MAKALAH
PERSEPSI DAN PROSES BELAJAR
KONSUMEN
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Analisis Perilaku
Konsumen
Dosen Pengampu:
Mashudi, S.HI.,
M.EI.
Disusun oleh:
Desi Ismi Rojasari (150721100006)
Istiqomah (150721100015)
Zakiyatur Rahmah (150721100126)
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS
KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Persepsi dan Proses Belajar Konsumen ” ini dengan
tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Analisis
Perilaku Konsumen.
Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan
dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Mashudi S,HI.M,EI selaku Dosen mata kuliah Analisis
Perilaku Konsumen
dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Bangkalan,
12 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Presensi dan proses Belajar Konsumen......................................... 2
2.2 Proses Belajar Kognitif dan Belajar Perilaku.................................................. 5
2.3 Proses Belajar Classical Conditioning............................................................. 6
2.4 Proses Belajar Instrumen................................................................................. 7
2.5 Terbentuknya Persepsi Oleh Konsumen.......................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemasaran memiliki peranan penting bagi perusahaan. Untuk
menghasilkan laba bagi perusahaan, bagian pemasaran dituntut sukses
menyampaikan produk ke tangan konsumen, apa yang mereka inginkan berpengaruh
dalam memutuskan untuk mengambil suatu produk yang dihasilkan perusahaan.
Mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu produk
memerlukan kualitas produk yang mendukung yang sesuai dengan selera konsumen.
oleh sebab itu, perusahaan harus memahami dan mengerti keinginan konsumen dan
memprediksi apa yang diiginkan oleh konsumen. Kajian perilaku konsumen dapat
menjadi bahan strategi pemasaran yang akan digunakan perusahaan.
Pembelajaran merupakan aktifitas manusia yang berlaku
sepanjang hidupnya, termasuk perilaku konsumsi merupakan hasil dari proses
pembelajaran. Pembelajaran konsumen menjadi segment yang menarik untuk
dipelajari. Membentuk sebuah karaktter dari sebuah produk yang valuenya berbeda
dengan produk sejenisnya. Untuk itu proses belajar konsumen perlu dipelajari
karena untuk membantu kita agar dapat memasarkan produk kepada konsumen.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian persepsi dan proses
belajar konsumen?
2. Bagaimana proses belajar kognitif dan
perilaku?
3. Bagaimana proses belajar classical
conditioning?
4. Bagaimana proses belajar instrumental?
5. Bagaimana terbentuknya persepsi oleh
konsumen?
1.2 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian persepsi dan
proses belajar konsumen.
2. Untuk mengetahui proses belajar kognitif
dan perilaku.
3. Untuk mengetahui proses belajar classical
conditioning.
4. Untuk mengetahui proses belajar instrumental.
5. Untuk mengetahui terbentuknya persepsi
oleh konsumen
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Persepsi dan Proses Belajar
Konsumen
2.1.1
Pengertian Persepsi Konsumen
Konsumen (Ujang, 2002) merupakan setiap penduduk atau
individu yang melakukan kegiatan konsumsi. Sementara Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menafsirkan stimuli menjadi informasi yang dapat memberikan suatu gambaran mengenai sesuatu
yang bermakna (Schiffman dan Kanuk,
2007) lihat di (Bunga Geofany Frederica
dan Chairy, 2010).
Menurut Solomon, persepsi merupakan suatu proses dimana
adanya sensasi-sensasi atau kejadian-kejadian
yang diseleksi, diorganisasi dan diinterprestasikan oleh konsumen
itu sendiri (Rini Dwiastuti, dkk,
2012)
Persepsi konsumen (Rini Dwiastuti, dkk, 2012) merupakan
salah satu tahapan dalam proses kognisi yang dilalui konsumen, dimulai dari
semua stimulus diterima hingga stimuus tersebut dimasukkan ke dalam memory dan
dapat dipergunakan kembali untuk memberikan gambaran/persepsi yang lebih baik
mengenai suatu produk/jasa kepada konsumen.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
konsumen adalah suatu gambaran konsumen terhadap produk jasa atau pun barang
yang ditawarkan oleh seorang produsen.[1]
Produsen lah yang akan memberikan gambaran atas barang
atau jasa yang ia produksi melalui penjabaran (exposure), ketika hal
tersebut menarik maka seorang konsumen akan tertarik sehingga ia dapat
membayangkan produk yang ditawarkan.
Gambar
2.1 Proses Persepsi (Solomon, 2007) dalam (Rini Dwiastuti, 2012)
Engel, Blackwell and Miniard (1995) lihat di Sumarwan
(2004) meyatakan terdapat 5 tahapan dalam mengolah informasi, yakni:[2]
- Pemasaran (exposure) merupakan pemaparan stimulus yang berakibat konsumen dapat menggambarkannya dengan pancainderanya.
- Perhatian (attention) merupakan tahapan mengolah informasi yang telah distimulus oleh produsen terhadap konsumem tersebut.
- Pemahaman (comprehension) merupakan intrepertasi konsumen terhadap apa yang telah produsen gambarkan di awal.
- Penerimaan (acceptance) merupakan suatu dampak persuasif stimulus terhadap konsumen.
- Retensi merupakan pengalihan stimulus yang diberikan menuju persuasi ingatan jangka panjang.
2.1.2
Pengertian Proses Belajar Konsumen
Pembelajaran konsumen (Rini Dwiastuti, 2012) adalah suatu
proses belajar yang dialami konsumen baik itu dari pengalaman penggunaan suatu
produk/jasa maupun hasil pemahaman si konsumen dari suatu media ( cetak ;
elektronik seperti TV, Radio, Internet, dsb ) sehingga terjadi perubahan
persepsi yang berujung pada tindakan konsumen.
Proses belajar merupakan salah satu hal yang penting
dimana dialami oleh konsumen setiap harinya baik secara sadar maupun tidak.
Proses belajar ini tidak hanya distimulus oleh produsen, namun juga dapat
dialami melalui pengalaman dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa.
Pengalaman tersebut mebuat seorang konsumen dapat memutuskan apakah ia akan tetap
mengkonsumsi barang tersebut atau tidak.[3]
Menurut Ujang Sumarwan (2003), beberapa hal penting dalam
pelaksanaan proses belajar konsumne yakni sebagai berikut:[4]
- Belajar adalah suatu proses yang berkelanjutan. Konsumen akan melakukan proses belajar ini kapanpun dan dimanapun karena setiap konsumen tersebut dapat memperoleh pengetahuan memalui berbagai cara.[5]
- Pengalaman merupakan cara paling efektif dalam memperoleh suatu pengetahuan. Hal tersebut berlaku pula pada proses belajar terhadap konsumen. Seorang konsumen yang loyal terhadap suatu produk tertentu merupakan gambaran output nyata atas proses belajar. Seorang produsen haruslah memberikan pemahaman yang cukup akan produknya sehingga konsumen dapat mempelajarinya, memahaminya, meningatnya, menyukainya, dan kemudian akan membeli produk tersebut. [6]
Berikut adalah syarat proses
belajar menurut Rini Dwiastuti (2012):
- Haruslah ada motivasi yang merupakan dorongan diri sendiri untuk melakukan kegiatan konsumsi.
- Isyarat yakni stimulus yang harus diberikan oleh produsen agar konsumen memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan konsumsi.
- Respon daro konsumen setelah adanya stimulus yang diberiakn oleh produsen.
- Pendorong atau penguat seorang produsen haruslah memiliki alasan kuat agar seorang konsumen dapat percaya terhadap produk tersebut dan akhirnya akan selalu memilih produk tersebut.
2.2 Proses Belajar Kognitif dan Perilaku
Dalam melakukan proses pembelajaran belajar terdapat
dua cara yang dapat dilakukan. Pertama yakni proses belajar kognitif dan kedua
adalah proses belajar perilaku.
Belajar kognitif (Rini Dwiastuti, dkk, 2012) adalah
proses belajar yang dicirikan oleh adanya perubahan pengetahuan, yang
menekankan proses mental konsumen untuk mempelajari informasi.
Maksud dari pengertian di atas adalah proses belajar
kognitif ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan konsumen. Untuk dapat
melaksanakannya diperlukan proses mental yang bertahap guna mencapai tujuan
tersebut. Diperlukan doromgan dari dalam untuk melakukan proses belajar jenis
ini.[7]
Belajar perilaku (Rini Dwiastuti, dkk, 2012) lihat
juga di Abdul Qohhaar Albanna, 2016) adalah proses belajar yang terjadi ketika
konsumen bereaksi dengan lingkungannya/stimulus[8] luar. Pengalaman dan
lingkungannya akan menyebabkan perubahan perilaku yang relatif permanen.
Dari pengertian di atas dapat dijabarkan bahwa proses
belajar perilaku merupakan suatu proses
belajar yang mengutamakan faktor eksernal diri konsumen dalam melakukan suatu
pembelajaran atas suatu produk yang ditawarkan oleh produsen.[9]
Proses belajar perilaku terbagi atas:
1.
Proses belajar classical conditioning
2.
Proses belajar instrument conditioning/ operant conditioning
3.
Proses belajar vicarious learning/ observational or sosial learning
2.3 Proses Belajar Classical Conditioning
Classical Conditioning
(Rini dwiastuti, dkk, 2012)adalah suatu teori belajar yang mengutarakan
bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk pasif yang
bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan (repetition and
conditioning).
Proses belajar classical conditioning terjadi pada diri
seorang konsumen ketika ia bisa membuat asosiasi antara stimulus yang datang
pada dirinya, dan bereaksi terhadap stimulus tersebut. ada tiga konsep utama
yang diturunkan dari proses belajar classical conditioning, yaitu:
1.
Pengulangan : proses penyampaian pesan kepada konsumen berulang kali.[10]
2.
Generalisasi stimulus : kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama
terhadap stimulus yang berbeda.[11]
Untuk memhami generalisasi stimulus diterapkan
marketing dalam membuat merk dan kemasan, antara lain:[12]
a.
Perluasan lini produk : satu merek, mengeluarkan produk yang terkait. Contoh:
sabun lifebuoy, shampoo lifebuoy, sabun cuci tangan lifebuoy.
b.
Merek keluarga: satu merek, mengeluarkan produk lain yang lebih luas (tidak
terkait). Contoh: TV, AC, Kulkas merek Toshiba.
c.
Me-too produk: membuat kesan mirip, followers yang berusaha membuat
kemiripan. Contoh: agar-agar swallow sun, swallow globe, swallow grass.
d.
Similar name: pesaing ingin membuat citra produknya sama dengan pemimpin
pasar di mata konsumen. Contoh: Oreo-Rodeo, toilet Toto – Toho.
e.
Licencing: dengan menggunakan nama seleb atau desaigner sebagai nama
produknya, dengan imbalan.
f.
Diskriminasi stimulus: Konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan
berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang lainnya. Contoh:
iklan Top One yang membandingkan dengan oli biasa.
2.4 Proses Belajar Instrumental
Proses belajar instrumental (Rini Dwiastuti, dkk,
2012) adalah proses belajar yang terjadi pada diri konsumen akibat konsumen
menerima imbalan yang positif atau negatif (reward) karena
mengkonsumsi suatu produk sebelumnya.
Maksunya adalah proses belajar konsumen yang dipenagruhi oleh adanya
imbalan baik yang berupa reward ataupun denda atas apa yang telah ia konsumsi
sebelumnya. Baik hal tersebut merupakan hadiah maupun denda akan sama-sama
memberikan pengetahuan kepada konsumen atas apa yang ia konsumsi sehingga ia
dapat memutuskan apakan akan meneruskan menggunakan produk tersbut ataupun
tidak.[13]
Produsen menggunakan proses belajar konsumen instrumental ini secara operant
conditioning menggunakan cara product reinforcement dan non
product reinforcement.
Seorang produsen haruslah memberikan penguatan atas produk yang ia produksi
agar produk yang ia buat dapat diminati oleh konsumen dan akhirnya kan
dikonsumsi dan disukai oleh konsumen tersebut.
2.5 Terbentuknya Persepsi Oleh Konsumen
Oleh
Schiffman dan Kanuk (1999), persepsi digamemiliki semangat mbarkan sebagai
proses dimana individu seseorang menyeleksi, menorganisasi dan menterjemahkan
stimulasi menjadi sebuah arti yang koheren dengan semua kejadian dunia. Dapat
juga digambarkan dengan bagaimana kita melihat dunia sekitar kita. Sebagai
ilustrasi digambarkan, sebagian besar warga desa mempersepsikan sebagian besar
warga kota sebagai orang kaya, moderen dan pandai.
Sebagian
lagi mempresepsikan bahwa warga kota sebagai orang yang arogan, sombong, tidak
punya unggah-ungguh. Sebaliknya, sebagaian besar orang kota mempresepsikan
sebagian orang desa ialah sebagai seorang yang miskin ‘ndeso’,
ketinggalan jaman, penuh ewuh pekewuh, kurang cekatan. Sebagian besar
lainnya mempresepsikan orang desa sebagai orang yang jujur, masih memiliki semangat gotong-royong, pemalu,
sederhana, lugu tapi tidak memiliki semangat untuk maju.
Kondisi yang demikian oleh para pemasar perusahakan
dipresepsikan bahwa orang kota memiliki daya beli relatif tinggi, sebaliknya
orang desa dipresepsikan kurang memiliki kemampuan daya beli. Dengan
demikian, maka barang dan jasa yang dipasarkan kepada masyarakat kota relatif
lebih bermutu dan lebih mahal dibandingkan dengan barang dan jasa yang
ditawarkan kepada masyarakat dsea. Pengaruh persepsi terhadap perilaku
konsumen, antara lain barang dan jasa yang dijual dikota lebih berkualitas dan
mahal, sebaliknya barang dan jasa yang ditawarkan di pedesaan relatif lebih
rendah kualitasnya dan harganya pun lebih murah. Dalam kaitan dengan perilaku
konsumen, maka presepsi bisa timbul terhadap produk, terhadap harga, terhadap
distribusi, promosi,pendukung fisik dan terhadap orang.[14]
Gambar: 4.1Faktor Internal Individu Mempengaruhi
Perilaku Konsumen
Presepsi
konsumen terhadap produk bisa beragam dan sangat luas. Ketika untuk pertama
kali pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengganti kompor minyak tanah
menjadi kompor gas, maka berbagai tanggapan masyarakat muncul. Masyarakat masih
mempresepsikan bahwa belum waktunya masyarakat menggunakan kompor gas.
Masyarakat juga mempersepsikan bahwa penggunaan kompor gas beresiko meledak,
karena belum terbiasa menggunakannya secara benar. Persepsi tentang risiko
meledak ini kemudian juga tidak selalu terjadi. Namun ketika pada tahun 2009
dan 2010 banyak terjadi peristiwa kompor meledak dan memakan korban tewas,
korban luka bakar, dan harta benda lainnya.
Persepsi
konsumen terhadap harga juga muncul, karena dianggap harga gas relatif lebih
mahal bila dibandingkan dengan minyak tanah. Dengan menggunakan bahan bakar
minyak tanah, konsumen dengan hanya memiliki uang Rp 1.000,-- bisa membeli
minyak tanah. Sedangkan dengan uang yang sama tidak bisa memperoleh gas yang
cara penjualannya telah dipatok dalam tabung masing-masing 3 kg dan 12 kg.
Dengan demikian maka oleh sebagian masyarakat konsumen, harga gas dipersepsikan
sebagai mahal.
Persepsi terhadap
saluran distribusi juga tidak berbeda, karena apabila ketika menggunkan bahan
bakar minyak tanah, maka para pedagang minyak tanah eceran bisa berjualan
keliling kampung untuk menawarkan dagangannya. Ketika pertama kali terjadi konversi
minyak tanah menjadi gas, belum ada tukang gas keliling seperti halnya dengan
pedagang minyak tanah keliling. Namun dewasa ini di kampung-kampung telah
banyak dijumpai agen-agen penjual gas dalam tabung, baik dalam kemasan 3 kg
maupun kemasan 12 kg.
Persepsi konsumen terhadap promosi
suatu produk barang atau jasa tidak selamannya dianggap benar. Dengan kata
lain, konsumen masih mempersepsikan bahwa sebagian dari apa yang dinyatakan
dalam promosi adalah tidak benar atau
paling tidak dianggap berlebihan. Sebagai gambaran, dewasa ini banyak iklan
yang menawarkan kredit atau pinjaman dana dengan jaminan BPKB, KTP dan KK saja
mungkin memerlukan waktu lebih dari 30 menit. Belum lagi pengecekan oleh
petugas terhadap formulir yang harus diidi oleh calon peminjam.[15]
Persepsi konsumen
terhadap proses dan pelayanan terhadap pelanggan dalam membeli sebuah produk
jasa telah terlanjur menjadi kurang baik, sehingga apabila terjadi yang
sebaliknya maka oleh sebagian konsumen dirasakan sebagai aneh. Sebagai gambaran, kedatangan kereta
api yang tidak tepat waktu dewasa ini telah menjadi suatu hal yang biasa.
Sehingga apabila suatu rangkaian kereta api sawunggalih dari Kutoarjo ke
Jakarta datang tepat pada waktunya, maka hal tersebut terasa aneh, karena yang
telah terbiasa adalah kedatangan yang sangat terlambat.
Persepsi konsumen terhadap peralatan /
prasarana pendukung fisik juga demikian. Sebagian besar konsumen telah terbiasa
dengan kondisi dan situasi sebuah stasiun yang gaduh, kotor, tidak teratur dan
banyak copet. Maka ketika suatu saat seorang calon penumpang datang di suatu
stasiun dan kondisinya relatif bersih, tenang dan teratur tidak gaduh dan tidak
ada tukang copet, maka hal yang demikian menjadi sesuatu yang aneh. Pada
sebagian besar stasiun besar seperti stasiun Gambir, Jatinegara, Senen dan
stasiun-stasiun lainya menjelang hari-hari raya keagamaan biasanya karcis
terjual habis, meskipun seorang pembeli baru beberapa jam saja setelah loket
dibuka. Persepsi konsumen terhadap orang dalam perusahaan maksudnya adalah
persepsi masyarakat terhadap pegawai, atau petugas perusahaan. Dengan mengambil
contoh pada produk jasa angkutan kereta api, maka persepsoi konsumen adalah
adanya kerjasama antara pegawai bagian penjualan tiket dengan para tukang
catut.
Persepsi ini
didasari oleh karena sering terjadi bahwa loket penjualan yang baru dibuka
beberapa orang pembeli, ternyata telah menyatakan bahwa tiket habis. Agaknya sulit untuk tidak membenarkan
persepsi konsumen tersebut, karena bagaimanapun juga jumlah penumpang yang
dapat diangkut dengan kereta api relatif banyak bila dibandingkan dengan jumlah
penumpang bis misalnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persepsi konsumen (Rini Dwiastuti, dkk, 2012) merupakan
salah satu tahapan dalam proses kognisi yang dilalui konsumen, dimulai dari
semua stimulus diterima hingga stimuus tersebut dimasukkan ke dalam memory dan
dapat dipergunakan kembali untuk memberikan gambaran/persepsi yang lebih baik
mengenai suatu produk/jasa kepada konsumen.
Proses belajar merupakan salah satu hal yang penting
dimana dialami oleh konsumen setiap harinya baik secara sadar maupun tidak.
Proses belajar ini tidak hanya distimulus oleh produsen, namun juga dapat
dialami melalui pengalaman dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa.
Pengalaman tersebut mebuat seorang konsumen dapat memutuskan apakah ia akan
tetap mengkonsumsi barang tersebut atau tidak.
Dalam melakukan proses pembelajaran belajar terdapat
dua cara yang dapat dilakukan. Pertama yakni proses belajar kognitif dan kedua
adalah proses belajar perilaku.
Belajar kognitif (Rini Dwiastuti, dkk, 2012) adalah
proses belajar yang dicirikan oleh adanya perubahan pengetahuan, yang
menekankan proses mental konsumen untuk mempelajari informasi. Belajar perilaku
(Rini Dwiastuti, dkk, 2012) lihat juga di Abdul Qohhaar Albanna, 2016) adalah
proses belajar yang terjadi ketika konsumen bereaksi dengan
lingkungannya/stimulus luar. Pengalaman dan lingkungannya akan menyebabkan
perubahan perilaku yang relatif permanen. Proses belajar perilaku terbagi atas:
1. Proses belajar classical conditioning
2. Proses belajar ins
3. trument conditioning/ operant
conditioning
Proses belajar vicarious learning/ observational or sosial learning
DAFTAR PUSTAKA
Albanna, Abdul
Qohhaar. 2016. Pengaruh Persepsikulitas, Motif Kkognitif, Fungsi Sikap dan
Proses Belajar dengan Variabel Moderasi Lingkungan Eksternal Terhadap Keputusan
Pembelian Mie Instan PT. Indofood di Kediri dan Tulungagung. Artikel
Ilmiah. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas.
Dwiastuti, Rini, dkk,. 2012. Ilmu Perilaku Konsumen. Malang: UB
Press.
Fredereca, Bunga
Geofanny dan Chairy. 2010. PENGARUH PSIKOLOGI KONSUMEN
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KEMBALI SMARTPHONE BLACKBERRY. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan. Tahun 3, No. 2. Universitas Tarumanegara
Jakarta.
Nitisusastro,
Mulyadi. 2012. Perilaku Konsumen. Bandung: ALFABET.
Suwarman, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan
Penerapannya Dalam Pemasaran. Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia
[4] Ujang Suwarman, Perilaku
Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran, (Jakarta Selatan: Ghalia
Indonesia, 2003) 92.
[7] Rini Dwiastuti, dkk, Ilmu Perilaku Konsumen,(Malang: UB Press, 2012)
Lihat Juga Di Abdul Qohhaar Albanna, Pengaruh Persepsikulitas, Motif Kkognitif,
Fungsi Sikap dan Proses Belajar dengan Variabel Moderasi Lingkungan Eksternal
Terhadap Keputusan Pembelian Mie Instan PT. Indofood di Kediri dan Tulungagung,
Artikel Ilmiah, (Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, 2016), 6.
[8] Stimulus merupakan apa
yang didengar oleh telinga, apa yang dilihat oleh mata, dan apa yang dicium
oleh hidung (Rini Dwiastuti, dkk, 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar