan media oleh manusia untuk mencapai falah semaksimal mungkin (Siddiiqi, 1985 dan Naqvi, 1981).[24] Atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan maka kita diharuskan untuk mengelolanya dengan baik. Baik digunakan untuk kebutuhan konsumsi atau dibelanjakan maupun dikembangkan. Dalam hal ni maksud dari membelanjakan harta adalah bagaimana kita menyalurkan harat tersebut untuk dimanfaatkan pada hal yang baik seperti nafkah keluarga, membayar zakat, dan sebagainya. Pengembangan harta dilakukan sesuai dengan syariat Islam dengan cara usaha produktif dan lain sebagainya.
2.5    Unsur Penting Aktivitas Ekonomi Dalam Islam
Aktivitas dalam ekonomi umumnya terdiri dari 3 aktivitas yakni, produksi, distribusi dan konsumsi. Dalam ekonomi Islam aktivitas pentingnya juga sama seperti ekonomi konvensional.
1.        Produktif
Produksi merupakan kegiatan mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi. Produksi adalah kegiatan yang dilakukan manusia dalam menghasilkan suatu produk baik barang, maupun jasa ynag kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam ekonomi Islam tujuan dari prosesnya adalah memberikan maslahah bagi umat. Untuk memproduksi sebuah barang atau jasa dibutuhkan yang namanya faktor produsksi. Faktor produksi sendiri trediri dari faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variable input). Pembagian tersebut dikelompokkan sesuai dengan jangka waktu penggunaannya.
Selain mengubah barang mentah menjadi barang jadi, proses produksi juga merupakan menambah niali guna suatu barang atau jasa. Dikenal lima jenis kegunaan barang maupun jasa yakni:
a.         Guna bentuk
b.        Guna jasa
c.         Guna tempat
d.        Guna waktu
e.         Guna milik
2.        Konsumsi
Dalam mengkonsumsi suatu barang haruslah sesuai dengan maqhasid syariah. Tujuan pertama mencari kepuasan tertinggi. Batasan dari suatu konsumsi adalah kemampuan anggaran. Konsumsi dalam Islam harus memperhatikan aspek ajaran agama Islam. Hal tersebut dapat dilaksanakan dalam hal memeperhatikan orang lain ketika melakukan kegiatan konsumsi. Tujuan konsumsi ekonomi Islam adalah mengkonsumsi dengan lebih mempertimbangkan maslahah daripada utilitas.
3.        Distribusi
Distribusi haruslah merata baik untuk kalangan bawah maupun kalangan atas. Hal tersebut dilakukan agar seluruh masyarakat sejahtera tanpa terkecuali. Hal tersebut merupakan salah satu maqhasid syariah.



BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Dasar ekonomi Islam ada 5, yakni Adl, Takaful, Tauhid, Kenabian, Khilafah. Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya “kapital”. Ciri dari sistem ekonomi adalah bukan ekonomi yang tersentral dan setiap individu memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan ekonomi tanpa dibatasi oleh pemerintah. Sosialisme adalah ‘alianse’ atau keterasingan yang timbul dalam suatu masyarakat kapitalis sebagi akibat dari eksploitasi kaum proletar oleh kaum borjulis. Setiap individu tidak memiliki kuasa atas kepemilikan dan segala sistem bersifat terpusat. Sementara itu sistem ekonomi Islam menganut keduanya dan hanya mengambil sisi positif dari kedua sistem ekonomi yang telah dijelaskan di atas.
Permasalahan utama dalam perekonomian konvensional adalah tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya dalam memnuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang disebut dengan kelangkaan (scarcity). Ekonomi konvensional memiliki paradigma yang berbeda dengan Islam. Islam memasukkan faktor X (kehendak Tuhan) di dalamnya. Sehingga ekonomi Islam dibangun dengan berbagai prinsip syariah yang telah dibahas di awal. Dalam membahas permasalahan yang ada di ekonomi, ekonomi Islam terbagi atas tiga pemikiran mahzab.
Dalam agama Islam, pemilik mutlak dari alam semesta ini adalah Tuhan Yang Maha Esa. Allah menciptakan alam semesta ini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Setiap manusia memiliki hak untuk memanfaatkan apa yang telah disediakan oleh Tuhan. Manusia hanya mendapat mandat untuk memanfaatkan dan mengembangkannya untuk kepentingan kemaslahan manusia (li hifdz al maslahat al ibad).
Aktivitas dalam ekonomi umumnya terdiri dari 3 aktivitas yakni, produksi, distribusi dan konsumsi. Dalam ekonomi Islam aktivitas pentingnya juga sama seperti ekonomi konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata.
Aziz, Abdul Dan Ulfah, Mariyah. 2010. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung: Alfabeta
Karim, Adiwarman. 2015. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo  Persada.
Kementrian Agama Indonesia.2010. Mushaf Aisyah. Bandung: Jabal Raudhatul Jannah.
Muhammad. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nur Rianto Al Arif, M. 2010. Teori Mikroekonomi; Suatu Perbandingan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana.
Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam.2012. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Sukirno, Sadono. 2013. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.



[1] Pusat Pengkajian Dan Pemngembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 58.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid, 59.
[5] Ibid, 63.
[6] Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 4.
[7] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, 65.
[8] Ibid, 66
[9] Ibid, 69
[10] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Gramata, 2010), 298
[11] Ibid, 299
[12] Abdul Aziz Dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2010), 5.
[13] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, 77.
[14] M. Nur Rianto Al Arif, Teori Mikroekonomi; Suatu Perbandingan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana, 2010), 20.
[15] Ibid.
[16] Ibid, 23.
[17] Ibid, 24.
[18] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), 53.
[19] QS. al-Qamar: 49.
[20] QS. at-Takaatsur: 1-5.
[21] Muhammad, 9.
[22] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, 75.
[23] Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, 76
[24] Muhammad, 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar