MAKALAH
MANAJEMEN INVESTASI OBLIGASI SYARIAH
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hadist Iqtishodi
Dosen Pengampu:
Abdurrahman
S.Ag., M.Hi
Disusun oleh
Fitria Nur Hidayati (150721100044)
Bahrus Ali (150721100098)
Anis Putri Ayu (150721100115)
Zakiyatur Rahmah (150721100126)
Siti Roibah (150721100137)
Masrul (150721100180)
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen
Investasi Obligasi Syariah” ini dengan
tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam pelajaran Hadist
Iqtishodi.
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan
dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Abdurrahman S.Ag.,
M.Hi selaku
Dosen mata kuliah Hadist Iqtishodi dan terima kasih kepada teman – teman yang
membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Bangkalan,
04 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obligasi Syariah............................................................................ 3
2.2 Dalil Sukuk atau Obligasi Syariah................................................................... 3
2.3 Hukum Sukuk (Obligasi
Syariah).................................................................... 4
2.4 Macam Obligasi Syariah.................................................................................. 4
2.5 Prinsip Transaksi, Aplikasi dan Penerbitan Obligasi
Syariah.......................... 8
2.6 Pihak-Pihak yang Terlibat
Dalam penerbitan Obligasi Syariah ...................... 9
2.7 Obligasi Syariah Sebagai Sumber Pendanaan Perusahaan.............................. 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obligasi merupakan bukti pengakuan
utang dari perusahaan. Instrument ini sering disebut dengan bonds. Obligasi di
dalamnya mengandung suatu perjanjian/kontrak yang mengikat kedua belah pihak,
antara pembeli pinjaman dan penerima pinjaman. Penerbit obligasi menerima
pinjaman dari pemegang obligasi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur,
baik mengenai waktu jatuh tempo pelunasan utang, bunga yang dibayarkan,
besarnya pelunasan dan ketentuan-ketentuan tambahan lain.
Dalam
perkembangannya Obligasi kini ada dua jenis yaitu Obligasi biasa (konvensional)
dan Obligasi Syariah, untuk obligasi Konvensional pengertiannya adalah
sebagaimana di atas adapun pengertian obligasi syariah adalah surat berharga
jangka panjang yang menggunakan sistem syariah dimana sistem pembagianya
menggunakan prinsip bagi hasil. Adapun antara kedua hal
secara rinci akan kami bahas dalam bab selanjutnya dan kami juga akan
menjabarkan perbedaan dari kedua obligasi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian obligasi syariah?
b.
Bagaimana dalil sukuk atau obligasi syariah?
c.
Bagaimana hukum sukuk (obligasi syariah)?
d.
Apa macam obligasi syariah?
e.
Bagaimana prinsip transaksi, aplikasi dan penerbitan obligasi syariah?
f.
Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam
penerbitan obligasi syariah?
g.
Bagaimana maksud obligasi syariah sebagai sumber
pendanaan perusahaan?
1.3 Tujuan Masalah
a.
Mengetahui apa pengertian obligasi
syariah.
b.
Mengetahui bagaimana dalil sukuk atau obligasi
syariah.
c.
Mengetahui bagaimana hukum sukuk (obligasi
syariah).
d.
Mengetahui apa macam obligasi syariah.
e.
Mengetahui bagaimana prinsip transaksi, aplikasi dan penerbitan obligasi
syariah.
f.
Mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat
dalam penerbitan obligasi syariah.
g.
Mengetahui bagaimana maksud obligasi syariah
sebagai sumber pendanaan perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obligasi Syariah
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam
bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain
uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan
kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama
fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada
tahun 2002.[1] Secara singkat
AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang merupakan
bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat dan
jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi
hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah
agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih
merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil
jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya
bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan. [2]
2.2
Dalil
Sukuk Atau Obligasi Syari’ah
Adapun
dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan
dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
1.
Firman
Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
“Hai
orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
2.
Firman
Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ
اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“......dan penuhilah janji; Sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
3.
Hadis
Nabi SAW:
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص
م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى
شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما
(رواه امام الترمذى)
“Perjanjian
boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
2.3 Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
1.
Pendapat
Ulama’
Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002,
tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi
syariah, tersebut berupa bagi hasil/ margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
“Abu Hanifa dan
muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang
belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat
dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari
sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula. (Abu Fahmi)”
Sukuk dalam mekanisme
dan persyaratan tertentu yang menghindarkan diri dari kedua unsur yang
disebutkan dalam riwayat di atas adalah boleh dan halal.
2.4 Macam Obligasi Syariah
Menurut
Sunarsih (2008), obligasi syariah sebagai sumber pendanaan dan sekaligus
investasi, memungkinkan berbagai bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk
tetap menghindarkan dari riba. Berdasarkan pengertian obligasi syariah, maka
obligasi syariah dapat memberi[3]
:
a)
Bagi
hasil berdasarkan akad Mudharabah, Muqaradhah, Qiradh atau Musyarakah. Karena
akad Mudharabah atau Musyarakah adalah kerjasama dengan skema bagi hasil
pendapatan atau keuntungan, obligasi ini akan memberikan return
dengan menggunakan term indicative/expected return karena sifatnya yang
floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
b)
Margin/Fee
berdasarkan akad Murabahah atau Salam atau Istishna’ atau Ijarah. Dengan akad
Murabahah/Salam/Istishna atau Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost
plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return. Walaupun bentuk
akad yang diterapkan dalam obligasi syariah itu banyak, namun dilihat dari akad
yang digunakan sampai saat ini baru dua jenis obligasi syariah yang sedang
berkembang di Indonesia, yaitu : obligasi dalam perhitungan, penilaian, dan
pemberian hasil (return).
Obligasi syariah dapat
diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna,
salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen obligasi ini
yang paling banyak dipergunakan dan yang sekarang ini ada di indonesia adalah
obligasi dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah, kedua peinsip ini
adalah sebagai berikut.
1.
Obligasi
Mudharabah
Obligasi
syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad mudahrabah.
Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/
investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah
pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan
kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta
(shahibul maal) hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan
usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik
usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh
dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.[4]
Dalam
Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah,
dinyatakan antara lain bahwa[5] :
a.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
merupakan bagi ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat
obligasi jatuh tempo.
b.
Obligasi
syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah
dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000
tentang Pembiayaan Mudharabah.
c.
Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal),
sedangkan pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal
(pemodal).
d.
Jenis
usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
e.
Nisbah
keuntungan dinyatakan dalam akad.
f.
Apabila
emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana
dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g.
Kepemilikan
obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.
Sebagai
contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100
miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan
modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan
di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan
perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang
beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun
sesuai pendapatan.
2.
Obligasi
Ijarah
Obligasi
Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah
suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya,
pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan
melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu
dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing,
tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya
perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
a.
Investor
sebagai penyewa (musta‟jir) dan emiten sebagai perwakilan (agent) investor dan
pemilik properti sebagai orang yang menyewakan properti (mu‟jir). Dengan cara
ini ada dua jenis kontrak yaitu: kontrak antara investor dengan emiten disebut
kontrak wakala (agent contract) dan kontrak antara emiten dengan pemilik
properti disebut kontrak ijarah.
b.
Investor
menyewakan properti kepada emiten dengan kontrak ijarah dan menerbitkan
obligasi syariah ijarah. Emiten wajib membayar margin/fee kepada investor dan
membayar dana obligasi syariah setelah
waktu yang telah ditetapkan (pada waktu obligasi jatuh tempo).
Berikut
ini adalah model struktur obligasi syariah ijarah menurut Nafik (2009),
diantaranya:
a.
Obligator
(penjual/dealer)
b.
SPV/KIK
c.
Obligator
(penyewa)
d.
Investor
(sukuk holder)
e.
Proses
sukuk untuk membeli aset
f.
Hak
atas aset
g.
Pendapatan
sewa / Margin penjualan
h.
Proses
pembelian / penjualan aset
i.
sewa
j.
Sewa
asset
k.
Membeli
sukuk
l.
Sukuk
Ijarah
m. Sertifikat Ijarah
2.5 Prinsip Transaksi, Aplikasi dan
Penerbitan Obligasi Syariah
Prinsip
utama dalam transaksi obligasi syariah pada prinsipnya sama dengan penerbitan
obligasi konvensional pada umumnya. Hanya saja dalam obligasi syariah, tentunya
harus mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist serta ilmu fiqh. Hal serupa juga
terjadi dalam penerbitan saham yang berbasis pada Jakarta Islamic Index (JII)
dan reksadana syariah serta perbankan syariah.[7]
Selain
itu juga, untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten
tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001,
tentang jenis usaha sesuai syariah.
b. Memiliki fundamental dan citra yang
baik.
c. Jika keuntungan perusahaan sudah ada di
komponen Jakarta Islamic Index( JII).
Dalam penerbitan obligasi syariah,
sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Emiten melalui Underwriter menyerahkan
proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI.
b. Pihak penerbit melakukan presentasi
proposal di Badan pelaksana Harian DSN.
c. DSN mengadakan rapat dengan tim ahli
DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan.
d. Setelah disetujui oleh DSN, maka proses
penawarannya sebagai berikut :
e. Emiten menyerahkan dokumen yang
diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada underwriter (wakil dari
emiten).
f. Underwriter melakukan penawaran kepada
investor.
g. Bila investor tertarik, maka akan
menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter.
h. Emiten akan membayarkan bagi hasil dan
pembayaran pokok kepada investor.
i.
Dokumen
Penawaran
Dalam
hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu
pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN).
Pengawasan
aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan
obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha
yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi
atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan
obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah
diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
2.6 Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam
Penerbitan Obligasi Syariah
Dalam
penerbitan obligasi syariah, akan melibatkan beberapa pihak yang saling terkait
satu dengan yang lainnya. Pihak-pihak tersebut menurut Sunarsih (2008) adalah[8]:
1.
Obligor
Obligor
adalah pihak yang bertanggungjawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk/obligasi syariah jatuh tempo. Dalam
hal sovereign sukuk, obligor nya adalah pemerintah.
2.
Investor
Investor
adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin, dan nilai nominal
sukuk sesuai partisipasi masing-masing. Investor yang dimaksud disini bisa
islamik investor ataupun investor konvensional.
3.
Special
Purpose Vehicle (SPV)
Special
Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan
sukuk. Special Purpose Vehicle (SPV) berfungsi : (i) sebagai penerbit sukuk,
(ii) menjadi counterpart pemerintah atau corporate, dalam transaksi pengalihan
asset, (iii) bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan
investor.
4.
Trustee,
bisa Principal Trustee atau Co Trustee
Trustee
mewakili kepentingan pembeli obligasi, trustee melakukan semacam penilaian
terhadap perusahaan yang akan menerbitkan obligasi untuk meminimalkan resiko
yang akan ditanggung obligor.
5.
Appraiser
Appraiser
adalah perusahaan yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan
yang akan melakukan emisi, untuk memperoleh nilai yang dipandang wajar.
6.
Custody
Custody
menyelenggarakan kegiatan penitipan, bertanggungjawab untuk menyimpan efek
milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai kontrak antara kustodian
dan pemegang rekening. Kustodian bisa berupa Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, Perusahaan Efek, dan Bank Umum yang telah memperoleh persetujuan
Bapepam.
7.
Shariah
Advisor
Penerbitan
sukuk (obligasi syariah) harus terlebih dahulu mendapatkan pernyataan
kesesuaian prinsip syariah (syariah compliance endorsement) untuk meyakinkan
investor bahwa sukuk (obligasi syariah) telah distruktur sesuai syariah.
Pernyataan syariah compliance tersebut bisa diperoleh dari individu yang diakui
secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang khusus
membidangi masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) di dalam
negeri, syariah compliance endorsement dapat dimintakan kepada Dewan Syariah
Nasional-MUI. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) internasional,
diperlukan endorsement dari ahli/lembaga syariah yang diakui komunitas syariah
internasional misalnya IIFM.
8.
Arranger
atau Manajer Investasi
Manajer
investasi merupakan pihak yang mengelola dana yang dititpkan investor untuk
diinvestasikan di pasar modal.
9.
Paying
Agent
Agen, biasanya sebuah bank komersial yang diberi wewenang
oleh penerbit surat berharga untuk membayar kewajiban pokok dan bunga kepada
pemegang surat berharga, agen tersebut bertindak sebagai pembayar dan menarik
biaya untuk jasa pelayanan.
2.7 Obligasi Syariah Sebagai Sumber
Pendanaan Bagi Perusahaan
Setiap
perusahaan memerlukan modal untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Modal ini
didapat dari ekuitas atau dari hutang. Ekuitas disini adalah modal sendiri yang
terdiri atas saham, retained earnings, dan agio saham. Namun, dari tiga jenis
ekuitas itu, yang bisa diperoleh dari masyarakat adalah saham dan agio saham.
Jika pemilik perusahaan bersedia berbagi kepemilikan dan menginginkan
penggalian dana yang tidak terbatas, maka perusahaan bisa menjual saham kepada
masyarakat melalui pasar modal.
Sedangkan
dana yang berasal dari hutang adalah berupa obligasi. Obligasi yang diterbitkan
di pasar modal tidak memerlukan jaminan aset karena sudah dijamin oleh penjamin
emisi. Selanjutnya, hutang demikian memiliki jatuh tempo yang panjang karena
memang obligasi didesain sebagai hutang jangka panjang. Jumlahnya tidaknya
terbatas karena dana digali dari masyarakat luas. Sepanjang masyarakat masih
memiliki dana dan percaya kepada pasar modal, maka dana ini akan terus tersedia
(Widoatmodjo, 2009)[9].
Upaya perusahaan untuk mendapatkan dan menambah modal ini menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari kegiatan berinvestasi terutama di pasar modal.
Sejak
tahun 2002, di Bursa Efek Indonesia diperdagangkan instrumen keuangan baru,
yaitu obligasi syariah. Obligasi syariah ini diterbitkan selain untuk menutupi
kebutuhan modal kerja juga bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur baik
oleh perusahaan ataupun pemerintah. Dengan demikian obligasi syariah bisa
dimanfaatkan sebagai alternatif seumber pendanaan bagi perusahaan.
Obligasi
syariah sebagai sumber pendanaan bagi perusahaan lebih kompetitif dibandingkan
dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan kemungkinan memperoleh dari
bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional.
1.
Obligasi
syariah aman karena digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang prospektif.
2.
Bila
terjadi kerugian (di luar kontrol) investor tetap memperoleh aktiva.
3.
Terobosan
paradigma, bukan lagi surat hutang tetapi surat investasi.
Lebih
lanjut Hanafi (2006) menyatakan bahwa obligasi syariah yang merupakan salah
satu instrumen dalam pasar modal memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan
dengan instrumen yang lain, yaitu:
1.
Obligasi
syariah meningkatkan likuiditas pemula dan investor dan hal ini akan mengurangi
risiko tambahan (risk premium) pada produk pasar modal yang lain dan memberikan
kontribusi pada biaya yang lebih rendah untuk wirausahawan.
2.
Obligasi
syariah meningkatkan aliran dana terhadap total asset di pasar modal.
3.
Obligasi
syariah meningkatkan diversifikasi instrumen di pasar modal.
4.
Beberapa
model dapat di derivasi dari obligasi syariah selama dibutuhkan.
5.
Emiten
terbatas dibanding dengan instrumen keuangan yang lain.
6.
Biaya
obligasi syariah cukup tinggi dan memiliki skala yang luas.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam
bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain
uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai
salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang
diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Secara
singkat AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang
merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat
dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi
hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah
agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih
merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil
jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang
piutang melainkan penyertaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sapto Rahardjo.
2003. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mamduh M.
Hanafi. 2004, Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Asmuni M. Thaher.
Obligasi Syariah di Indonesia. Artikel di MSI-UII.Net
Rizki Wicaksono.
Halalkah ORI 001? Artikel LPPOM-MUI online
Kasmir. 2012. Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mangani, Ktut
Silvanita. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Erlangga.
Budisantoso, Budi dan
Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Salemba
Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar