Kamis, 13 September 2018

MAKALAH Perbuatan Baik Dan Buruk Menurut Akal Dan Wahyu



MAKALAH
Perbuatan Baik Dan Buruk Menurut Akal Dan Wahyu
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tassawuf
Dosen pembimbing : Lc Dony Burhan Noor Hasan, M.A

Description: utmm.jpg
Disusun oleh :
1.     Zakiyatur Rahmah               (150721100126)
2.     Siti Ulfah                                (150721100127)
3.     Sifa’ Fauziyah                       (150721100009)
4.     Ayu Fitriyah                          (150721100066)
5.     Wardatul Jannah                  (150721100120)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan Allah SWT, karena dengan berkat rahmat dan hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Lc Dony Burhan Noor Hasan, M.A yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami, dan tidak luput juga kami ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang ikut menyumbang  pikirannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami memohon maaf kepada ibu dosen bapak Lc Dony Burhan Noor Hasan, M.A khusunya dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah ini.



Bangkalan, 02 Oktober 2015


Penyusun











DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1

Bab II Pembahasan
A. Akal dan Wahyu........................................................................................ 2
B. Hakekat Perbuatan Manusia....................................................................... 4
C. Kebebasan Manusia (Jabariyyah dan Qadariyyah)..................................... 9
D. Tolak Ukur Baik dan Buruk....................................................................... 15
E. Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Hati Nurani.......................................... 21

Bab III Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................. 22

Daftar Pustaka....................................................................................................... 23


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Manusia diberi kemampuan oleh Allah untuk berpikir. Akal yang dimiliki manusia digunakan untuk memilih, mempertimbangkan, dan menentukan jalan pikirannya sendiri. Dengan menggunakan akal, manusia mampu memahami Al-Qura’an yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah islam dari masa ke masa dari masa lampau. Akal juga digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam berpikir.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Akal dan fungsinya?
2.      Apa yang dimaksud dengn Wahyu dan fungsinya?
3.      Bagaimana hakeket dari perbuatan amal manusia ?
4.      Apa yang dimaksud dengan kebebasan manusia Jabariyyah dan Qaddariyyah ?
5.      Apa saja aliran yang ada di aliran Jabariyyah dan Qaddariyyah ?
6.      Bagimana tolak ukur baik dan buruk perbuatan manusia ?
7.      Apa yang dimaksud dengan  Kebebasan, Tanggung Jawab, dan hati Nurani ?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Akal Dan Wahyu
1)    Pengertian Akal
Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-aql yang dalam bentuk kata benda, berlainan dengan al-wahy, tidak terdapat dalam Al-Quran. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluh dalam 1 ayat, ta’qilun 24 ayat, na’qil 1 ayat, ya’qiluha 1 ayat dan ya’qilun 22 ayat. Kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.[1]
Dalam kamus bahasa Arab Lisan Al-‘Arabdijelaskan bahwa al-‘aql berarti al-hijr menahan dan al-‘aqil ialah orang yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu. Sedangkan al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan, al-nuha, lawan dari lemah pikiran, al-humq. Selanjutnya disebut bahwa al-‘aql juga mengandung arti kalbu, al-qalb.
Arti asli dari kata ‘aqala adalah mengikat dan menahan. Sedangkan orang yang ‘aqil di jaman jahiliah, yang dikenal dengan hamiyyah atau darah panasnya, yakni orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya ia dapat mengambil sikap dan tindakan yang bijaksana dalam mengatasi masalah yang dihadapinya
Menurut Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dapat diartikan sebagai kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.[2]
Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang membedakan manusia dari mahluk lain.
a.         Fungsi Akal
1.        Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2.        Alat untuk berpikir akan berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
3.        Alat pencari solusi ketika permasalahan datang.
Pada hakikatnya akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut.
Dan Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa.[3]
2)      Pengertian Wahyu
Wahyu berasal dari bahasa arab الوحي, dan al-wahy yang berarti suara, api, dan kecepatan. Ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. Wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Ketika berbentuk maf’ul wahyu sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya. [4]
Selanjutnya dijelaskan lebih dalam bahwa pengertian makna wahyu meluas menjadi beberapa makna, diantaranya adalah sebagai:
·         Perintah
·         Isyarat, seperti yang terjadi pada kisah Zakaria
Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda." Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat." Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang." (Maryam 10-11)
·         Ilham secara kodrati dan insting[5]
a.         Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Secara tidak langsung wahyu adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan Allah SWT.
b.      Kekuatan wahyu
1.        Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2.        Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.        Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4.        Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5.        Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
B.     Hakekat  Perbuatan  ( Amal )  Manusia
Sabda Allah kepada umatnya:
“ Sesungguhnya, seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali ia beriman, melakukan perbuatan shaleh, dan  saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran “ ( Qs.Al – Ashr ).
Amal perbuatan manusia terbagi menjadi dua yaitu Ma’ruf ( baik ) dan  Mungkar ( buruk ).  Amal baik adalah amal yang berguna baik  diri sendiri maupun orang lain dan amal buruk adalah amal yang merugikan baik untuk diri sendiri  maupun orang lain. Apabila hati kita baik, maka akan menuntun  kita kejalan yang baik begitu pula sebaliknya, itu semua tergantung dari faktor dan tolak ukur manusia seperti faktor keluarga, lingkungan, dan pola fikir.
Menjadikan akal sebagai tolak ukur perbuatan tentu berakibat fatal terhadap ukuran baik, buruk, terpuji dan tercelanya perbuatan. Karna akal manusia bersifat terbatas, lemah, serba kurang. Sebagaimana firman Allah SWT :
 “ Diwajibkan atas  kamu berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu  membenci sesuatu, padahal  ia amat bagimu, dan boleh jadi ( pula ) kamu menyukai  sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. ( Qs. Al – Baqarah: 216 ).
Dari  aspek  wilayah pengendaliannya, perbuatan manusia dapat digolongkan menjadi dua, ( perbuatan Musayyar Dan Muhayyar) , semua perbuatan, apakah ang menimpa  manusia / manusia melakukannya, yang berada  diwilayah yang mengasai manusia disebut perbuatan musyyar.  Sebaliknya, semua perbuatan manusia yang berada diwilayah  yang manusia mampu menguasainya (memiliki pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan) disebut perbuatan Mukhayyar.
C.    Kebebasan Manusia (Jabariyyah Dan Qadariyyah)
1.      Aliran Jabaliyyah
a.      Pengertian Jabariyyah
Nama jabariyyah berasal dari kata “Jabara” yang mengandung arti memaksa. Begitupun dalam  munjid dijelaskan  bahwa jabara berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Kemudian kata jabara, ditarik menjadi jabariyyah (dengan menambah  ya’ nisba)  artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syarastani menegaskan bahwa faham Al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyadarkannya kepada Allh SWT. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam  keadaan terpaksa. Dalam istilah inggris faham jabariyyah disebut fatalism atau fredestination yaitu yang mengatakan bahwa perbuatan manusia sudah ditentukan sejak semula oleh Qada’ dan Qadar nya Allah SWT. Posisi manusia tidak memiliki kebebasan inisiatif sendiri, akan  tetapi terikat mutlak pada hakekat Tuhan.
b.      Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyyah.
Orang pertama kali yang menggemukakan faham  jabariyyah dikalangan umat islam adalah Al-Ja’d Ibn dirham  (terbunuh pd tahun 124 H), Pandangan dan  pemikirannya disebarluaskan oleh pengikutnya seperti “ Jahm bin safwan (125 H) dari khurasan ( dia pun termasuk pendiri aliran jahmiyah dalam kalangan murjiah). Mengenai sejarah kemunculan aliran jabariyyah, para ahli mengkajinya melalui pendekatan geokultural bahasa arab. Diantara ahli yang dimaksud  adalah Ahmad amin ia mengambarkan kehidupan bahasa arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.
Harun nasution menjelaskan bahwa, dalam situasi demikian masyarakat arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya. Faktor inilah yang membuat mereka merasa lemah dan tidak kuasa dalam menghadapi kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal inilah yang membawa mereka pada fatalism. Sebenarnya benih-benih faham  jabr sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas.
c.       Tokoh-Tokoh Dan Doktrin Ajaran Jabariyyah
Menurut Asy-Syahrastani jabariyyah itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, ekstrem (segala perbuatan  manusia yang timbul dari kemauannya melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya).
Beberapa aliran yang masuk pada aliran jabariyyah, yaitu :
1.      Aliran Al-Jahmiyah
Aliran jabariyyah oleh Al-Syahrastani menyebutkan dengan istilah Al-jabariyyah al-kharish. Pendirinya adalah Jahm Ibn  shafwan (124 H). nama lengkapnya adalah abu mahrus jaham bin shofwan. Dia berasal dari khurasan yang bertempat tinggal dikuffah. Ia seorang dai yang fasih dan lincah ( orator ) yang termasuk seorang mawali yang menentang pemerintahan bani umayyah, ia ditawan kemudian dibunuh oleh muslim Ibn ahwas almazini pada akhir dinasti kholifah dari bani umayyah. Aliran ini tersebar di Tirmiz dan Balk. Dai dianggap sebagai pengikut jabariyyah murni.
Aliran jahmiyah ini tidak menetapakan perbuataan atau kekuasaan sedikitpun. Seluruh tindakannya tidak boleh terlepas dari aturan, scenario dan  kehendak Tuhan. Segala akibat baik atau buruk yang diterima oleh manusia perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan dari Allah SWT. Namun ada kecenderungan bahwa Tuhan lebih memperlihatkan sikapnya yang mutlak atau absolut dab berbuat sekehendakNya. Hal inilah yang menimbulkan kesan seolah-olah Allah tdk adil jika Ia menyiksa orang-orang yang berbuat dosa yang dilakukan orang itu terjadi atas Tuhan .
2.      Aliran An-Najariyyah
Pendiri aliran ini diberi istilah yaitu al-jabariyyah Al- mutawasithah, pendiri aliran ini adalah Al-husein Ibnu Muhammad an-najjar (230H) dan ia termasuk tokoh mu’tazilah yang paling banyak mengunakan ratio yakni menetapkan adanya Qudrat pada manusia tetapi Qudrat tersebut tidak mempunyai efek atas perbuatan. An-Najjar juga berkata ; Tuhan hanya berkehendak dengan  zatNya , juga Tuhan mengetahui dengan  zatNya. Karena itu taalluqnya menyuruh Allah menghendaki baik dan buruk , bermanfaat dan mudharat.
3.      Ad-Dhirariyyah
Pendirinya adalah Dhirar ibn ‘amr dan Hafshul  al-fard. Keduanya sepakat adanya sifat Allah, namun keduanya berkata
“Allah maha mengetahui dan maha kuasa maksudnya tidak jahil dan tidak lemah. Dan mereka mengakui bahwa Allah adalah zat yang hakikatnya tidak diketahui melainkan Allah sajalah yang tau.” Katanya pendapat ini dikutip dari abu hanifah dan rekan-rekannya. Dan yang dimaksud Allah mengetahui zatNya tanpa melalui pembuktian dan dalil.
Dhira dalam kesempatan lain juga pernah berpandangan mengenai kepemimpinan boleh saja bukan suku Quraisy namun apabila keturunan Rasulullah yang lebih pantas diutamakan dengan alas an bahwasannya jumlah keturunannya sedikit. Melalui cara ini akan mudah memberhentikan apabila tindakannya bertentanggan dengan syari’at islam.
2.      Aliran Qadariyyah
a.      Latar Belakang Kemunculan Faham Qadariyyah
Qadariyyah berasal dari bahasa arab yaitu qadara yang mempunyai arti kemampuan dan kekuatan. Secara terminology, qadariyyah  adalah  aliran atau faham timologi yang percaya bahwa segala tindakan dan perbuatan manusia itu terjadi tanpa adanya campur tanggan Tuhan, artinya manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Aliran ini berpendapat bahwa setiap manusia pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Dan dari pernyataan ini, maka dapat difahami bahwa Qadariyyah digunakan  untuk nama sesuatu aliran atau faham yang menyatakan kebebasan  dan kekuatan penuh bagi manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Menurut Prof.Dr. Harun  Nasution, kaum Qadariyyah berasal dari pengertian bahwa bahwa manusia mempunyai qudarah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qadar nya Tuhan.
b.      Tokoh-Tokoh Aliran Faham Qadariyyah.
Para ahli teologi masih berbeda pendapat dan terus menjadi perdebatan , menurut Ahmad amin para ahli teologi ada ada yg berpendapat bahwa Qadariyyah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani pada tahun 80 H dan Ghilan Ad-Dimasyqy.
Sedangkan menurut Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh al-uyun, memberikan pernyataan bahwa yg pertama kali memunculkan faham qadariyyah adalah orang irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Sementara menurut  W.Montgomery Watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melalui majalah Der islam pd tahun 1933 dalam  artikel itu menjelaskan bahwa faham qadariyyah terdapat dalam  risalah yg ditulis untuk kholifah abdul malik oleh hasan bisri sekitar tahun 700 M.
c.       Pokok Ajaran Aliran Qadariyyah
Secara umum pokok ajaran dari aliran qadariyyah adalah manusia berkuasa penuh atas perbutan-perbuatannya. Manusia melakukan kebaikan atas kehendak dan kekuasaan dirinya sendiri dan manusia juga yg melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan buruk sesuai dengan kemauan dan dayanya sendiri tanpa campur tanggan Tuhan.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tdk dapat berbuat apa-apa, kecuali mengikuti hukum alam.
D.    Tolak Ukur Perbuatan Baik dan Buruk
Baik dan buruk merupakan persoalan yang pertama kali muncul di kalangan para filsuf Yunani. Persoalan ini pula yang menjadi pembicaraan yang pertama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relative, hal ini disebabkan adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbuatan tolak ukur tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, ideology, lingkungan hidup, dan sebagainya.
Baik dan buruk merupakan sifat yang selamanya akan menempel pada suatu benda, terlepas apakah benda itu mati atau hidup. Setiap ada pengertian baik, ada pengertian buruk. Dalam mendefinisikan baik dan buruk, setiap orang pasti berbeda-beda. Sebab, sumber penentu baik dan benar, yaitu Tuhan dan Manusia; wahyu dan akal; agama dan filsafat. berikut ini adalah beberapa perbedaan tersebut :
1.         Ali bin Abi Thalib (w. 40 H): Kebaikan adalah menjauhkan diri dari larangan, mencari sesuatu yang halal, dan memberikan kelonggaran kepada keluarga.[6]
2.         Ibnu Maskawih (941-1030 M): Kebaikan yang dihasilkan oleh manusia melalui kehendaknya yang tinggi. Keburukan adalah sesuatu yang di perlambat demi mencapai kebaikan.[7]
3.         Muhammad Abduh (1849-1905): Kebaikan adalah apa yang lebih kekal faedahnya sekalipun menimbulkan rasa sakit dalam melakukannya.[8]
4.         Thosohiko Izutsu (1914-1993): dalam Al-Qur’an tidak ada sistem konsep baik-buruk abstrak yang dikembangkan sepenuhnya. Rumusan bahasa moral level sekunder ini merupakan karya dari ahli hukum pada masa pasca-Quranik. Kosakata Al-Qur’an mengandung sekian kata yang dapat, dan biasanya, diterjemahkan dengan “baik” dan “buruk”, tetapi banyak di antaranya merupakan kata-kata deskriptif atau indikatif. Jika kita dibenarkan menilai kata-kata itu sebagai istilah “nilai” karena dalam pemakaian actual, kata-kata itu membawa maksud untuk memberikan penilaian. Pada waktu yang sama, dalam Al-Qur’an terdapat sejumlah kata “baik” dan “buruk” yang fungsi utamanya evaluative, bukan deskriptif.[9]
5.         Louis Ma’luf: baik, lawan buruk, adalah menggapai kesempurnaan sesuatu.[10] Buruk, lawan baik, adalah kata yang menunjukkan sesuatu yang tercela dan dosa.[11]
6.         Poerwadarminta (1904-1958): baik: (1) elok, patut, teratur; (2) berguna, manjur; (3) tidak jahat; (4) sembuh, pulih; (5) selamat (tak kurang satu pun).[12] Buruk: (1) rusak atau busuk; (2) jahat, jelek, kurang baik, tidak menyenangkan.[13]
Mempersoalkan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukuran dan karakternya selalu dinamis, sulit dipecahkan. Namun demikian karakter baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur menurut fitrah manusia. Dengan merujuk kepada berbagai kutipan tersebut di atas beberapa aliran filsafat yang memengaruhi pemikiran akhlak dapat dapat dikemukakan secara ringkas sebagai berikut :
a.         Aliran Naturalisme
Menurut aliran Naturalisme ukuran baik dan buruk adalah apakah sesuatu itu sesuai dengan fitrah ( Naluri ) manusia / tidak baik lahir maupun batin. Apabila sesuai dengan fitrah dikatakan baik, sedangkam apabila tidak sesuai dikatakan buruk. Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan setiap manusia didapat dengan jalan memenuhi panggilan natur atau kejadian manusia itu sendiri. Iyulah sebabnya aliran ini disebut Naturalisme.[14]
Berikut beberapa pemikiran aliran Naturalisme :
1.        Segala sesuatu dalam dunia ini menuju pada tujuan tertentu. Memenuhi panggilan natur setiap sesuatu dapat mengantarkan pada kesempurnaan Benda-benda dan tumbuh-tumbuhan juga termasuk di dalamnya, menuju pada satu tujuan, tetapi dapat dicapai secara otomatis tanpa pertimbangan dan perasaan.
2.        Hewan mencapai tujuannya melalui naluri, sedangkan manusia melalui akalnya karena itulah yang menjadi perantara baginya untuk mencapai kesempurnaan.
b.        Aliran Hedonisme
Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hedone yang berarti “kesenangan” atau “kenikmatan”. Dalam filsafat Yunani , Hedonisme ditemukan oleh Aristippos dari Kyrene ( sekitar abad 433-355 SM ).
Beberapa pandangan aliran Hedonisme :
1.        Setiap perbuatan yang dikatakan itu susila apabila perbuatan itu mengandung kelezatan/kenikmatan.
2.        Kelezatan dan kenikmatan merupakan suatu tolak ukur dalam menentukan baik buruknya suatu perbuatan.
c.         Aliran Eudaeonisme
Beberapa pandangan aliran Eudaenoisme :
1.        Tujuan hidup dan kegiatan manusia adalah tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan yang sifatnya hanya sementara.
2.        Kesenangan dan kebahagiaan jasmaniyah adalah satu-satunya hal yang baik dalam dirinya. Sedangkan kaejahatan di anggap sebagai penyebab utama segala bentuk rasa sakit dan kesedihan.
3.        Yang di sebut baik secara moral adalah hal-hal yang mendatangkan kegunaan dan keuntungan dalam upaya manusia mencapai cita-citanya yaitu kebahagiaan dan sukses sementara.
d.        Aliran Pragmatis
Pragmatisme, dalam bentuknya yang umum, adalah pemikiran yang dipengaruhi kepentingan situasi dan kondisi uyang ada. Dengan demikian, pemikiran Pragmatisme akan berubah setiap saat. Adapun yang tidak berubah adalah mempertahankan kepentingan itu sendiri. Dengan demikian, Pragmatisme adalah pemikiran yang tidak teratur sebab kepentingan individu itu tidak teratur. Aliran ini menitik beratkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri, baik yang bersifat moril maupun materil. Titik beratnya adalah pengalaman oleh karena itu penganut paham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat abstrak dan tidak akan di peroleh dalam dunia empiris.
e.       Aliran Vitalisme
Beberapa pandangan aliran Vitalisme tentang ukuran baik dan buruk antara lain sebagai berikut :
1.         Ukuran baik dan buruk adalah daya kekuatan hidup. Manusia akandikatakan baik apabila memiliki daya kekuatan hidup yang kuat sehingga memaksa manusia yang lemah untuk mengikutinya.
2.         Keburukan adalah apabila manusia tidak memiliki daya kemampuan kuatyang memaksa manusia untuk mengikuti kehidupan orang lain.
f.          Aliran Idealisme
Pokok-pokok pandangannya adalah sebagai berikut :
1.        Wujud yang paling dalam dari kenyataan ( hakikat ) adalah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena di anjurkan orang lain, melainkan atas dasar kemauan sendiri/rasa kewajiban. Sekalipun di ancam dan dicela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan juga karena adanya rasa kewajiban yang terdapat didalam nurani manusia.
2.        Faktor yang paling penting memengaruhi manusia adalah “ kemauan” yang melahirkan tindakan tindakan yang konkret, pokok disini adalah “kemauan baik”.
3.        Kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang menyempurnakannyayaitu rasa kewajiban.
g.         Aliran Exsistensialisme
Etika exsistensialisme berpandangan bahwa exsistensi di atas dunia selalu terkait pada leputusan-keputusan individu.Artinya andaikan individu tidak mengambil suatu keputusan, pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama bagi kepentingan dirinya. Ungkapan dari aliran ini adalah truth is subjectivity/kebenaran terletak pada pribadinya maka di sebutlah baik.Sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.
h.      Aliran Utilitarisme
Pokok pandangannya adalah sebagai berikut :
1.        Baik buruknya suatu perbuatan atas dasar besar kecilnya manfaat yang di timbulkan bagi manusia.
2.        Kabaikan yang tertinggi (summun bonum) adalah utility (manfaat).
3.        Segala tingkah manusia selalu di arahkan pada pekerjaan yang
membuahkan manfaat yang sebesar-besarnya.
4.        Tujuannya adalah kebahagiaan (happiness) orang banyak pengorbanan misalnya di pandang baik jika mendatangkan manfaat, lain dari pada itu hanyalah sia-sia belaka.
i.        Aliran Deontologi
Menurut aliran ini suatu tindakan dianggap baik bukan berdasarkan tujuan/dampak perbuatan itu, tetapi berdasarkan tindakan itu sendiri. Dengan kata lain perbuatan tersebut bernilai moral karena tindakan itu di laksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus di laksanakan terlepas dari tujuan/akibat dari tindakan itu.Salah satu tokoh terkenal dari teori ini adalah Immanuel Khant (1734-1804 M), seorang filsuf Jerman abad ke- 18.[15]
j.          Aliran Teologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan adalah ajaran Tuhan, apakah perbuatan tersebut di perintah/di larang.Segala sesuatu yang di perintahkan Tuhan adalah baik, sebaliknya perbuatan yang di larang Nya adalah buruk.[16]
E.     Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Hati Nurani
1.      Kebebasan
Berbicara mengenai kebebasan tidak dapat lepas dari persoalan kesusilaan . Maka tidak ada fungsinya memuji dan mencela seseorang atas suatu perbuatan apabila dia dalam melakukan .”Tidak bebas”. Seseorang bisa melakukan ataw tidak melakukan sesuatu, karena tidak ada oilihan lain. Kondisi demikian dapat terjadi karena ada unsur paksaan atau adanya unsur penekanan kepadanya.
Dalam kondisi tertekan (tidak bebas), manusia tidak mungkin akan terjadi makhluk yang merdeka, mengapa manusia dapat melakukan kesalahan? Katena adanya unsur kebebasan untuk memilih berbagai alternatif.Kesalahan yang paling berat bagi manusia ialah menyerahkan kebebasannya, dan meminta petunjuk perilaku apa yang harus di ambilnya. Bentuk paling dari kesalahan seseorang adalah membuatkan diri untuk terperangkap keburukan. Maka posisi damikian hanya satu hal yang dapat di kerjakannya yaitu berbuat Asusila.
Perbuatan seseorang akan bermakna apabila yang bersangkutan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dan yang tidak di lakukan.Dengan demkian mempersoalkan kebebasan tidak dapat lepas dari masalah tanggung jawab atas semua tingkah lakunya. Sehimgga menjadi terangg bahwa orang yang dapat di mintai tanggung jawab yaitu orang yang berbuat sesuatu dengan kebebasan  yang di miliki. Kita  mengira adanya pengaruh –pengaruh buruk yang di alami seseorang yang di hadapinya , nafsu –nafsu yang bergolak dalam dirinya, pendidikan buruk yang di perolehnya, lingkungan tidak menguntungkan yang mengitarinya dan adanya faktor-faktor yang lain lagi.
Apabila kita secara agak seksama menyelidiki apakah yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan kekeliuran, maka pada umumnya,kita menampakkan kesalahan tersebut kepada nafsu, namun kita tetap takut menerapkan peribahasa memahami segalanya berarti memanfaatkan segalanya dan dengan demikian menyatakan bahwa manusia tidak bebas. Sebab,dengan melakukan yang demikian berarti kita melepaskan tanggung  jawab dan kemanusiaannya,karena tanggung jawab dan kebebasan justru termasuk hakekat kemanusiaan.
Sesungguhnya manusia yang satu bertanggung jawab terhadap manusia yang lain,belum lagi dalam babak terakhir bertanggung jawab kepada yang di manusiawi. Hal ini juga membawa akibat bahwa kesusilaan mengandung pandangan tertentu tentang manusia dan akhirnya didasarkan atas pandangan tersebut,yaitu suatu pandangan yang melihat manusia sebagai pribadi dalam arti tersebut.di atas di dalam suatu dunia yang tidak bersifat pribadi tiada tempat bagi kesusilaan.
Berhubungan dengan itu,kita mengetahui motif-motif yang mendasari perbuatan seseorang, maka kita dapat mengetahui sebelumnya. Perbuatan yang bagaimanakah akan di lakukannya.
Manusia di kuatkan bebas, apabila ia dalam arti lebih tinggi yaitu terikat pada norma-norma. Begitu pula apa yang di katakan orang bahwa manusia di takdirkan untuk bebas. Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima norma. Norma tidak memaksanya, norma memberikan kebebasan kepadanya. Manusia dapat memutuskan untuk tunduk kepada norma,ia dapat memutuskan untuk memberikan dirinya di gerakkan oleh kecenderungan alaminya. Kita dapat pendirian,ada kebebasan yang dipunyai oleh aku/oleh pribadi yang berarti, aku/pribadi tidak semata-mata di gerakkan oleh motif-motif. Manusia dapat memberikan pengutamaan kepada norma-norma tertentu dibanding norma-norma yang lain; bahkan ia dapat melepaskan diri dari kekuasaan norma.
Manusia mudah membiarkan perilakunya ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan yang semata-mata bersifat pamrih, artinya ia menetapi situasi hanya dengan pertanyaan tentang faktor-faktor yang dapat ditunjuk secara nyata serta empirik manakah yang berpengaruh terhadap situasii tersebut.
2.      Tanggung Jawab       
Manusia yang hidup sebagai makhluk sosial, tidak bisa bebas, dan terhadap semua tindakannya ia harus bertanggung jawab. Persoalan “tanggung jawab” Allah berfirman dalam surat Al-Qiyamah: 36 ”Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (dalam tindakannya)”. Ayat ini menjelaskan bahwa manusia di jadikan Allah tidak percuma  begitu saja. Mereka dibekali dengan berbagai alat yang lebih sempurna dari pada makhluk lainnya. Tindakan dan sikap lakunya akan diadakan perhitungan,baik dan buruk besar atu kecil. Maka manusia tidak boleh berbuat dengan semau hati,pikiran dan perasaan.
Secara tersirat,ayat di atas menghimbau hati nurani manusia bahwa manusia harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Pertanggung jawaban tertuju kepada segala perbuatan,tindakan,sikap,hidup,sebagai pribadi anggota,keluarga rumah tangga,masyarakat, negara, manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap tuhannyamaupun manusia sesamanya. Nabi Muhammad SAW. Sebagai teladan selalu memperlihatkan dalam keseluruhan hidup beliau mendidik para sahabat bagaimana bertanggung jawab dalam alamiah dan tindakan. Tanggung jawab manusia mencakup semua aspek kehidupan baik politik, kenegaraan, ubudiyah, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan ilmiah. Nabi Saw. Sebagai teladan tanngung jawab dalam pergaulan sehari-hari di rumah tangga terhadap istri dan anak, di medan perang, di masjid,kemasyarakatan dan kenegaraan.
Apabila di perhatikan, tanggung jawab di tegaskan adalah untuk mempertahankan keadilan,keamanan dan kemakmuran. Maka kemampuan seseorang bertanggung jawab dalam segala tindakan merupakan salah satu diantara kelebihan manusia. Apabila pertanggung jawaban didalam kehidupan tidak di utamakan atau tidak di perdulikan maka harga dirinya pun akan jatuh. Manusia adalah makhluk mukallaf dengan maksud bahwa manusia diberikan beban atau tugas oleh Allah dalam berbagai bidang yang akan di mintai pula pertanggung jawabannya. Kerawanan pada manusia sekarang adalah kegelisahan kegoncangan dan kedzaliman karena sikap banyak yang meremehkan tanggung jawab yang sebenarnya jika hati nurani.
3.      Hati Nurani
Di dalam jiwa manusia di rasakan ada suatu kekuatan yang berfungsi untuk memperingatkan, mencegah dari perbuatan yang buruk atau sebaliknya kekuatan tersebut mendorong terhadap perbuatan yang baik. Ada perasaan tidak senang apabila sedang mengerjakan sesuatu karena tidak tunduk kepada perbuatan. Apabila telah menyelesaikan perbuatan jelek,mulailah kekuatan tersebut memarahinya dan merasa menyesal atas perbuatan itu.
Kondisi perasaan yang lain bahwa kekuatan tersebut memerintahkan agar melakukan kewajiban. Kemudian mendorong untuk melangsungkan perbuatannya. Dan setelah selesai,dia merasakan lapang dada dan gembira.
Gambaran keadaan jiwa di atas,menunjukkan bahwa manusia di dalamnya ada “HATI NURANI”. Ia merupakan kekuatan yang mendahului,mengiringi dan menyusui pada perbuatan.
Adapun fungsi kekuatan hati nurani dapat di sebutkan bahwa :
a)      Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan,akan memberi petunjuk dan menakuti dari kemaksiatan.
b)      Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, akan mendorongnya untuk menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan yang buruk.
c)      Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan,akan merasa gembira dan senang apabila melakukan perbuatan yang ditaati namun akan merasa sakit dan pedih waktu melanngar,perbuatan jelek.
Hati nurani yang kita rasakan timbul dari hati kita, perintah kepada kita supaya melakukan kewajiban dan memperingatkan kita agar jangan sampai menyalahinya. Walaupun kita tidak mengharap-harap balasan atau takut siksaan.
Hati nurani memerintahkan agar menetapi kewajiban,bukan karena balasan dan siksaan kecuali ganjaran dirinya merasa gembira dan siksaan dirinya karena merasa tercela dan menyesal. Hidup seseorang dalam masyarakat menyadari akan adanya tanggung jawab maka ia akan suka bergaul,suka berbuat apa yang disukai masyarakat,dan menjahui dari apa yang menyalahinya.
Perbedaan antara hati nurani yang satu dengan yang lain.
Kita mengerti bahwa hati nurani berbeda-beda. Perbedaanya agak besar di antara bangsa-bangsa yang telah maju sekalipun. Bangsa-bangsa itu di dalam melakukan kebaikan dan keburukan dan diikutinya perbedaan mereka dalam hati nurani masing-masing.
Manusia berbeda hati nurani karena perbedaan waktunya. Terkadang ia menyaksikan sesuatu yang baik di dalam suatu waktu sehinnga bila meningkat pikirannya ia melihatnya buruk,dan begitu sebaliknya. Dengan demikian bahwa hati nurani itu tidak selalu benar. Kadang ia dalam menunjukkan kekuatan,kemudian memerintahkan kepada kita apa yang tidak benar dan tidak wajib.
Hati nurani dapat tumbuh melalui pendidikan. Hati nurani dapat lemah,karena di tengahkan. Apabila keadaan hati nurani, memerintah dengan perbuatan dan kita tolak, terasalah akan tusukan yang keras,kepedihan dan dapat meracuni hati nurani.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, bahwa hati nurani (suara hati) mempunyai tiga tingkatan :
a)      Perasaan melakukan kewajiban karena takut kepada manusia.
b)      Perasaan mengharuskanmengikutinya apa yang harus di perintahkan.
c)      Tidak sampai kepada tingkatan ini kecuali orang-orang besar dan para pemimpin ulung. Yaitu rasa seharusnya mengikuti apa yang di pandang benar oleh dirinya,berbeda dengan pendapatan orang atau mencocokinya, menyalahi undang-undang yang terkenal di antara manusia tau mencocokinya.
Dan sebenarnya manusia mau menunaikan kewajiban dan melakukan perbuatan,yang mendorong adalah hati nurani yang tertanam dalam watak dan jiwanya.
























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah kelompok kami bahwa Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah juga bisa benar. Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan adalah hubungan subjek dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan kebenarannya jelas. Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Pada saat wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya budaya dengan memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir dengan dinamis, kreatif dan terbuka, disanalah terdapat ruang bertemu antara akal dan wahyu. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-duanya saling menyempurnakan.










DAFTAR PUSTAKA
Syatori, M.  Ilmu Akhlak. Bandung:Lisan. 1987.
Isutzu, Toshihiko. Konsep-konsep Etika Religius dalam Al-Qur’an,Terj. Agus Fahri Husein. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2003.
Ma’luf, Louis. Al-Munjid Fi Al-Lugah Wa Al-‘Alam. Beirut: Al-Maktabah Asy-Syarqiyyah. 2005.
W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: 1985.
Ya’qub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : Diponegoro. 1993.
Huda, Miftachul. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial : Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
Mustofa, Ahmad. Akhlak Tassawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.
http://harkaman01.wordpress.com/2013/04/08/teologi-jabariyah-dan-qadariyah/


[1] http://penaraka.blogspot.co.id/2012/12/akal-dan-wahyu-dalam-islam.html
[2] http://cgeduntuksemua.blogspot.co.id/2012/03/makalah-konsep-akal-dan-wahyu-dalam.html
[3] Ibid
[4] Ibid
[6] M.Syatori, Ilmu Akhlak, Bandung:Lisan,1987,hlm. 38-39
[7] Ibid.,hlm. 38
[8] Ibid.,hlm. 39                                                              
[9] Toshihiko Isutzu,Konsep-konsep Etika Religius dalam Al-Qur’an,Terj. Agus Fahri Husein, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003,hlm .245
[10] Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lugah Wa Al-‘Alam, Beirut: Al-Maktabah Asy-Syarqiyyah, 2005, hlm. 201.
[11] Ibid.,hlm. 379
[12] W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: 1985, hlm. 76.
[13] Ibid., hlm 171.
[14] Hamzah Ya’qub,Etika Islam, Bandung : Diponegoro,1993, hlm.43.
[15] Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial : Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2009,hlm. 145-146
[16] ibid., hlm.46-47
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar