Kamis, 13 September 2018

MAKALAH MENABUNG DAN INVESTASI




MAKALAH

MENABUNG DAN INVESTASI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Iqtishodi

Dosen Pengampu:
Lc. Dony Burhan Noor Hasan, M.A

Disusun oleh
Holiyah                      (150721100)
Nia Agustin               (150721100099)
Zakiyatur Rahmah     (150721100126)
Mursyidi Abror         (150721100179)


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (A)
FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Tahun Pelajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Menabung dan Investasi ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk melengkapi salah satu materi dalam pelajaran Tafsir Iqtishodi. Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para pembaca khususnya dalam bidang ekonomi.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Lc. Dony Burhan Noor Hasan, M.Aselaku Dosen mata kuliah Tafsir Iqtishodi dan terima kasih kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bangkalan, 04 September 2016



Penyusun







DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian........................................................................................................ 2
2.2 Surat Yusuf Ayat 46-49.................................................................................. 3
2.3 Surat at-Taubah Ayat 34-35............................................................................ 7

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
al- Qur’an merupakan dasar dari setiap kehidupan yang ada. Sebagai pedoman dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Segala hal terdapat dalam al- Qur’an tidak terlepas tentang menabung dan investasi.
Kekurangan dan hal lain menyebabkan kita harus melakukan tabungan dan investasi. Untuk melakukan hal tersebut haruslah sesuai dengan tuntunan al- Qur’an. Dalam al- Qur’an juga disebutkan bahaya dari melakukan hal tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap insan manusia dapat melakukan investasi dan tabungan dengan bijak untuk mencapai kemalahatan umat.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti memiliki hubungan sebab akibat sesuai dengan QS. Yusuf 46-49 yang berhubungan dengan QS. Taubah 34-35. Disebutkan bahwa kita dianjurkan untuk menabung dan kemudian disebutkan akibat jika kita menabung bukan atas jalan Allah SWT
1.2    Rumusan Masalah
a.         Bagaimana definisi menabung dan investasi?
b.        Bagaimana isi kandungan QS. Yusuf ayat 46-49?
c.         Bagaimana isi kandungan QS. Taubah ayat 34-35?
1.3    Tujuan Masalah
a.         Untuk mengetahui bagaimana definisi menabung dan investasi.
b.        Untuk mengetahui bagaimana isi kandungan QS. Yusuf ayat 46-49.
c.         Untuk mengetahui bagaimana isi kandungan QS. Taubah ayat 34-35.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian
Dalam Islam dilarang untuk menimbun harta untuk kepentingan diri sendiri tanpa disalurkan pada yang berhak. Harta yang kita miliki sebagian adalah miliki orang lain yang wajib hukumnya untuk disalurkan.
Menurut Monzer Kahf dan Umar Chapra bahwa pengeluaran yang berlebihan dilarang, penimbunan simpanan juga dikecam tegas oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Sumber-sumber daya yang telah disediakan Allah harus dipergunakan untuk digunakan pemiliknya (dalam batasan-batasan yang ditetapkan Allah) atau diperuntukkan bagi orang lain sehingga mmenuhi tujuan dasar penciptaannya.
Motivasi utama orang Islam untuk menabung adalah nilai moral hidup sederhana da keutamaan tidak fakir, serta efek zakat terhadap tabungan akan mendorong umat muslin untuk lebih sering investasi sehingga mengurangi kesenjangan sosial.[1]
Islam mendorong setiap umatnya untuk menegjar materi dengan batsan-batasan tertentu. Islam membolehkan setiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu, mengembangkan, memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama.
Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investmen. Kata invest sebagai kata dasar investmen yang memiliki arti menanam. Sedangkan dalam bahasa Arab, istismar yang artinya menjadikan berbuah (berkembang) dan bertambah jumlahnya. Istismar artinya menjadikan harta berubah (berkembang) dan bertambah jumlahnya. Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang.
Menurut Antonio, investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian perolehan kembaliannya tidak pasti dan tidak tetap.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa investasi secara umum adalah kegiatan mengalokasikan dana (finance) untuk mendapatkan nilai lebih atau keuntungan di masa depan (yang akan datang).[2]
2.2    Surat Yusuf Ayat 46-49
2.1.1        Lafadz Ayat
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ (٤٦) قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلا قَلِيلا مِمَّا تَأْكُلُونَ (٤٧) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلا قَلِيلا مِمَّا تُحْصِنُونَ    (٤٨) ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ (٤٩
2.1.2        Arti
Setelah pelayan itu bertemu dengan Yusuf dia berseru), "Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada Kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui (takwilnya)." Dia (Yusuf) berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu siapkan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras anggur.”[3]
2.1.3        Mufradat
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا     : “yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami” selanjutnya si pelayan menceritakan tentang apa yang dilihat oleh raja dalam mimpinya. Saat itu juga yusuf as. Menceritakan ta’bir mimpi itu kepada si pelayan raja tanpa menegurnya atas kelalainnya terhadap apa yang ia pesankan kepadanya, juga tanpa mensayratkan kepada dia dikeluarkan dari penjara sebelumnya.[4]
لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ                   : agar mereka mengetahui takmil dari mimpi tersebut.
تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا      : “supaya kalian bertanam tujuh tahun lamanya sebagaimana biasa” yakni secara terus-menerus, hal ini sebagai ta’bir daripada tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk.
سَبْعٌ شِدَادٌ                       : “tujuh tahun yang amat sulit” kekeringan dan masa sulit, hal ini merupakan takbir daripada tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus.
وَفِيهِ يَعْصِرُونَ                  : ”dan masa itu mereka memeras anggur” dapat memeras anggur dan buah-buahan lainnyaa karena suburnya musim.[5]
2.1.4        Munasabah
Dalam surat ini Allah secara umum mengemukakan adanya tanda-tanda keesaan Allah di langit dan di bumi. Didalam surat Ar Ra'd Allah mengemukannya lagi secara lebih jelas.
Kedua surat tersebut sama-sama memuat pengalaman nabi-nabi zaman dahulu beserta umatnya. Yang menentang kebenaran mengalami kehancuran sedang yang mengikuti kabenaran mendapat kemenangan.
Pada akhir surat Yusuf diterangkan bahwa Al Quran itu bukanlah perkataan yang diada-adakan, melainkan petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman, dan keterangan yang demikian itu diulangi lagi di awal surat Ar Ra'd.
2.1.5        Tafsir
Mimpi raja Mesir itu adalah bagian dari takdir Allah sebagai sebab yang mengeluarkan Yusuf dari penjara secara terhormat, karena sang raja setelah bermimpi seperti itu sangat terperanjat ketakutan serta keheranan dan menanyakan apa ta’birnya. Maka ia mengumpulkan para juru nujum, cendikiawan, dan pembesar pemerintahannya, serta pejabat di negara. Lalu sang raja menceritakan mimpinya kepada mereka, kemudian menanyakan a’birnya. Tetapi mereka tidak mengetahuinya, dan beralasan bahwa “Itu hanyalah mimpi yang kosong” yaitu, mimpi yang bercampur aduk yang telah terjadi pada mimpi paduka ini, kami tidak tahu tentang ta’bir mimpi itu,” maksudnya, kalaupun mimpi itu benar, bukan dari pikiran yang kacau, kami pun tidak mengetahui penafsirannya.
Pada saat itulah orang yang selamat dan keluar dari penjara baru teringat kepada Yusuf setelah beberapa waktu lamanya, karena syaitan membuatnya lupa kepada pesan Yusuf untuk menyebutkan perkaranya kepada raja, maka ia berkata kepada raja dan orang-orang yang diundangnya untuk keperluan ini: ana unabbi-ukum bita’wiiliHi “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena’birkannya.” yakni penafsiran tentang mimpi itu: fa arsiluun “Maka utuslah aku kepadanya”, maksudnya utuslah aku kepada Yusuf as. yang terpercaya itu yang sekarang berada di penjara.
Maka mereka pun mengutusnya ke penjara, dan sesampainya di sana, ia berkata: yuusufu ayyuHash shiddiiqu aftinaa (“Yusuf, hai orang yang sangat dipercaya, terangkanlah kepada kami”) selanjutnya ia menyebutkan mimpi raja, dan pada saat itu Yusuf segera menyebutkan ta’birnya, tanpa menyalahkan pemuda itu atas kelalaiannya menyampaikan pesan yang pernah dikatakan kepadanya, dan tanpa meminta dikeluarkan dari penjara sebagai syarat untuk mena’birkan mimpi raja itu.
Tetapi Yusuf berkata: tazra’uuna sab’a siniina da-aban (“Hendaknya kalian bercocok tanam selama tujuh tahun sebagaiinana biasa”) maksudnya, akan datang pada kalian kesuburan dan hujan selama tujuh tahun berturut-turut. Yusuf menafsirkan tujuh ekor sapi itu dengan tujuh tahun karena sapi itulah yang digunakan untuk mengolah tanah agar dapat mengeluarkan hasil tanaman yang berupa bulir-bulir gandum yang hijau. Kemudian, ia memberikan petunjuk kepada mereka apa yang harus mereka siapkan pada tahun-tahun itu seraya berkata: Famaa hashadtum fadzaruuHu fii sunbuliHii illaa qaliilam mimmaa ta’kuluun (“Apa yang kalian tuai [petik] biarkan tetap pada bulirnya kecuali sedikit yang kalian perlukan untuk makan.”) maksudnya adalah berapapun hasil dari tanaman kalian pada tujuh tahun yang subur itu, simpanlah dalam bulir-bulirnya agar lebih awet dan tidak cepat rusak, kecuali sekedar yang kalian perlukan untuk makan, dan makan itupun harus dengan hemat, sedikit-sedikit saja, jangan berlebihan, agar dapat kalian gunakan untuk memenuhi kebutuhan kalian selama tujuh tahun masa peceklik yang akan datang setelah musim subur selama tujuh tahun itu, yang dalam mimpi itu berupa tujuh ekor sapi betina kurus makan tujuh ekor sapi yang gemuk, karena tahun-tahun paceklik itu akan menghabiskan semua yang mereka kumpulkan pada tahun-tahun musim subur, yang dalam mimpi berupa bulir-bulir gandum yang kering.
Yusuf juga memberitahukan bahwa pada tahun-tahun kekeringan itu bumi tidak menumbuhkan tanaman sama sekali, kalaupun mereka menanam, tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena itu, ia mengatakan: ya’kulna maa qaddamtum laHunna illaa qaliilam mimmaa tuhshinuun (“Yang menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghadapinya kecuali sedikit dari bibit gandum yang kalian simpan.”)
Kemudian Yusuf memberi kabar gembira kepada mereka bahwa setelah tahun-tahun paceklik yang berturut-turut itu akan datang tahun di mana manusia mendapat siraman hujan yang cukup dan tanah pun dapat digarap untuk bercocok tanam dan mereka dapat memeras, sebagaimana biasa pada masa sebelumnya berupa minyak, gula dan sejenisnya.[6]
Bahkan, ada sebagian mufassir (ahli tafsir) mengatakan: “Termasuk susu ternak juga.” `Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: ya’shiruuna (“Memeras”) yaitu memerah susu ternak.
2.1.6        Kesimpulan
Surat Yusuf ayat 46-46 dijelaskan bahwa akn tiba waktu dimana kekeringan akan melanda suatu daerah sehingga masyarakat yang hidup pada masa itu harus menyimpan sebagian dari hasil panennya untuk digunakan kemudian.
Hasil panen tersebut dianjurkan untuk dikonsumsi sesuai kebutuhan. Yang perlu di garis bawahi adalah ketika melakukan penyimpanan tidak boleh dengan niat untuk menimbun dan justru menyebabkan mudharat.
Keadaan tersebut dapat dipersamakan dengan dianjurakannya melakukan investasi serta tabungan guna memepersiapkan hal yang akan terjadi di masa depan.
2.3    Surat Taubah Ayat 34-35
2.2.1        Lafadz Ayat
۞ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
2.2.2        Arti
“wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,”inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.S At-Taubah; 34-35) [7]
2.2.3        Mufradat
الاحباروالرهبان                            : Kata al-habar adalah jama’ dari al-habru dari habiru-yahbaru-habaran, yang berarti orang alim, orang saleh, uskup atau paus. Sedangkan kata ruhban adalah masdar dari rahiba-yarhabu-ruhbanan, yang berarti takut. Maka yang dimaksud dengan al-ahbar dalam ayat ini adalah ulama-ulama orang Yahudi. Sedangkan yang dimaksud dengan rahib-rahib adalah pemuka agama Nasrani.
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُم                      : “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam. Berikan kepada mereka bahwa azab mereka yang pedih akan menimpa dirinya pada hari dimana harta-harta mereka dipanaskan, sehingga membakah-membekah para penghuninya.
وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ                           : “Lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung mereka.” Dahi-dahi mereka kemudian digosok dengan harta-harta miliknya yang sudah dipanaskan. Harta-harta itu, pada waktu hidup didunia selalu dibangakan.
بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ                : “lalu dikatakan) pada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri.” Harta yang dipanaskan akibat tidak mau menginfakan hartanya: inilah akibat dari apa(harta) yang kamu kumpulkan dan manfaatnya  untuk dirimu sendiri (tak pernah dikeluarkan zakat dan sadakahnya).
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا                         : “maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” Rasakan akibat dari apa yang kamu perbuat, yaitu menghimpun harta untuk dirimu sendiri. Kamu tidak mau mengeluarkan sebagaian hartamu untuk kepentingan allah.
وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ ا        : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin.” Berikanlah olehmu wahai mukallaf, kepada kasihmu segala haknya, yaitu menghubungi kasih sayang, menjiarahinya dan bergaul baik dengan mereka itu. Jika ia berhajat kepada harta maka, berilah sekedar menutup kebutuhannya.
وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا              : Demikian pula beri olehmu pertolongan-prtolonganmu dan bantuan-bantuanmu kepada orang miskin dan kepada musafir yang berjalan untuk sesuatu kepentingannya yang dibenarkan agama, agar ia memperoleh maksudnya itu. Dan janganlah kamu memboros-boroskan harta dan jangan kamu mengeluarkan harta-hartamu pada jalan maksiat atau kepada orang yang tidak berhak menerimanya.[8]
2.2.4        Asbabul Nuzul (QS. At-Taubah 34)
Mu’awiyah ra. menerangkan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan para pendeta dari kalangan Ahli Kitab. Mereka mengambil suap berupa makanan dari masyarakat awam. Sedangkan pengujung ayat ini diturunkan berkenaan engan Ahli Kitab dan kaum Muslim yang menimbun harta mereka. (HR. Bukhari).[9]
2.2.5        Munasabah
Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani menganggap pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta mereka sebagai dewa, padahal mereka diperintahkan untuk tidak menyembah selain Allah. Orang Yahudi menganggap Uzair sebagai anak Allah. Demikian pula dengan orang Nasrani menganggap Isa Al-Masih sebagai anak Allah. Ayat ini menerangkan pula bahwa pemimpin  mereka mempunyai sifat tamak dan mau mengambil harta orang lain secara batil di samping mereka sangat kikir dan suka menimbun harta.
2.2.6        Tafsir
Pada ayat 34 surah at-taubah menjelaskan bahwa kebanyakan pemimpin dan pendeta orang Yahudi dan Nasrani telah dipengaruhi oleh cinta harta dan pangkat. Oleh karena itu mereka tidak segan-segan menguasai harta orang lain dengan jalan yang tidak benar dan dengan terang-terangan menghalang-halangi manusia beriman kepada agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Sebab kalau mereka membiarkan pengikut mereka membenarkan dan menerima dakwah islam tentulah mereka membiarkan tidak dapat bersikap sewenang-wenang terhadap mereka dan hilanglah pengaruh dan kedudukan yang mereka nikmati. Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani itu telah melakukan berrbagai cara untuk mengambil harta orang lain, diantaranya :
1.        Membangun makam nabi-nabi dan pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan namanya. Dengan demikian, mereka dapat hadiah nazar dan wakaf yang dihadiahkan kepada makam dan gereja itu. Kadang-kadang mereka meletakkan gambar-gambar orang suci mereka atau patung-patungnya, lalu gambar dan patung itu disembah. Agar permintaan mereka terkabul, mereka juga memberikan hadiah uang dan sebagainya. Dengan demikian, terkumpullah uang yang banyak dan uang itu dikuasai sepenuhnya oleh pendeta. Ini adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan agama yang dibawa oleh para rasul karena membawa kepada kemusryikan dan mengambil harta orang dengan memakai nama nabi dan orang-orang suci.
2.        Pendeta Nasrani menerima uang dari jemaahnya sebagai imbalan atas pengampunan dosa yang diperbuatnya. Seseorang yang berdosa dapat diampuni dosanya bila ia datang ke gereja menemui pendeta dan mengakui dihadapannya semua dosa dan maksiat yang dilakukannya. Mereka percaya dengan keyakinan bahwa bila pendeta telah mengampuni dosanya, berarti Tuhan telah mengampuninya karena pendeta adalah wakil Tuhan di bumi. Kepada mereka yang telah memberikan uang tebusan dosa, diberikan kartu pengampunan, seakan-akan kartu itu nanti yang akan diperlihatkan kepada Tuhan diakhirat di ahri pembalasan yang menunjukkan bahwa mereka sudah bersih dari segala dosa.
3.        Imbalan memberikan fatwa baik menghalalkan yang haram maupun mengharamkan yang halal sesuai dengan keinginan raja, penguasa dan orang-orang kaya. Bila pembesar dan orang kaya itu ingin melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kebenaran seperti membalas dendam dan bertindak kejam terhadap golongan yang mereka anggap sebagai penghalang bagi terlaksananya keinginan mereka atau mereka anggap sebagai musuh, mereka minta kepada pendeta agar dikeluarkan fatwa yang membolehkan mereka bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang itu, meskipun fatwa itu bertentangan dengan ajaran agama mereka seakan-akan ajaran agama itu dianggap sepi dan seakan-akan kitab Taurat itu hanya lembaran kertas yang boleh diubah-ubah semau mereka.
4.        Mengambil harta orang lain yang bukan sebangsa atau seagama dengan melaksanakan kecurangan, pengkhianatan, pencurian, dan sebagainya dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan dan pengkhianatan hanya terhadap orang-orang Yahudi saja. Adapun terhadap orang-orang yang tidak sebangsa dan seagama dengan mereka dibolehkan.
5.        Mengambil rente (riba). Orang-orang Yahudi sangat terkenal dalam hal ini, karena di antara pendeta-pendeta mereka ada yang menghalalkannya meskipun dalam kitab mereka riba itu diharamkan. Ada pula di antara pendeta-pendeta itu yang memfatwakan bahwa mengambil riba dari orang-orang Yahudi adalah halal. Demikian pula pendeta-pendeta Nasrani ada yang menghalalkan sebagian riba meskipun mengharamkan sebagian yang lain.
Demikian cara-cara mereka praktekkan dalam mengambil dan menguasai harta orang lain untuk kepentingan diri mereka sendiri dan untuk memuaskan nafsu dan keinginan mereka. Adapun cara-cara mereka menghalangi manusia dari jalan Allah, ialah dengan merusak akidah dan merusak ajaran yang murni. Orang-orang Yahudi pernah menyembah patung anak sapi, pernah mengatakan Uzair adalah anak Allah, dan sering sekali mereka memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan mengubahnya, sesuai dengan keyakinan dan hawa nafsu mereka. Mereka secara terang-terangan mengingkari nabi Musa as sebagai nabi, padahal dialah pembawa akidah yang murni yang kemudian dirusak oleh pendeta-pendeta Yahudi. Demikian pula orang-orang Nasrani telah menyelewengkan akidah yang dibawa oleh nabi Isa as, sehingga mereka menganggapnya sebagai Tuhan. Oleh karena itu mereka.[10]
2.2.7        Kesimpulan
Menabung harta dalam surat at-Taubah sangat dianjurkan, kemudian pada surat ini mengandung makna bahwa kita harus lebih hati-hati dalam meyimpan harta yang kita miliki.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,”inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Tersurat dengan jelas dalam surat tersebut bahwa orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak meninfaqkannya akan masuk neraka Jahannam. Hal tersebut merupakan janji yang diberikan Allah SWT kepada para penimbun yang hanya menginginkan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain yang ada di sekitarnya.




























BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Surat Yusuf ayat 46-46 dijelaskan bahwa akn tiba waktu dimana kekeringan akan melanda suatu daerah sehingga masyarakat yang hidup pada masa itu harus menyimpan sebagian dari hasil panennya untuk digunakan kemudian.
Hasil panen tersebut dianjurkan untuk dikonsumsi sesuai kebutuhan. Yang perlu di garis bawahi adalah ketika melakukan penyimpanan tidak boleh dengan niat untuk menimbun dan justru menyebabkan mudharat.
Keadaan tersebut dapat dipersamakan dengan dianjurakannya melakukan investasi serta tabungan guna memepersiapkan hal yang akan terjadi di masa depan.
Menabung harta dalam surat at-Taubah sangat dianjurkan, kemudian pada surat ini mengandung makna bahwa kita harus lebih hati-hati dalam meyimpan harta yang kita miliki.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,”inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Tersurat dengan jelas dalam surat tersebut bahwa orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak meninfaqkannya akan masuk neraka Jahannam. Hal tersebut merupakan janji yang diberikan Allah SWT kepada para penimbun yang hanya menginginkan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain yang ada di sekitarny





DAFTAR PUSTAKA

Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Imam. 2011. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 12. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Imam. 2011. Tafsir Inbu Katsir Juz 10. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Agil. Teori dan Fungsi Tabungan dalam Islam. (www.agilbox.wordpress.com, diakses 13 Desember 2016)
Hatta, Ahmad. 2016. AR-RAHMAN: Tafsir Qur’an Per Kata. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
Jalaluddin Al-Mahalli Dan Imam Jalalludin As-Suyuthi, Imam. 2011. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Mustaafa Al-Maragi, Ahmad. 1988. Tafsir Al-Maragi Juz 12. Semarang: Karya Toha Putra.
Mustaafa Al-Maragi, Ahmad. 1988. Tafsir Al-Maragi Juz 10. Semarang: Karya Toha Putra.
repository.uin-suska.ac.id/6216/1/fm.pdf
tafsir.ayatalquran.net/
Yuliana, Indah. 2010. Investasi Produk Keuangan Syariah. Malang: UIN Maliki Press.



[1] Agil. Teori dan Fungsi Tabungan dalam Islam. (www.agilbox.wordpress.com, diakses 13 Desember 2016)
[2] Indah Yuliana. Investasi Produk Keuangan Syariah. (Malang: UIN Maliki Press, 2010). hlm. 9-10.
[3] Ahmad Mustaafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz 12, ( Semarang: Karya Toha Putra, 1988), 300.
[4] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 12, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), 265.
[5] Imam Jalaludding Al-Mahalli Dan Imam Jalalludin As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), 963-965.
[6] Ahmad Mustaafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz 12, ( Semarang: Karya Toha Putra, 1988), 304-306.
[7] Ibid, 179-180.
[8] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Inbu Katsir Juz 10, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), 209-211.
[9] Ahmad Hatta, AR-RAHMAN: Tafsir Qur’an Per Kata, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2016) hlm. 191
[10] Ibid, 209-216.

1 komentar:

  1. TERIMAKASIH BANYAK KAKA SEMOGA ILMU YANG KALIAN BERIKAN BERMANFAAT BAGI SAYA ATAS MAKALAH YANG KAKA PUBLIKSIKAN INI SEMOGA TAMBAH REZEKY SEHAT SELALU DAN DI BERIKAN KEMUDAHAN UNTUK KEDEPANYA .

    BalasHapus