MAKALAH
CABANG-CABANG FILSAFAT DAN
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Disusun oleh :
1.
Zakiyatur Rahmah (150721100126)
2.
Kholifah (150721100052)
3.
Noer Faizah (150721100121)
4.
Bahrus Ali (150721100098)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan Allah SWT, karena dengan berkat rahmat dan
hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Nur Cholis Majid yang telah membimbing
dan memberikan ilmunya kepada kami, dan tidak luput juga kami ucapkan terima
kasih banyak kepada teman-teman yang ikut menyumbang pikirannya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami memohon maaf kepada bapak Nur Cholis Majid khusunya dan umumnya kepada para pembaca apabila
menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
bahasanya maupun isinya, kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat
membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah ini.
Bangkalan, 02 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
2.1 Cabang Filsafat Ilmu.................................................................................. 2
2.2 Prinsip
Filsafat Ilmu................................................................................... 8
Bab III PENUTUP
3.1Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2 Saran........................................................................................................... 12
Daftar Pustaka....................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat
adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Upaya untuk mencari jawaban kebenaran melalui
pendekatan berfikir secara kritis, integral, reflektif, radikal, sistimatis,
dan universal.
Masih ada
upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara mengetahui
macam-macam pengetahuan manusia. Filsafat adalah salah satu jenis pengetahuan
manusia, yaitu pengetahuan filsafat. Pengetahuan adalah keadaan tahu;
pengetahuan ialah semua yang diketahui. Ini bukan definisi pengetahuan, tetapi
sekedar menunjukkan apa kira-kira pengetahuan itu.
Jadi untuk
membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya
maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan
itu?(Ontologi), Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan
tersebut?(Epistemologi), Serta untuk apa pengetahuan termaksud
dipergunakan?(Aksiologi). Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan ini
maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang
terdapat dalam kahasanah kehidupan kita.
Adapun
mengenai prinsip berfilsafat, dalam kehidupan yang manusia tidak tahu apa yang
akan terjadi di dalamnya, yang tidak tahu apa yang akan menimpanya, yang hanya
bisa menebak dan tidak bisa memastikan, karena yang ada hanyalah
peluang yang belum tentu tepat, sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya
yang membuat arah manusia itu berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu
membawanya pada tujuan yang diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia
membutuhkan komponen yang tak bisa dihiraukan begitu saja itu adalah log pose
atau penunjuk arah dan tekad yang kuat agar garis finish yang ditujunya bisa
tercapai. Namun kadang tekad itu mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad
yang baru. Itulah yang akan terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip
yang harus ia jadikan penguat tekad dan penunjuk arah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa saja cabang-cabang ilmu dalam
Filsafat Ilmu?
b.
Apa saja prinsip yang ada di dalam
Filsafta Ilmu?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Cabang-
Cabang Ilmu Filsafat
1.
Ontologi
Ilmu
Ontologi merupakan
salah satu di antara lapangan pendidikan kefilsafatan yang paling kuno.[1]
Ontologi berasal dari dua suku kata yakni ontos yang berarti sesuatu yang
berwujud dan logos yang berarti ilmu. Oleh karena itu ontologi dapat diartikan
ilmu atau teori tentang wujud hakeket yang ada.
Objek ilmu atau
keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat digapai panca indra.[2]
Sehingga yang dinamakan dengan objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan
kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.[3]
Dari teori ini muncullah beberapa aliran
dalam filsafat, antara lain:
a.
Filsafat
Materialisme
Aliran
ini beranggapan bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukanlah rohani.
Aliran ini juga sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.[4]
b.
Filsafat
Idealisme
Aliran
ini sering disamakan dengan spiritualisme. Idealisme memiliki arti serba cita.
Sedangkan spiritualisme berarti sebuah ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”
yang berarti sesuatu yng hadir dalam jiwa. Idealisme beranggapan hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu suatu yang tak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan rohani.
c.
Filsafat
Dualisme
Di
aliran ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini beranggapan bahwa
benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yakni hakikat
materi dan hakikat rohani.
d.
Filsafat
Skeptisisme
e.
Filsafat
Agnositisisme
Paham
ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat nurani. Kata Agnositisisme berasal dari bahasa
Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya
not, gno artinya know.[5]
Jujun S. Suriasumantri
menyatakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi objek kajian filsafat mencakup
tiga segi, yakni (a) logika (benar-salah), (b) etika (baik-buruk), dan (c)
estetika (indah-jelek).[6]
Kemudian ditambah dua lagi yakni yang pertama, teori tentang ada:tentang
hakkikat keberadaan zat, hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran antara
semuanya terangkum dalam metafisika. Kedua, kajian mengenai organisasi
sosial/pemerintahan yang ideal, terangkum dalam politik.kelima acabang tersebut
berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang lebih spesifik
lagi yang disebut filsafat ilmu.
Teori ini pertama kali
diutarakan oleh Plato (428-348 M) dimana dalam teorinya disebutkan bahwa
tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada idenya. Yang dimaksud ide disini
adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Ide manusia menurut
Plato adalah badan hidup yang kita kenal dan dapat berpikir.[7]
Pendapat kedua dikemukakan bahwa manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya
bahwa dalam alam iini ada kebenaran.
Louis O. Kattsoff dalam
Elements of Filosophy mengatakan, Ontodologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran
ontodologi adalah pemikiran Thales, yang berpenmdapat bahwa airlah yang menjadi
ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya
satu saja yaitu air.[8]
Ontologi
merupakan
salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani yang
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh dari negara ini yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis yakni Thales, Plato, dan Aristoteles.
Pada masa itu banyak orang yang belum mebedakan antara penampakan dengan
kenyataan.
Hakikat kenyataan dapat
didekati ontologi melalui dua cara. Cara yang pertama yakni dengan cara
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak. Kedua, kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan tersebut
memiliki kualitas tertentu.
Ontologi secara
sederhana dapat dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret kritis.[9]
Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan dapat diuraikan secara:
a.
Metodis,
menggunakan cara ilmiah.
b.
Sitematis,
saling berkaitan satu sma lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c.
Koheren,
nsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d.
Rasional, harus
berdasar pada kaidah yang benar (logis)
e.
Komperehensif,
melihat objek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan
f.
Radikal,
diuraikan sampai akar persoalannya
g.
Universal,
muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Aliran dalam ontologi:
a.
Realisme
b.
Naturalisme
c.
Empirisme
Istilah penting yang terkait dengan
ontologi adalah:
a.
Yang ada (being)
b.
Esensi (essence)
c.
Substansi
(subtance)
d.
Perubahan
(change)
e.
Tunggal
(singular,one)
f.
Jamak
(plural/many)
Karakterisitik ontologi
ilmu pengetahuan antara lain:
a.
Ilmu berasal
dari riset (penelitian)
b.
Tidak ada konsep
wahyu
c.
Adanya konsep
pengetahuan empiris
d.
Pengetahuan
rasional bukan keyakinan
e.
Pengetahuan
objektif
f.
Pengetahuan
sistematik
g.
Pengetahuan
metodologis
h.
Pengetahuan
observatif
i.
Menghargai asas
verifikasi
j.
Menghargai asas
eksplanatif (penjelasan)
k.
Menghargai asas
keterbukaan dan dapat diulang kembali
l.
Menghargai asas
skeptikisme yang radikal
m. Melakukan
pembuktian bentuk kasualitas (casuality)
n.
Mengakui
pengetahuan dan konsep relatif (bukan absolut)
o.
Mengakui adanya
logika-logika ilmiah
p.
Memiliki
berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah
q.
Memiliki konsep
tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan
r.
Pengetahuan
bersifat netral atau tidak memihak
s.
Menghargai
berbagai metode eksperimen
t.
Melakukan
terapan ilm ilmu menjadi teknologi
2.
Aksiologi
Aksiologi
membicarakan guna pengetahuan itu, untuk mengetahui kegunaan filsafat kita
memulai dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat
sebagai kumpulan teori,kedua filsafat sebagai pandangan hidup, dan ketiga
filsafat sebagai metode pemecahan masalah.[10]
Filsafat
sebagai kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Filsafat sebagai philosophy of life juga penting dipelajari
fungsinya mirip sekali dengan agama. Singkatnya, filsafat sebagai philoshopy of
life gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Filsafat
juga sebagai methodology dalam memecahkan masalah. Sesuai dengan sifat
filsafat, ia akan menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian
masalah secara mendalam artinya menyelesaikan masalah dengan cara pertama-tama
mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah. Universal artinya melihat
masalah dalam hubungan seluas-luasnya.
Aksiologi
Scheler menampilkan konsep-konsep etiknya tentang pengalaman nilai ,bedanya
yang baik dengan yang mempunyai value .Scheler menampilkan empat jenis values.
Keempat jenis value yakni seperti berikut.
1.
Value sensual,
dalam tampilan seperti menyenangkan dan tidak menyenangkan.
2.
Nilai hidup
,seperti agung atau bersahaja
3.
Nilai kejiwaan,
seperti nilai etis , nilai benar, nilai salah, dan nilai intriksi ilmu, nilai
religius , seperti yang suci dan yang sakral.
3.
Epistimologi
Epistimologi adalah cabang-cabang
filsafat yang bersangkut paut dengan teori ilmu pengetahuan. Istilah
epistimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata, yaitu Episteme
{pengetahuan}dan logos, {kata, pikiran, pendapat, percakapan, ilmu}.jadi
epistimologi berarti kata percakapan tentang ilmu pengetahuan.
Metode ilmiyah adalah cara memperoleh
pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode solving
adalah memecahkan masalah dengan cara menidentifikasi permasalahan, merumuskan
hipotesi,mengumpulkan data,mengorganisasikan dan menganalisis data
;menyimpulkan dan kondision melakukan verifikasi, yakni pengujian
hipotesis.tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip
,generalisasi dan hukum-hukum . temuan itu dapat dipakai sebagai basis bingkai
atau kerangka pemikiran untuk menerangkan ,mendeskripsikan ,mengontrol,
mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara lebih cepat.
Epistimologi terdiri atas
epistimologi subjektif dan epistimologi pragmatik. Epistimologi subjektif
memberikan implikasi pada standar rasional tentang yang diyakini. Menggunakan
standar berarti bahwa sesuatu yang diyakini benar itu, tentunya memiliki sifat
reliabel. Apabila ajek sebagai standar, para reliabilis itu pada hakikatnya
adalah objektifitas. Sebaiknya, karena yang diyakini benar tersebut perlulah
terolah secara reflektif,maka sifatnya menjadi kembali
subjektif(Muhajir,1997:62).
2.2
Prinsip-Prinsip
Dalam Berfilsafat
Dalam
kehidupan yang manusia tidak tahu apa yang akan terjadi dalamnya, yang tidak
tahu apa yang akan menimpanya, yang hanya bisa menebak dan tidak
bisa memastikan, karena yang ada hanyalah peluang yang belum tentu tepat,
sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya yang membuat arah manusia itu
berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu membawanya pada tujuan yang
diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia membutuhkan komponen yang tak bisa
dihiraukan begitu saja itu adalah log pose atau penunjuk arah dan tekad yang
kuat agar garis finish yang ditujunya bisa tercapai. Namun kadang tekad itu
mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad yang baru. Itulah yang akan
terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip yang harus ia jadikan penguat
tekad dan penunjuk arah tersebut.
Prinsip
adalah rambu yang mengingatkan tujuan sebenarnya yang sudah ditempel pada awal
perjalanan. Manusia hidup sesuai prisipnya masing-masing, manusia mengatur
langkahnya menggunakan prinsip dengan harapan ia dapat mencapai tujannya. Namun
prinsip bukanlah suatu rambu yang dibuat oleh ego sendiri. Prinsip yang kita
buat tidak bisa dijadikan patokan bila mengganggu prinsip lain, menghadang
jalan lain, mengubah arah jalan lain ke jurang dalam. Dampak tidak mematuhi
prinsip yang benar dapat berupa dampak yang besar dan dampak yang
sedikit-sedikit menjadi besar. Besar atau kecilnya dampak yang akan terjadi
dapat diprediksikan dari penting atau tidaknya langkah pelaku.
Seorang
filsuf dapat dikatakan sebagai pelaku yang mempunyai langkah penting, dan
mempunyai andil pada langkah orang lain. Seorang filsuf mempunyai tugas
menyalakan lilin di ruang gelap menunggu matahari terbit lagi. Sebuah peradaban
dapat berjalan baik atau buruk tergantung pada ilmuan itu, apakah dia memegang
prinsip untuk menerangi jalan atau memperburuk keadan.
Sebagai
manusia yang hidup berdampingan, yang belajar dengan melihat apa yang terjadi
pada kehidupan yang sepertinya ramai ini, yang berinteraksi satu sama lainnya,
yang saling memenuhi kebutuhan satu sama lainnya pasti dapat mengetahui apa
yang baik dan apa yang buruk. Semua hal yang dicetuskan merupakan hasil dari
pertimbangan dalam kehidupan, begitupun dengan prinsip di bawah ini. Prinsip
ini merupakan hasil pertimbangan dari pengelihatan dan pemikiran tentang hal
yang sewajarnya dimiliki oleh seorang makhluk hidup yang berpopulasi, terutama
seorang filsuf.
Dari pertimbangan itu
mengasilkan Lima prinsip penting dalam berfilsafat:
1.
Meniadakan kecongkakan mana tahu
sendiri
Prinsip ini adalah prinsip yang harus selalu dipegang oleh manusia dalam
segala keadaan, tanpa prinsip ini manusia tidak akan menemukan
ke-objektifitasan terhadap apa yang telah ditelaahnya. Terutama dalam
berfilsafat, seorang filsuf itu tidak akan menemukan jalan lain yang padahal
jalan itu sendiri dapat memberikannya jalan keluar terhadap jalan pikirannya
yang mungkin sedang terhalang oleh tembok permasalahan yang tidak dapat diatasi
olehnya sendiri.
Seorang filsuf pernah berpantun tentang macam manusia:
Ada orang yang tahu ditahunya
Ada orang yang tahu ditidaktahunya
Ada orang yang tidak tahu ditahunya
Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya.[11]
Itulah mengapa seorang filsuf tidak boleh mengurung pikirannya. Seorang
filsuf harus selalu bercermin terhadap pikirannya agar tidak termasuk macam
orang yang tahu ditidaktahunya dan tidaktahu ditidaktahunya.
2.
Perlunya sikap mental berupa
kesetiaan pada kebenaran
Dalam prinsip ini seorang filsuf haruslah berpikir tentang dampak apa yang
akan terjadi bila ia menyembunyikan kebenaran. Janganlah terjadi kejadian
seorang filsuf merubah arahnya ke jalan menuju jurang kesesatan. Berfilsafat
merupakan berjalan mendahului orang lain untuk mengetahui jalan mana yang benar
yang pantas untuk ditunjukkan kepada orang lain. Bila seorang filsuf
menyembunyikan kebenaran dan menunjukkan arah yang salah maka orang lain yang
di belakangnya pun akan jauh ke jurang kesesatan.
Dalam petualangan kehidupannya, seorang filsuf haruslah berjanji kepada
dirinya untuk menuju garis finish yang sebenarnya. Meskipun ia harus merasakan
lubang di jalan. Meskipun jalan yang ditempuhnya sangat panjang. Namun mental
yang kuat untuk seorang filsuf dapat menenangkannya demi garis finish yang
sudah menunggunya.
3.
Memahami secara sungguh-sungguh
persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan jawabannya.
Dalam prinsip ini yang menjadi acuan pokok adalah tekad dan kegigihan
seorang filsuf. Sebenarnya prinsip ini dapat kita benarkan dengan melihat
kejadian yang terjadi pada kehidupan yang dialami, apa maksudnya? Dapat kita
lihat sendiri tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam diri, tak beraksi
untuk memenuhi kehidupannya. Semua makhluk hidup berjuang untuk dapat
bertahan hidup. Begitupun dengan seorang filsuf, ia dapat bertahan dan berhasil
mendapatkan jawaban yang dibutuhkan dengan kegigihannya melawan beratnya
masalah yang dihadapi.
4.
Latihan intelektual itu dilakukan
secara aktif dari waktu kewaktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun
tertulis.
Seperti yang telah kita ketahui dalam film-film yang kita tonton, seorang
pendekar mulai mengembara ketika latihannya telah selesai, dan siap menghadapi
kenyataan yang ada. Hal itu hampir sama dengan seorang filsuf hanya saja
seorang filsuf melakukan latihannya bukan hanya ketika hendak mengembara namun
seorang filsuf melakukannya terus meskipun sudah berada pada tahap
pengembaraan. Itu semua dilakukan karena tidak selamanya pedang dipakai untuk
menebas. Seorang filsuf harus berlatih menjadi orang yang flexible, agar ia
siap menerima dan mengirim pemikirannya pada masalah yang datang pada waktu
yang terus berubah.
5.
Sikap keterbukaan diri, artinya
orang yang mempelajari filsafat sebaiknya tidak dihinggapi oleh prasangka
tertentu.
Prinsip ini sebenarnya mempunyai hubungan dengan prinsip yang pertama.
Tujuan dari prinsip ini sama dengan prinsip yang pertama, hanya saja bila
prinsip yang pertama berupa larangan dan prinsip ini berupa perintah. Namun
tetap kedua prinsip itu mempunyai point khusus dan saling berkesinambungan.
Seorang filsuf dilarang mempunyai sifat mana tahu sendiri, pada prinsip ini
memberikan syarat untuk memegang prinsip yang kelima. Bila seorang filsuf sudah
bisa mengatur ego nya, maka ia harus belajar untuk melaksanakan prinsip
keterbukaan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemikiran filosof dapat digolongkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu
mengenai cara memperoleh pengetahuan (teori pengetahuan), mengetahui hakikat
(teori hakikat), dan mengenai kegunaan (ini yang disebut teori nilai). Jadi
sistematika filsafat itu adalah teori pengetahuan, teori hakikat dan teori
nilai. Di dalam cabang-cabang itu muncul isme-isme. Dikarnakan filsafat adalah
hasil pemikiran berupa sistem, sistem itu mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Berfilsafatpun mempunyai prinsip-prinsip yaitu, meniadakan kecongkakan mana
tahu sendiri, perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran, memahami
secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan
jawabannya, latihan intelektual secara aktif baik secara lisan maupun tertulis,
dan sikap ketebukaan sendiri.
3.2
Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu
mohon kiranya para pembaca sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran
guna perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Rohman
abdur,Pengantar Filsafat Ilmu,Surabaya:Buku Pustaka Raja,2013
Banasuru
Aripin , Filsafat dan Filsafat ilmu,Bandung:Alvabeta,cv,2013
Amsal Bakhtiar, Filsafat
Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012
Mohammad Adib, Filsafat
Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008
[1] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.,
Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 131
[2] Drs. H. Mohammad Adib, M.A.,
Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal. 69
[3] Ibid, hal 69.
[4] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.,
Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 134
[5] Ibid, hal. 146
[6] Drs. H. Mohammad Adib, M.A.,
Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008hal.70.
[7] Ibid, hal.71
[8] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.,
Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pers, 2012, hal. 132
[9] Drs. H. Mohammad Adib, M.A.,
Filsafat Ilmu Ontologi, Epitesmologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.73
[10] Ahmad Tafsir, Filsafat
Umum,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal.42
[11] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat
Ilmu (sebuah pengantar populer), Pustaka Sinar Harapan. Jakarta, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar