Kamis, 13 September 2018

MAKALAH MANAJEMEN INVESTASI OBLIGASI SYARIAH



MAKALAH

MANAJEMEN INVESTASI OBLIGASI SYARIAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist Iqtishodi

Dosen Pengampu:
Abdurrahman S.Ag., M.Hi


Disusun oleh
Fitria Nur Hidayati    (150721100044)
Bahrus Ali                 (150721100098)
Anis Putri Ayu          (150721100115)
Zakiyatur Rahmah     (150721100126)
Siti Roibah                (150721100137)
Masrul                       (150721100180)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Investasi Obligasi Syariah”  ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam pelajaran Hadist Iqtishodi. Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Abdurrahman S.Ag., M.Hi selaku Dosen mata kuliah Hadist Iqtishodi dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bangkalan, 04 September 2016



Penyusun







DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obligasi Syariah............................................................................ 3
2.2 Dalil Sukuk atau Obligasi Syariah................................................................... 3
2.3 Hukum Sukuk (Obligasi Syariah).................................................................... 4
2.4 Macam Obligasi Syariah.................................................................................. 4
2.5 Prinsip Transaksi, Aplikasi dan Penerbitan Obligasi Syariah.......................... 8
2.6 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam penerbitan Obligasi Syariah ...................... 9
2.7 Obligasi Syariah Sebagai Sumber Pendanaan Perusahaan.............................. 11

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Obligasi merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan. Instrument ini sering disebut dengan bonds. Obligasi di dalamnya mengandung suatu perjanjian/kontrak yang mengikat kedua belah pihak, antara pembeli pinjaman dan penerima pinjaman. Penerbit obligasi menerima pinjaman dari pemegang obligasi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur, baik mengenai waktu jatuh tempo pelunasan utang, bunga yang dibayarkan, besarnya pelunasan dan ketentuan-ketentuan tambahan lain.
Dalam perkembangannya Obligasi kini ada dua jenis yaitu Obligasi biasa (konvensional) dan Obligasi Syariah, untuk obligasi Konvensional pengertiannya adalah sebagaimana di atas adapun pengertian obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang yang menggunakan sistem syariah dimana sistem pembagianya menggunakan prinsip bagi hasil. Adapun antara kedua hal secara rinci akan kami bahas dalam bab selanjutnya dan kami juga akan menjabarkan perbedaan dari kedua obligasi tersebut.
1.2    Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian obligasi syariah?
b.        Bagaimana dalil sukuk atau obligasi syariah?
c.         Bagaimana hukum sukuk (obligasi syariah)?
d.        Apa macam obligasi syariah?
e.         Bagaimana prinsip transaksi, aplikasi dan penerbitan obligasi syariah?
f.         Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi syariah?
g.        Bagaimana maksud obligasi syariah sebagai sumber pendanaan perusahaan?
1.3    Tujuan Masalah
a.       Mengetahui apa pengertian obligasi syariah.
b.      Mengetahui bagaimana dalil sukuk atau obligasi syariah.
c.       Mengetahui bagaimana hukum sukuk (obligasi syariah).
d.      Mengetahui apa macam obligasi syariah.
e.       Mengetahui bagaimana prinsip transaksi, aplikasi dan penerbitan obligasi syariah.
f.       Mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi syariah.
g.      Mengetahui bagaimana maksud obligasi syariah sebagai sumber pendanaan perusahaan.

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Obligasi Syariah
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002.[1] Secara singkat AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan. [2]
2.2    Dalil Sukuk Atau Obligasi Syari’ah
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
1.        Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu
2.        Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“......dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
3.        Hadis Nabi SAW:
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما
(رواه امام الترمذى)
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
2.3    Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
1.        Pendapat Ulama’
Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/ margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
“Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula. (Abu Fahmi)”
Sukuk dalam mekanisme dan persyaratan tertentu yang menghindarkan diri dari kedua unsur yang disebutkan dalam riwayat di atas adalah boleh dan halal.
2.4    Macam Obligasi Syariah
Menurut Sunarsih (2008), obligasi syariah sebagai sumber pendanaan dan sekaligus investasi, memungkinkan berbagai bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan dari riba. Berdasarkan pengertian obligasi syariah, maka obligasi syariah dapat memberi[3] :
a)        Bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah, Muqaradhah, Qiradh atau Musyarakah. Karena akad Mudharabah atau Musyarakah adalah kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi ini akan memberikan return dengan menggunakan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
b)        Margin/Fee berdasarkan akad Murabahah atau Salam atau Istishna’ atau Ijarah. Dengan akad Murabahah/Salam/Istishna atau Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return. Walaupun bentuk akad yang diterapkan dalam obligasi syariah itu banyak, namun dilihat dari akad yang digunakan sampai saat ini baru dua jenis obligasi syariah yang sedang berkembang di Indonesia, yaitu : obligasi dalam perhitungan, penilaian, dan pemberian hasil (return).
Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen obligasi ini yang paling banyak dipergunakan dan yang sekarang ini ada di indonesia adalah obligasi dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah, kedua peinsip ini adalah sebagai berikut.
1.        Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/ investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.[4]
Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain bahwa[5] :
a.         Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b.        Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.
c.         Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal).
d.        Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
e.         Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
f.         Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g.        Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.
Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan.
2.        Obligasi Ijarah
Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu[6] :
a.         Investor sebagai penyewa (musta‟jir) dan emiten sebagai perwakilan (agent) investor dan pemilik properti sebagai orang yang menyewakan properti (mu‟jir). Dengan cara ini ada dua jenis kontrak yaitu: kontrak antara investor dengan emiten disebut kontrak wakala (agent contract) dan kontrak antara emiten dengan pemilik properti disebut kontrak ijarah.
b.        Investor menyewakan properti kepada emiten dengan kontrak ijarah dan menerbitkan obligasi syariah ijarah. Emiten wajib membayar margin/fee kepada investor dan membayar dana obligasi syariah setelah waktu yang telah ditetapkan (pada waktu obligasi jatuh tempo).
Berikut ini adalah model struktur obligasi syariah ijarah menurut Nafik (2009), diantaranya:
a.         Obligator (penjual/dealer)
b.        SPV/KIK
c.         Obligator (penyewa)
d.        Investor (sukuk holder)
e.         Proses sukuk untuk membeli aset
f.         Hak atas aset
g.        Pendapatan sewa / Margin penjualan
h.        Proses pembelian / penjualan aset
i.          sewa
j.          Sewa asset
k.        Membeli sukuk
l.          Sukuk Ijarah
m.      Sertifikat Ijarah
2.5    Prinsip Transaksi, Aplikasi dan Penerbitan Obligasi Syariah
Prinsip utama dalam transaksi obligasi syariah pada prinsipnya sama dengan penerbitan obligasi konvensional pada umumnya. Hanya saja dalam obligasi syariah, tentunya harus mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist serta ilmu fiqh. Hal serupa juga terjadi dalam penerbitan saham yang berbasis pada Jakarta Islamic Index (JII) dan reksadana syariah serta perbankan syariah.[7]
Selain itu juga, untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah.
b.      Memiliki fundamental dan citra yang baik.
c.       Jika keuntungan perusahaan sudah ada di komponen Jakarta Islamic Index( JII).
Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI.
b.      Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN.
c.       DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan.
d.      Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya sebagai berikut :
e.       Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada underwriter (wakil dari emiten).
f.       Underwriter melakukan penawaran kepada investor.
g.      Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter.
h.      Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.
i.        Dokumen Penawaran
Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN).
Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
2.6    Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan Obligasi Syariah
Dalam penerbitan obligasi syariah, akan melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Pihak-pihak tersebut menurut Sunarsih (2008) adalah[8]:
1.        Obligor
Obligor adalah pihak yang bertanggungjawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk/obligasi syariah jatuh tempo. Dalam hal sovereign sukuk, obligor nya adalah pemerintah.
2.        Investor
Investor adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing. Investor yang dimaksud disini bisa islamik investor ataupun investor konvensional.
3.        Special Purpose Vehicle (SPV)
Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk. Special Purpose Vehicle (SPV) berfungsi : (i) sebagai penerbit sukuk, (ii) menjadi counterpart pemerintah atau corporate, dalam transaksi pengalihan asset, (iii) bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
4.        Trustee, bisa Principal Trustee atau Co Trustee
Trustee mewakili kepentingan pembeli obligasi, trustee melakukan semacam penilaian terhadap perusahaan yang akan menerbitkan obligasi untuk meminimalkan resiko yang akan ditanggung obligor.
5.        Appraiser
Appraiser adalah perusahaan yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan yang akan melakukan emisi, untuk memperoleh nilai yang dipandang wajar.
6.        Custody
Custody menyelenggarakan kegiatan penitipan, bertanggungjawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai kontrak antara kustodian dan pemegang rekening. Kustodian bisa berupa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, dan Bank Umum yang telah memperoleh persetujuan Bapepam.
7.        Shariah Advisor
Penerbitan sukuk (obligasi syariah) harus terlebih dahulu mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah (syariah compliance endorsement) untuk meyakinkan investor bahwa sukuk (obligasi syariah) telah distruktur sesuai syariah. Pernyataan syariah compliance tersebut bisa diperoleh dari individu yang diakui secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang khusus membidangi masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) di dalam negeri, syariah compliance endorsement dapat dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional-MUI. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) internasional, diperlukan endorsement dari ahli/lembaga syariah yang diakui komunitas syariah internasional misalnya IIFM.
8.        Arranger atau Manajer Investasi
Manajer investasi merupakan pihak yang mengelola dana yang dititpkan investor untuk diinvestasikan di pasar modal.
9.        Paying Agent
Agen, biasanya sebuah bank komersial yang diberi wewenang oleh penerbit surat berharga untuk membayar kewajiban pokok dan bunga kepada pemegang surat berharga, agen tersebut bertindak sebagai pembayar dan menarik biaya untuk jasa pelayanan.
2.7    Obligasi Syariah Sebagai Sumber Pendanaan Bagi Perusahaan
Setiap perusahaan memerlukan modal untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Modal ini didapat dari ekuitas atau dari hutang. Ekuitas disini adalah modal sendiri yang terdiri atas saham, retained earnings, dan agio saham. Namun, dari tiga jenis ekuitas itu, yang bisa diperoleh dari masyarakat adalah saham dan agio saham. Jika pemilik perusahaan bersedia berbagi kepemilikan dan menginginkan penggalian dana yang tidak terbatas, maka perusahaan bisa menjual saham kepada masyarakat melalui pasar modal.
Sedangkan dana yang berasal dari hutang adalah berupa obligasi. Obligasi yang diterbitkan di pasar modal tidak memerlukan jaminan aset karena sudah dijamin oleh penjamin emisi. Selanjutnya, hutang demikian memiliki jatuh tempo yang panjang karena memang obligasi didesain sebagai hutang jangka panjang. Jumlahnya tidaknya terbatas karena dana digali dari masyarakat luas. Sepanjang masyarakat masih memiliki dana dan percaya kepada pasar modal, maka dana ini akan terus tersedia (Widoatmodjo, 2009)[9]. Upaya perusahaan untuk mendapatkan dan menambah modal ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan berinvestasi terutama di pasar modal.
Sejak tahun 2002, di Bursa Efek Indonesia diperdagangkan instrumen keuangan baru, yaitu obligasi syariah. Obligasi syariah ini diterbitkan selain untuk menutupi kebutuhan modal kerja juga bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur baik oleh perusahaan ataupun pemerintah. Dengan demikian obligasi syariah bisa dimanfaatkan sebagai alternatif seumber pendanaan bagi perusahaan.
Obligasi syariah sebagai sumber pendanaan bagi perusahaan lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan kemungkinan memperoleh dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional.
1.        Obligasi syariah aman karena digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang prospektif.
2.        Bila terjadi kerugian (di luar kontrol) investor tetap memperoleh aktiva.
3.        Terobosan paradigma, bukan lagi surat hutang tetapi surat investasi.
Lebih lanjut Hanafi (2006) menyatakan bahwa obligasi syariah yang merupakan salah satu instrumen dalam pasar modal memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan instrumen yang lain, yaitu:
1.        Obligasi syariah meningkatkan likuiditas pemula dan investor dan hal ini akan mengurangi risiko tambahan (risk premium) pada produk pasar modal yang lain dan memberikan kontribusi pada biaya yang lebih rendah untuk wirausahawan.
2.        Obligasi syariah meningkatkan aliran dana terhadap total asset di pasar modal.
3.        Obligasi syariah meningkatkan diversifikasi instrumen di pasar modal.
4.        Beberapa model dapat di derivasi dari obligasi syariah selama dibutuhkan.
5.        Emiten terbatas dibanding dengan instrumen keuangan yang lain.
6.        Biaya obligasi syariah cukup tinggi dan memiliki skala yang luas.









BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Secara singkat AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan.








DAFTAR PUSTAKA
Sapto Rahardjo. 2003. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mamduh M. Hanafi. 2004, Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Asmuni M. Thaher. Obligasi Syariah di Indonesia. Artikel di MSI-UII.Net
Rizki Wicaksono. Halalkah ORI 001? Artikel LPPOM-MUI online
Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mangani, Ktut Silvanita. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Erlangga.
Budisantoso, Budi dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Salemba Empat.



[1] Asmuni M. Thaher. Obligasi Syariah di Indonesia. Artikel di MSI-UII.Net
[2] Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), 90.
[3] Asmuni M. Thaher, Op. cit.,
[4] Ibid,
[5] Ibid,
[6] Ibid,
[7] Rizki Wicaksono. Halalkah ORI 001? Artikel LPPOM-MUI online
[8] Budisantoso, Budi dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Salemba Empat, 2006), 125.
[9] Asmuni M. Thaher, Op. cit.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar