Kamis, 13 September 2018

MAKALAH CABANG-CABANG FILSAFAT DAN PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT



MAKALAH
CABANG-CABANG FILSAFAT DAN PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Description: utmm.jpg
Disusun oleh :
1.     Zakiyatur Rahmah               (150721100126)
2.     Kholifah                                 (150721100052)
3.     Noer Faizah                           (150721100121)
4.     Bahrus Ali                              (150721100098)



EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan Allah SWT, karena dengan berkat rahmat dan hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Nur Cholis Majid yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami, dan tidak luput juga kami ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang ikut menyumbang  pikirannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami memohon maaf kepada bapak Nur Cholis Majid khusunya dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah ini.



Bangkalan, 02 Oktober 2015


Penyusun











DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2

Bab II Pembahasan
2.1 Cabang Filsafat Ilmu.................................................................................. 2
2.2 Prinsip Filsafat Ilmu................................................................................... 8

Bab III PENUTUP
3.1Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2 Saran........................................................................................................... 12

Daftar Pustaka....................................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Upaya untuk mencari jawaban kebenaran melalui pendekatan berfikir secara kritis, integral, reflektif, radikal, sistimatis, dan universal.
Masih ada upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara mengetahui macam-macam pengetahuan manusia. Filsafat adalah salah satu jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan filsafat. Pengetahuan adalah keadaan tahu; pengetahuan ialah semua yang diketahui. Ini bukan definisi pengetahuan, tetapi sekedar menunjukkan apa kira-kira pengetahuan itu.
Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu?(Ontologi), Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut?(Epistemologi), Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan?(Aksiologi). Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam kahasanah kehidupan kita.
Adapun mengenai prinsip berfilsafat, dalam kehidupan yang manusia tidak tahu apa yang akan terjadi di dalamnya, yang tidak tahu apa yang akan menimpanya, yang hanya bisa menebak dan  tidak bisa memastikan, karena yang ada hanyalah peluang yang belum tentu tepat, sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya yang membuat arah manusia itu berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu membawanya pada tujuan yang diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia membutuhkan komponen yang tak bisa dihiraukan begitu saja itu adalah log pose atau penunjuk arah dan tekad yang kuat agar garis finish yang ditujunya bisa tercapai. Namun kadang tekad itu mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad yang baru. Itulah yang akan terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip yang harus ia jadikan penguat tekad dan penunjuk arah tersebut.
1.2    Rumusan Masalah
a.       Apa saja cabang-cabang ilmu dalam Filsafat Ilmu?
b.      Apa saja prinsip yang ada di dalam Filsafta Ilmu?




























BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Cabang- Cabang Ilmu Filsafat
1.        Ontologi Ilmu
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan pendidikan kefilsafatan yang paling kuno.[1] Ontologi berasal dari dua suku kata yakni ontos yang berarti sesuatu yang berwujud dan logos yang berarti ilmu. Oleh karena itu ontologi dapat diartikan ilmu atau teori tentang wujud hakeket yang ada.
Objek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat digapai panca indra.[2] Sehingga yang dinamakan dengan objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.[3]
Dari teori ini muncullah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain:
a.         Filsafat Materialisme
Aliran ini beranggapan bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukanlah rohani. Aliran ini juga sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.[4]
b.        Filsafat Idealisme
Aliran ini sering disamakan dengan spiritualisme. Idealisme memiliki arti serba cita. Sedangkan spiritualisme berarti sebuah ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea” yang berarti sesuatu yng hadir dalam jiwa. Idealisme beranggapan hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu suatu yang tak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan rohani.
c.         Filsafat Dualisme
Di aliran ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini beranggapan bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yakni hakikat materi dan hakikat rohani.
d.        Filsafat Skeptisisme
e.         Filsafat Agnositisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat nurani. Kata Agnositisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know.[5]
Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi objek kajian filsafat mencakup tiga segi, yakni (a) logika (benar-salah), (b) etika (baik-buruk), dan (c) estetika (indah-jelek).[6] Kemudian ditambah dua lagi yakni yang pertama, teori tentang ada:tentang hakkikat keberadaan zat, hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran antara semuanya terangkum dalam metafisika. Kedua, kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal, terangkum dalam politik.kelima acabang tersebut berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang lebih spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu.
Teori ini pertama kali diutarakan oleh Plato (428-348 M) dimana dalam teorinya disebutkan bahwa tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada idenya. Yang dimaksud ide disini adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Ide manusia menurut Plato adalah badan hidup yang kita kenal dan dapat berpikir.[7] Pendapat kedua dikemukakan bahwa manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam iini ada kebenaran.
Louis O. Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontodologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontodologi adalah pemikiran Thales, yang berpenmdapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.[8]
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh dari negara ini yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yakni Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masa itu banyak orang yang belum mebedakan antara penampakan dengan kenyataan.
Hakikat kenyataan dapat didekati ontologi melalui dua cara. Cara yang pertama yakni dengan cara kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak. Kedua, kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan tersebut memiliki kualitas tertentu.
Ontologi secara sederhana dapat dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret kritis.[9] Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan dapat diuraikan secara:
a.         Metodis, menggunakan cara ilmiah.
b.        Sitematis, saling berkaitan satu sma lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c.         Koheren, nsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d.        Rasional, harus berdasar pada kaidah yang benar (logis)
e.         Komperehensif, melihat objek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan
f.         Radikal, diuraikan sampai akar persoalannya
g.        Universal, muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Aliran dalam ontologi:
a.         Realisme
b.        Naturalisme
c.         Empirisme
Istilah penting yang terkait dengan ontologi adalah:
a.         Yang ada (being)
b.        Esensi (essence)
c.         Substansi (subtance)
d.        Perubahan (change)
e.         Tunggal (singular,one)
f.         Jamak (plural/many)
Karakterisitik ontologi ilmu pengetahuan antara lain:
a.         Ilmu berasal dari riset (penelitian)
b.        Tidak ada konsep wahyu
c.         Adanya konsep pengetahuan empiris
d.        Pengetahuan rasional bukan keyakinan
e.         Pengetahuan objektif
f.         Pengetahuan sistematik
g.        Pengetahuan metodologis
h.        Pengetahuan observatif
i.          Menghargai asas verifikasi
j.          Menghargai asas eksplanatif (penjelasan)
k.        Menghargai asas keterbukaan dan dapat diulang kembali
l.          Menghargai asas skeptikisme yang radikal
m.      Melakukan pembuktian bentuk kasualitas (casuality)
n.        Mengakui pengetahuan dan konsep relatif (bukan absolut)
o.        Mengakui adanya logika-logika ilmiah
p.        Memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah
q.        Memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan
r.          Pengetahuan bersifat netral atau tidak memihak
s.         Menghargai berbagai metode eksperimen
t.          Melakukan terapan ilm ilmu menjadi teknologi
2.        Aksiologi
Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu, untuk mengetahui kegunaan filsafat kita memulai dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori,kedua filsafat sebagai pandangan hidup, dan ketiga filsafat sebagai metode pemecahan masalah.[10]
Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Filsafat sebagai philosophy of life juga penting dipelajari fungsinya mirip sekali dengan agama. Singkatnya, filsafat sebagai philoshopy of life gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Filsafat juga sebagai methodology dalam memecahkan masalah. Sesuai dengan sifat filsafat, ia akan menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam artinya menyelesaikan masalah dengan cara pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah. Universal artinya melihat masalah dalam hubungan seluas-luasnya.
Aksiologi Scheler menampilkan konsep-konsep etiknya tentang pengalaman nilai ,bedanya yang baik dengan yang mempunyai value .Scheler menampilkan empat jenis values. Keempat jenis value yakni seperti berikut.
1.        Value sensual, dalam tampilan seperti menyenangkan dan tidak menyenangkan.
2.        Nilai hidup ,seperti agung atau bersahaja
3.        Nilai kejiwaan, seperti nilai etis , nilai benar, nilai salah, dan nilai intriksi ilmu, nilai religius , seperti yang suci dan yang sakral.
3.        Epistimologi
Epistimologi adalah cabang-cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori ilmu pengetahuan. Istilah epistimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata, yaitu Episteme {pengetahuan}dan logos, {kata, pikiran, pendapat, percakapan, ilmu}.jadi epistimologi berarti kata percakapan tentang ilmu pengetahuan.
Metode ilmiyah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode solving adalah memecahkan masalah dengan cara menidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesi,mengumpulkan data,mengorganisasikan dan menganalisis data ;menyimpulkan dan kondision melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis.tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip ,generalisasi dan hukum-hukum . temuan itu dapat dipakai sebagai basis bingkai atau kerangka pemikiran untuk menerangkan ,mendeskripsikan ,mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara lebih cepat.
Epistimologi terdiri atas epistimologi subjektif dan epistimologi pragmatik. Epistimologi subjektif memberikan implikasi pada standar rasional tentang yang diyakini. Menggunakan standar berarti bahwa sesuatu yang diyakini benar itu, tentunya memiliki sifat reliabel. Apabila ajek sebagai standar, para reliabilis itu pada hakikatnya adalah objektifitas. Sebaiknya, karena yang diyakini benar tersebut perlulah terolah secara reflektif,maka sifatnya menjadi kembali subjektif(Muhajir,1997:62).

2.2    Prinsip-Prinsip Dalam Berfilsafat
Dalam kehidupan yang manusia tidak tahu apa yang akan terjadi dalamnya, yang tidak tahu apa yang akan menimpanya, yang hanya bisa menebak dan  tidak bisa memastikan, karena yang ada hanyalah peluang yang belum tentu tepat, sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya yang membuat arah manusia itu berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu membawanya pada tujuan yang diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia membutuhkan komponen yang tak bisa dihiraukan begitu saja itu adalah log pose atau penunjuk arah dan tekad yang kuat agar garis finish yang ditujunya bisa tercapai. Namun kadang tekad itu mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad yang baru. Itulah yang akan terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip yang harus ia jadikan penguat tekad dan penunjuk arah tersebut.
Prinsip adalah rambu yang mengingatkan tujuan sebenarnya yang sudah ditempel pada awal perjalanan. Manusia hidup sesuai prisipnya masing-masing, manusia mengatur langkahnya menggunakan prinsip dengan harapan ia dapat mencapai tujannya. Namun prinsip bukanlah suatu rambu yang dibuat oleh ego sendiri. Prinsip yang kita buat tidak bisa dijadikan patokan bila mengganggu prinsip lain, menghadang jalan lain, mengubah arah jalan lain ke jurang dalam. Dampak tidak mematuhi prinsip yang benar dapat berupa dampak yang besar dan dampak yang sedikit-sedikit menjadi besar. Besar atau kecilnya dampak yang akan terjadi dapat diprediksikan dari penting atau tidaknya langkah pelaku.
Seorang filsuf dapat dikatakan sebagai pelaku yang mempunyai langkah penting, dan mempunyai andil pada langkah orang lain. Seorang filsuf mempunyai tugas menyalakan lilin di ruang gelap menunggu matahari terbit lagi. Sebuah peradaban dapat berjalan baik atau buruk tergantung pada ilmuan itu, apakah dia memegang prinsip untuk menerangi jalan atau memperburuk keadan.
Sebagai manusia yang hidup berdampingan, yang belajar dengan melihat apa yang terjadi pada kehidupan yang sepertinya ramai ini, yang berinteraksi satu sama lainnya, yang saling memenuhi kebutuhan satu sama lainnya pasti dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Semua hal yang dicetuskan merupakan hasil dari pertimbangan dalam kehidupan, begitupun dengan prinsip di bawah ini. Prinsip ini merupakan hasil pertimbangan dari pengelihatan dan pemikiran tentang hal yang sewajarnya dimiliki oleh seorang makhluk hidup yang berpopulasi, terutama seorang filsuf.
Dari pertimbangan itu mengasilkan  Lima prinsip penting dalam berfilsafat:
1.        Meniadakan kecongkakan mana tahu sendiri
Prinsip ini adalah prinsip yang harus selalu dipegang oleh manusia dalam segala keadaan, tanpa prinsip ini manusia tidak akan menemukan ke-objektifitasan terhadap apa yang telah ditelaahnya. Terutama dalam berfilsafat, seorang filsuf itu tidak akan menemukan jalan lain yang padahal jalan itu sendiri dapat memberikannya jalan keluar terhadap jalan pikirannya yang mungkin sedang terhalang oleh tembok permasalahan yang tidak dapat diatasi olehnya sendiri.
Seorang filsuf pernah berpantun tentang macam manusia:
Ada orang yang tahu ditahunya
Ada orang yang tahu ditidaktahunya
Ada orang yang tidak tahu ditahunya
Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya.[11]
Itulah mengapa seorang filsuf tidak boleh mengurung pikirannya. Seorang filsuf harus selalu bercermin terhadap pikirannya agar tidak termasuk macam orang yang tahu ditidaktahunya  dan tidaktahu ditidaktahunya.
2.        Perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran
Dalam prinsip ini seorang filsuf haruslah berpikir tentang dampak apa yang akan terjadi bila ia menyembunyikan kebenaran. Janganlah terjadi kejadian seorang filsuf merubah arahnya ke jalan menuju jurang kesesatan. Berfilsafat merupakan berjalan mendahului orang lain untuk mengetahui jalan mana yang benar yang pantas untuk ditunjukkan kepada orang lain. Bila seorang filsuf menyembunyikan kebenaran dan menunjukkan arah yang salah maka orang lain yang di belakangnya pun akan jauh ke jurang kesesatan.
Dalam petualangan kehidupannya, seorang filsuf haruslah berjanji kepada dirinya untuk menuju garis finish yang sebenarnya. Meskipun ia harus merasakan lubang di jalan. Meskipun jalan yang ditempuhnya sangat panjang. Namun mental yang kuat untuk seorang filsuf dapat menenangkannya demi garis finish yang sudah menunggunya.
3.        Memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan jawabannya.
Dalam prinsip ini yang menjadi acuan pokok adalah tekad dan kegigihan seorang filsuf. Sebenarnya prinsip ini dapat kita benarkan dengan melihat kejadian yang terjadi pada kehidupan yang dialami, apa maksudnya? Dapat kita lihat sendiri tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam diri, tak beraksi untuk memenuhi kehidupannya. Semua makhluk hidup berjuang untuk dapat bertahan hidup. Begitupun dengan seorang filsuf, ia dapat bertahan dan berhasil mendapatkan jawaban yang dibutuhkan dengan kegigihannya melawan beratnya masalah yang dihadapi.
4.        Latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari waktu kewaktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis.
Seperti yang telah kita ketahui dalam film-film yang kita tonton, seorang pendekar mulai mengembara ketika latihannya telah selesai, dan siap menghadapi kenyataan yang ada. Hal itu hampir sama dengan seorang filsuf hanya saja seorang filsuf melakukan latihannya bukan hanya ketika hendak mengembara namun seorang filsuf melakukannya terus meskipun sudah berada pada tahap pengembaraan. Itu semua dilakukan karena tidak selamanya pedang dipakai untuk menebas. Seorang filsuf harus berlatih menjadi orang yang flexible, agar ia siap menerima dan mengirim pemikirannya pada masalah yang datang pada waktu yang terus berubah.
5.        Sikap keterbukaan diri, artinya orang yang mempelajari filsafat sebaiknya tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu.
Prinsip ini sebenarnya mempunyai hubungan dengan prinsip yang pertama. Tujuan dari prinsip ini sama dengan prinsip yang pertama, hanya saja bila prinsip yang pertama berupa larangan dan prinsip ini berupa perintah. Namun tetap kedua prinsip itu mempunyai point khusus dan saling berkesinambungan. Seorang filsuf dilarang mempunyai sifat mana tahu sendiri, pada prinsip ini memberikan syarat untuk memegang prinsip yang kelima. Bila seorang filsuf sudah bisa mengatur ego nya, maka ia harus belajar untuk melaksanakan prinsip keterbukaan ini. 












BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Pemikiran filosof dapat digolongkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu mengenai cara memperoleh pengetahuan (teori pengetahuan), mengetahui hakikat (teori hakikat), dan mengenai kegunaan (ini yang disebut teori nilai). Jadi sistematika filsafat itu adalah teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai. Di dalam cabang-cabang itu muncul isme-isme. Dikarnakan filsafat adalah hasil pemikiran berupa sistem, sistem itu mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Berfilsafatpun mempunyai prinsip-prinsip yaitu, meniadakan kecongkakan mana tahu sendiri, perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran, memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan jawabannya, latihan intelektual secara aktif baik secara lisan maupun tertulis, dan sikap ketebukaan sendiri. 
3.2    Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para pembaca sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang akan datang.












DAFTAR PUSTAKA

Rohman abdur,Pengantar Filsafat Ilmu,Surabaya:Buku Pustaka Raja,2013
Banasuru Aripin , Filsafat dan Filsafat ilmu,Bandung:Alvabeta,cv,2013
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008






[1] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 131
[2] Drs. H. Mohammad Adib, M.A., Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal. 69
[3] Ibid, hal 69.
[4] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 134
[5] Ibid, hal. 146
[6] Drs. H. Mohammad Adib, M.A., Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008hal.70.
[7] Ibid, hal.71
[8] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 132
[9] Drs. H. Mohammad Adib, M.A., Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008, hal.73
[10] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal.42

[11] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu (sebuah pengantar populer), Pustaka Sinar Harapan. Jakarta, 2003
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar