Kamis, 13 September 2018

MAKALAH PERSEPSI DAN PROSES BELAJAR KONSUMEN


 


MAKALAH

PERSEPSI DAN PROSES BELAJAR KONSUMEN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Perilaku Konsumen


Dosen Pengampu:
Mashudi, S.HI., M.EI.



Disusun oleh:
Desi Ismi Rojasari     (150721100006)
Istiqomah                  (150721100015)
Zakiyatur Rahmah     (150721100126)


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Persepsi dan Proses Belajar Konsumen ” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Analisis Perilaku Konsumen. Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Mashudi S,HI.M,EI selaku Dosen mata kuliah Analisis Perilaku Konsumen dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bangkalan, 12 Oktober 2017



Penyusun






DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Presensi dan proses Belajar Konsumen......................................... 2
2.2 Proses Belajar Kognitif dan Belajar Perilaku.................................................. 5
2.3 Proses Belajar Classical Conditioning............................................................. 6
2.4 Proses Belajar Instrumen................................................................................. 7
2.5 Terbentuknya Persepsi Oleh Konsumen.......................................................... 7

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Krisis moneter dan keuangan yang melanda bangsa Indonesia sejak pertengahan 1997 dan rontoknya system perbankan nasional, telah mendorong dan menyadarkan banyak pihak untuk menengok system keuangan syariah, sebagai alternatif. Salah satu bentuk kesadaran nasional itu adalah lahirnya undang-undang No. 10 tahun 1998, sebagai pengganti undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang bank Indonesia, yang mengakomodasi dan mendorong kehadiran perbankan syariah secara luas. Dengan diberlakukannya undang-undang No.10 tahun 1998 yang menetapkan sistem perbankan di Indonesia sebagai dual banking system atau system perbankan ganda : konvensional dan syariah, dimana bank konvensional beroperasi berdampingan dengan bank syariah. Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan nasional yang sedang dilaksanakan dewasa ini, yaitu membangun kembali system perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan dan kebangkitan ekonomi nasional khusunya dalam sektor perbankan maka lahirlah undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dengan disahkannya undang-undang No. 21 tahun 2008 tersebut maka landasan hokum tentang perbankan syariah telah cukup jelas dan kaut, baik dari segi kelembagaan maupun landasan operasionalnya.
Dunia perbankan syariah saat ini sedang dalam kondisi yang baik untuk pengembangannya. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman mendalam akan akad akad yang digunakan dalam perbankan syariah.
Banyak dari masyarakat Indonesia yang masih berpikir bahwa transaksi yang dilakukan di perbankan syariah dan perbankan konvensional sama saja. Padahal dalam rakteknya sangat berbeda apabila dilihat secara dekat.
1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian ijarah?
2.      Bagaimana dasar hukum akad ijarah?
3.      Bagaimana fatwa atas akad ijarah?
4.      Bagaimana jenis-jenis akad ijarah?
5.      Bagaimana skema akad ijarah?
6.      Bagaimana penerapan akad iajarah dalam perbankan syariah?
1.2    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian ijarah.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum akad ijarah.
3.      Untuk mengetahui fatwa atas akad ijarah.
4.       Untuk mengetahui jenis-jenis akad ijarah.
5.      Untuk mengetahui skema akad ijarah.
6.      Untuk mengetahui penerapan akad iajarah dalam perbankan syariah.





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Ijarah
Secara etimologis, al-ijarah berasal dari kata al-ajru, yang menurut bahasa adalah al-iwadh, yaitu ganti dan upah. Ijarah merupakan isim mustaq dari kata kerja ajaran yang berarti membalas atau balasan atau tebusan. Adapun menurut syara’, al-ijarah berarti akad atas manfaat dengan imbalan atau tukaran dengan syarat-syarat tertentu. Dalam arti luas, ijarah bermakna akad yang berisi penukaran manfaat atas seuatau dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Ijarah secara etimologi bererti upah dan sewa, jasa atau imbalan. [1]
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, pembiayaan ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu terentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikian barang. [2]
                        Menurut ED PSAK No. 107, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembiayaan sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset. [3]
Menurut syariat islam, ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat atas kompensasi, sedangkan mempersewakan adalah akad atas manfaat (jasa) yang dimaksud lagi diketahui, menurut syarat-syarat tertentu (Sulaiman Rasjid, 1994:303)[4]
Para ulama mengemukakan beberapa definisi ijarah sebagai berikut:[5]
1.      Ulama mazhab Hanafiyah mendefinisikan ijarah sebagai
عقد على منا فع بعوض
“transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan”
2.      Ulama mazhab Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya sebagai berikut:
تمليك منا فع شيء مبا حة مدة معلوم بعوض
pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan “
3.      Menurut Hendi Suhendi (2002;115), ijarah adalah menukar sesuatu dengan imbalan, diterjemahkan dalam bahasa yang berarti sewamenyewa dan upah mengupah.
Pada konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease contract, yaitu suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan kepada salah satu nasabah berdasarkan pembebenan biaya yang ditentukan secara pasti sebelumnya.
2.2  Dasar Hukum Ijarah
a.       Al-qur’an
Surat At-Talaq ayat 6, yaitu sebagai berikut :
اسكنو هن من حيث سكنتم من وجدكم ولا تضاروهن لتضيقواعليهن ۗ وان كن اولب حمل فانقوا عليهن حتى يضعن حملهن ۗ فان ارضعن لكم فاتوهن اجو رهن اجورهن ۚ وان تعاسرتم فسترضع له اخرى
“Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan janganlah (istri-istri yang sudah ditalak )itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka melahirkan kandungannya, kemudan jika mereka menyusukan (anak-anak)mu .maka berikanlah imbalannya kepada mereka dan musyawarahkan diantara kamu (segala seseuatu) dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
b.      Al- Hadits
روى ابن عباس أن النبي صلى الله عليه و سلم احتحم واعطى الحجام أ جره
“ Dirwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu “ (HR Bukhari dan Muslim)[6]

عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : اعطوا الاخير أجره قبل أن يجف عرقه
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda “ Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering(HR Ibnu Majah)
2.3  Fatwa- Fatwa DSN-MUI tentang ijarah
Ada beberapa Fatwa DSN-MUI berkenaan dengan akad ijarah yang harus dipedomani untuk menetukan keabsahan akad ijarah. Fatwa- fatwa DSN-MUI tersebut yang telah dikeluarkan adalah :[7]
a.       Fatwa DSN- MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah
Pertama : Rukun dan syarat ijarah
1.      Pihak- pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa.
2.      Objek akad ijarah, yaitu manfaat barang dan sewa , manfaat jasa dan upah
3.      Sighat ijarah, yaitu ijab dan kabul berupa penyertaan darri kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
Kedua : ketentuan objek ijarah
1.      Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa
2.      Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.      Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak haram)
4.      Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
5.      Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa, untuk menghilangkan ketidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa.
6.      Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka wwaktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.      Sewa atau upah adalah sesutu yang dianjanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
Kitiga: kewajiban LKS dan Nasabah dalam pembayaran ijarah
1.      Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa
a.       Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b.      Menanggung biaya pemelihharaan.
c.       Menjamin bila terjadi cacat.
2.      Kewajiban nasabah
a.       Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad.
b.      Menangggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
c.       jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang diperbolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
b.      Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al ijarah al-muntahiyah bi al-Tamlik.[8]
Pertama: ketentuan umum
Akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Semua rukun dan syarat yang diberlakukan dalam akad ijarah(Fatwa DSN Nomor:09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-ijarah al-muntahiyaah bi al-Tamlik.
2.      Perjanjian untuk melakukan akad ijarah al-Mutahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani.
3.      Hak dankewajiban setiap pihak harus disepakati dalam akad.
Kedua :ketentuan tentang al-ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik[9]
1.      Pihak yang melakukan al-ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
2.      Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Ketiga:
1.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai keseepakatan melalui musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, kan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2.2    Jenis-Jenis Ijarah/ Macam-macam Ijarah
Secara global ijarah dapat dibagi atau dikembangkan menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu :
  1. Ijarah Mutlaqah
Ijarah mutlaqah atau leasing, adalah proses sewa-menyewa yang biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari, pengertian dalam bentuk ini identik dengan definisi diatas.
  1. Bai at-takjiri atau Hire Purchase
Adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsuran[10].
  1. Musyarakah mutanaqisah/descreasing participation
adalah kombinasi antar musyarakah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing katakanlah (A) 20%, (B) 80%, dengan modal 100% keduanya membeli suatu assets tertentu katakanlah rumah. Rumah tersebut kemudian disewakan kepemilik modal terkecil dalam hal ini (A) dengan harga sewa yang telah disepakati bersama. Karena (A) bermaksud untuk memiliki rumah tersebut pada akhir kontrak maka ia tidak mengambil bagian sewa miliknya, tetapi seluruhnya diserahkan ke (B) sebagai upaya penambahan prosentase modal miliknya. Dengan demikian untuk bulan kedua prosentase modal (A) akan bertambah dan (B) akan berkurang demikian seterusnya hingga (A) mimiliki 100% dari modal perkongsian (Muhamad: 2000, 26)
Dilihat dari segi objeknya, Ijarah dibagi menjadi 2 macam, yaitu
  1. Ijarah manfaat benda / barang
1.      Ijarah benda yang tidak bergerak (Uqar), yaitu mencakup bendabenda yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakannya, seperti: sewa rumah untuk ditempati atau sewa tanah untuk ditanami.
2.      Ijarah kendaraan (kendaraan tradisional maupun modern) seperti: unta, kuda dan benda-benda yang memiliki fungsi sama seperti mobil, pesawat dll.
3.      Ijarah barang-barang yang bisa dipindah-pindahkan, seperti: baju, perabotan dan tenda.
  1. Ijarah manfaat manusia.
Sedangkan Ijarah yang berupa manfaat manusia merupakan Ijarah yang objeknya adalah pekerjaan atau jasa seseorang, seperti: buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dokter, konsultan dan advokat. Ijarah jenis ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.      Ijarah manfaat manusia yang bersifat khusus (khas), yaitu seseorang yang disewa tenaga atau keahliannya secara khusus oleh penyewa untuk waktu tertentu dan dia tidak bisa melakukan pekerjaan lain kecuali pekerjaan atau jasa untuk penyewa tersebut, seperti pembantu rumah tangga yang hanya mengerjakan pekerjaan untuk majikannya bukan pada yang lain.
2.      Ijarah manfaat manusia yang bersifat umum (musytarik), yaitu pekerjaan atau jasa seseorang yang disewa atau diambil manfaatnya oleh banyak penyewa. Mis: Jasa dokter yang dapat disewa oleh orang banyak dalam waktu tertentu.
Ijarah yang dilakukan saat ini:
  1. Akad Ijarah
Ijarah berarti lease contract dan juga hire contract. Dalam konteks perbankan Islam, ijarah adalah suatu lease contract dibawah mana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), sebuah bangunan atau barang-barang, kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya.[11]
  1. Akad ijarah Mmtahiyah bittamlik (IMBT)
Ijarah mumtahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesui dengan akad sewa.[12]









2.3   Skema Pembiayaan Ijarah
Keterangan:
  1. Bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian dengan akad ijarah. Dalam akad dijelaskan tentang objek sewa, jangka waktu sewa, dan imbalan yang diberikan oleh leesee kepada lessor, hak opsi lessee setelah akad sewa berakhir dan ketentuan lainnya.
  2. Bank syariah membeli objek ijarah dari supplier. Asset yang dibeli oleh bank syariah sesuai kebiutuhan lesse.
  3. Setelah supplier mengantarkan objek Ijarah kepada penyewa. Objek tersebut dapat digunakan penyewa.
  4. Nasabah sebagai penyewa sesuai perjanjian dengan bank syariah melakukan pembayarannya kepada bank syariah sebagai pemberi sewa.
  5. Apabila menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik maka barang yang disewakan akan menjadi milik nasabah sebagai penyewa.
2.4         Penerapan Akad Ijarah di Bank Syariah
Adapun proses pembiayaan Ijarah Muntahiyah bittamlik pada saat calon nasabah ingin mengajukan permohonan pembiayaan adalah sebagai berikut[13]:
  1. para nasabah datang ke bank muamalat dengan membawa Surat Permohonan Ijarah dan proposal. Dalam surat permohonan ini nasabah menyampaikan tujuannya untuk menyewa barang/alat produksi/mesin/kendaraan yang dibutuhkan dalam usaha bisnisnya, serta sumber dana untuk membayar sewa tersebut. Selain surat permohonan ijarah nasabah juga menyertakan data-data perusahaan atau data-data nasabah yang lazim diminta oleh bank dan sesuai dengan kebijakan bank, diantaranya :
1.      Akte pendirian perusahaan beserta pengesahan.
2.      Fotocopy KTP/SIM/Pasport pengurus dan pemegang saham.
3.      Surat-surat izin yang diperlukan seperti SIUP, TDP, NPWP Neraca dan rugi/laba tiga tahun terakhir
4.      Nasabah juga melampirkan informasi/brochure barang/mesin/peralatan kendaraan yang dibutuhkan yaitu, tipenya, jumlah warna, dan ukuran, serta penjual/supplier barang tersebut.
  1. Data supplier adalah informasi tentang nama, alamat telepon, telex, fax, ataupun e-mail yang dimiliki supplier. Contact person/marketing yang berhubungan dengan nasabah dan keterangan lain yang menyatakan status supplier sebagai distributor tunggal, agen resmi atau hanya pengecer barang/mesin/kendaraan tersebut.
  2. Account officer/marketing akan menganalisa kelayakan bisnis nasabah, historis usaha nasabah baik dari segi kualitatif dan kuantitatif. Demikian pula halnya dengan accoun officer diwajibkan untuk menganalisa kelayakan usaha supplier yang diajukan oleh nasabah. Jika nasabah tidak mempunyai usulan/calon supplier. Maka account officer berhak untuk mencarikan supplier yang telah menjadi nasabah bank maupun supplier baru, sepanjang kelayakan usaha dan kesanggupan supplier dianggap memenuhi. Pada saat ini account officer sudah harus menanyakan pada supplier apakah barang/mesin/kendaraan dimaksud sudah tersedia (ready stock) apakah masih harus di import terlebih dahulu
  3. bagian administrasi pembayaran (unit support), akan menganalisa nasabah dan supplier dari segi yuridis, kelengkapan dokumentasi perusahaan dalam bidang hukum, dan kelayakan jaminan yang diajukan oleh nasabah, bila bank meminta adanya jaminan. Bagian administrasi pembiayaan juga akan melakukan bank checking atas nasabah dan bank checking atas supplier. Hasil pemeriksaan (checking) bagian administrasi pembiayaan akan disampaikan kepada account officer. Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut dan analisis kualitatif/kuantitatif account officer akan mempersentasikannya kepada komite pembiayaan untuk memperoleh persetujuan.
Bila permintaan nasabah dianggap tidak layak atau suppliernya diragukan, maka seluruh permintaan ini dapat dianggap tidak layak untuk mendapat fasilitas ijarah. Maka seluruh dokumen harus dikembalikan kepada nasabah, dan account officer menyampaikan penolakan tersebut kepada nasabah. Bila permintaan nasabah dan supplier dianggap layak serta memenuhi kriteria, komite akan memberikan persetujuan yang khususnya menyangkut aspek :
1.         Harga beli barang /mesin/kendaraan dari supplier
2.         Harga jual barang/mesin/kendaraan pada nasabah
3.         Biaya sewa perbula
4.         Jangka waktu pelunasan barang
5.         Besarnya uang jaminan untuk menyewa
6.         Persetujuan penunjukan supplier/penjual barang
7.         Jangka waktu sewa
8.         Besarnya harga beli pada akhir priode sewa
9.         Jaminan bila d perlukan dan
10.     Persyaratan lain yang harus di penuhi supplier
  1. Berdasarkan persetujuan komite, account officer akan mengirimkan surat persetujuan ijarah kepada nasabah. Surat persetujuan ijarah ini lazimnya pada dunia perbankan konvensional disebut sebagai offer Letter, atau surat yang isinya bank menyetujui permintaan nasabah untuk membelikan barang (di bank konvensional = bank menyetujui untuk memberikan fasilitas kredit pada nasabah). Dalam surat persetujuan ijarah perlu dinyatakan :
1.         spesifikasi barang yang akan disewa
2.         harga beli bank pada supplier
3.         biaya sewa
4.         jangka waktu sewa
5.         harga jual bank pada nasabah pada akhir periode
6.         besarnya uang jaminan untuk menyewa
uang jaminan ini untuk menandakan keseriusan nasabah untuk menyewa barang/peralatan tersebut dari bank dan membeli barang tersebut dari bank dan membeli barang tersebut di akhir priode penyewaan.
  1. setelah menerima surat ijarah dari bank, nasabah menyatakan persetujuannya atas seluruh persyaratan yang diajukan bank termasuk melengkapi seluruh dokumen yang diminta oleh bank dan membayar uang jaminan.
  2. nasabah membayar uang jaminan dan bank mengeluarkan Tanda Terima Uang Jaminan Sewa (TTUJS) yang akan ditandatangani oleh nasabah
  3. setelah menerima tanda terima uang jaminan sewa bagian administrasi pembiayaan dapat mengeluarkan Surat Pemesanan Barang pada Supplier (SPBPS) atau dalam dunia usaha lazim dikenal dengan Purchase Order (PO).
  4. Supplier menerima purchase order atau SPBPS dan menyatakan barang tersedia dan siap untuk dikirimkan pada nasabah.
  5. bila bank telah menerima konfirmasi bahwa barang telah tersedia dan siap untuk dikirmkan ke nasabah, bagian administrasi pembayaran sudah dapat mempersiapkan akad ijarah, yaitu pengikatan perjanjian antara bank dan nasabah untuk menyewa barang/atau mesin dimaksaud dalam jangka waktu tertentu dan diakhir periode penyewaan nasabah akan membeli barang tersebut.
  6. sesuai permintaan bank (bila masih diperlukan)supplier menyiapkan kelengkapan dokumen perusahaan dan dokumen barang/mesin/kendaraan untuk pelaksanaan proses jual beli barang dengan bank.
  7. selanjutnya antara bank dan supplier akan dilangsungkan akad murabahah untuk jual beli barang/mesin/kendaraan yang akan disewakan kepada nasabah. Pada saat ini dapat sekaligus dilakukan pengikatan jaminan (bila perlu) yaitu jaminan yang lazim digunakan seperti tanah, rumah, deposito, ataupun barang/mesin itu sendiri, setelah akad murabahah antara bank dengan supplier, otomatis proses pembelian barang telah terlaksana dan barang menjadi milik bank.
  8. supplier mengeluarkan Surat Permohonan Realisasi Murabahah (SPRM) kepada bank yang meminta pelunasan harga beli barang. Dalam SPRM dirinci harga jual, uang muka, sisa yang belum dilunasi dan nomor rekening supplier atau cara pembayaran lain yang diminta oleh supplier.
  9. bagian administrasi pembayaran dapat melakukan instruksi pembayaran sejumlah harga beli barang langsung pada rekening supplier atau melakukan cek atau instrumen lainnya sesuai pernyataan supplier dalam Surat Permohonan Realisasi Murabahah.
  10. setelah menerima pembayaran supplier akan menyerahkan Tanda Terima Uang Oleh Supplier (TTUOS) dan mengirimkan barang pada nasabah dengan melampirkan Surat Pengiriman Barang Pada Nasabah (SPBPN). SPBPN sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) yaitu :
    1. satu untuk supplier
    2. satu untuk nasabah
    3. satu wajib disimpan pada bank
  11. setelah barang diterima oleh nasabah, maka nasabah wajib untuk menyerahkan pada bank Tanda Terima Barang Oleh Nasabah (TTBON). TTBON sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) yaitu :
    1. satu untuk supplier
    2. satu wajib disampaikan pada bank
  12. setelah menerima barang sesuai dengan spesifikasi yang diminta, selanjutnya sesuai ketentuan dalam surat persetujuan ijarah, nasabah mulai melakukan pembayaran sewa.
  13. pada akhir periode tersebut nasabah membeli barang tersebut sesuai harga yang telah disepakati di akad ijarah. Bagaian administrasi pembiayaan akan menerima pembayaran dari nasabah dan melakukan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.



























BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Secara etimologis, al-ijarah berasal dari kata al-ajru, yang menurut bahasa adalah al-iwadh, yaitu ganti dan upah. Ijarah merupakan isim mustaq dari kata kerja ajaran yang berarti membalas atau balasan atau tebusan. Adapun menurut syara’, al-ijarah berarti akad atas manfaat dengan imbalan atau tukaran dengan syarat-syarat tertentu. Dalam arti luas, ijarah bermakna akad yang berisi penukaran manfaat atas seuatau dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Ijarah secara etimologi bererti upah dan sewa, jasa atau imbalan. [14]
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, pembiayaan ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu terentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikian barang. [15]
Pelaksanaan ijarah dalam perbankan syariah melalui beberapa tahapan yakni, bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian dengan akad ijarah. Dalam akad dijelaskan tentang objek sewa, jangka waktu sewa, dan imbalan yang diberikan oleh leesee kepada lessor, hak opsi lessee setelah akad sewa berakhir dan ketentuan lainnya.
Bank syariah membeli objek ijarah dari supplier. Asset yang dibeli oleh bank syariah sesuai kebiutuhan lesse.Setelah supplier mengantarkan objek Ijarah kepada penyewa. Objek tersebut dapat digunakan penyewa.
Nasabah sebagai penyewa sesuai perjanjian dengan bank syariah melakukan pembayarannya kepada bank syariah sebagai pemberi sewa.Apabila menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik maka barang yang disewakan akan menjadi milik nasabah sebagai penyewa.


DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press.
Hijrianto, Didik. 2010. Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram. Tesis. Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, lihat juga di Wawancara dengan Dini Nurjanah selaku Acount Officer pada PT. Bank Muamalat Tbk. Cabang Mataram pada tanggal 25 November 2009.
Muslim, Sarip. 2015. Akuntansi Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia.
Muthaher, Osmad. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ramli, Hasbi. 2005. Teori Dasar Akutansi Syariah. Jakarta:Renaisan .
Sjahdaini, Sutan Remy. 2005. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sjahdeini, Sultan Remy. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenada Media Group.



[1] Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 223.
[2] Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),121.
[3] Ibid.,122.
[4] Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 224.
[5] Ibid.
[6] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),118.
[7] Sultan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group),266.
[8] Ibi.,268.
[9] Ibid.
[10] Hasbi Ramli. Toeri Dasar Akutansi Syariah. (Jakarta:Renaisan 2005) ,35
[11] Sutan Remy Sjahdaini. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti 2005), 70.
[12] Hasbi Ramli. Toeri Dasar Akutansi Syariah,6.
[13] Didik Hijrianto, Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram, Tesis, (Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2010), 121 Lihat juga di Wawancara dengan Dini Nurjanah selaku Acount Officer pada PT. Bank Muamalat Tbk. Cabang Mataram pada tanggal 25 November 2009.
[14] Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 223.
[15] Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),121.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar