Kamis, 22 Oktober 2015

Makalah Sejarah Peradaban Islam ( Kerajaan Islam di Indonesia )


BAB PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan hal yang sangat penting dari masa lalu yang bisa kita digunakan sebagai pelajaran untuk masa depan. Kehidupan yang kita jalani  saat ini tidak akan bisa terpisah dari pengaruh sejarah di masa lalu.
Presiden pertama kita Ir. Soekarno bahkan selalu  menyuarakan pentingnya untuk mengenang sejarah dalam pidatonya yang lebih kita kenal dengan sebutan “JASMERAH” agar kita dapat lebih maju dengan memandang masa lalu, yaitu SEJARAH.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang.
Nilai-nilai Islam masuk masuk bukan hanya dalam hal kebudayaaan saja melainkan juga mempengaruhi dunia perpolitikanyang ada di Indonesia. Islam memiliki pengaruh yang besar dalam hal perpolitikan dan ilmu pengetahuan di negeri ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja kerajaan Islam yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimatan, Sulawesi, dan Maluku ?
2.      Bagaimana hubungan politik dan keagamaan antar kerajaan Islam ?
3.      Bagaimana kedatangan Belanda dan kondisi kerajaan Islam di Indonesia ?
4.      Bagaimana politik Islam Hindia Belanda




BAB PEMBAHASAN

A.    Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku
1.      Kerajaan Islam di Pulau Sumatera
Terdapat tiga kerajaan Islam terkenal di Pulau Sumatera dimana ketiga kerajaan ini merupakan kekuatan politik yang besar. Tiga kerajaan ini adalah Perlak, Pasai, dan Aceh.
·         Kerajaan Perlak
Kerajaaan ini merupakan kerajaan islam pertama yang ada di pulau Sumatera Utara. Kerajaaan ini berkuasa pada tahun 225-692 H/ 840-1292 M. Tahun 173 H, terdapat sebuah kapal yang berlabuh di bandar perlak yang membawa pendakwah yang dipimpin nahkoda kholifah. Menurut Prof. A. Hasjmy[1] nahkoda tersebut berasal dari keturunan bani khalifah yang berasal dari jazirah Arab.
Angkatan dakwah yang dipimpin nahkoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid abdul aziz, putra campuran Arab-Perlak yang kemudian setelah dewasa dilantik menjadi raja Kerajaan perlak pada tahun 225 H.[2]
Raja pertama yang memimpin kerajaan ini bernama Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azizz Shah ( 225-249 H/840-864 M ). Pada saat itu terdapat delapan kerajaan besar di daerah tersebut, namun hanya Kerajaan Perlak yang berpeagng pada Islam dan memeluk undang-undang Muhammad( undang-undang islam).
Awalnya, Islam di kerajaan ini dipengaruhi oleh Aliran Syi’ah pada tahun 744-747 M., dengan pemimpinnya Abdullah Ibnu Muawiyah. Kemudian, pada masa Sultan Alaiddin Syeh Maulana Abbas Shah ( 285-300 H/888-913 M ) masuklah paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Namun, kelompok Syi’ah tidak menyukai golongan yang baru masuk ini.
Akibatnya, terjadilah perang saudara antar dua golongan tersebut. Akhirnya, kerajaan perlak dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perlak Pesisir, yang dikuasai oleh golongan Syi’ah dengan rajanya Sultan Alaiddin Syed Maulana Azizz Shah ( 365-377 H/976-988 ). Sedangkan bagian yang satunya diberi nama Perlak Pedalaman yang dikuasai golongan Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang dipimpin oleh Sultan Alaiddin Malik Ibrahim ( 365-402 H/986-1012 M ).
Sistem pemerintahan yang ada di kerajaaan ini mengikuti system pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah (750-1258 M), yang terdiri dari:
1.    Kepala pemerintahan/kepala badan eksekutif yang dipegang oleh Sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir.
2.    Wazir As-Siyasah (bidang politik)
3.    Wazir Al-Harb (bidang keamanan/pertahanan)
4.    Wazir Al-Maktabah (bidang administrasi negara)
5.    Wazir Al-Iqtishad (bidang ekonomi/keuangan)
6.    Wazir Al-Hukkam (bidang kehakiman)
7.    Majelis Fatwa di bawah pimpinan seorang ulama’ yang disebut Mufti ( penasihat pemerintah yang bertugas mendampingi sultan dan para wazirnya. )
Raja-Raja yang memimpin kerajaan ini adalah sebagi berikut :
1.    Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M)
2.    Sultan Alaiddin Maulana Abdur Rahim Syah (864-888 M)
3.     Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913 M)
4.    Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M)
5.    Sultan Makhdum Alauddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (928-932 M)
6.    Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat ( 932-956 M)
7.    Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (956-983 M)
·         Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan ini berada di pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8, dan seterusnya.[3]
Kerajaaan ini didirkan oleh Sultan Al-Malikus Shalih (1261-1289 M. Beliau merupakan keturunan Raja Perlak, Sultan Makhdum Abdul Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat. Kerajaan ini mengalami puncak kejayaan pada masa Sultan Malik Azh-Zhahir.
Ibnu Batutah, seorang pengembara muslim, dalam Rihlah Ibnu Batutah (Travels of Ibn Batutah) menyebutkan bahwa Ibnu Batutah tiba di Samudera Pasai pada zaman pemerintahan Sultan Malikuzh Zhahir pada tahun 1345 M.[4]
Berikut nama-nama raja yang memimipin kerajaan ini adalah sebagai berikut:
1.    Sultan Malik Azh- Zahir (1297-1326 M)
2.    Sultan Mahmud Malik Azh- Zhahir (1326-1345 M)
3.    Sultan Mashur Malik Azh-Zhahir (1345-1346 M)
4.    Sultan Ahmad Malik Azh- Zhahir (1346-1383 M)
5.    Sultan Zainal Abidin Malik Azh-Zhahir (1383-1405 M)
6.    Sultan Nahrasiyah (1405 M)
7.    Sultan Abu Zaid Malik Azh- Zhahir (1455 M)
8.    Sultan Mahmud Malik Azh- Zhahir (1455-1477 M)
9.    Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M)
10.                        Sultan Abdullah Malik Azh- Zhahir (1500-1513 M)
11.                        Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M)
·         Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan ini terletak di daerah yang kini disebut dengan nama Aceh Besar.
Kerajaaan ini berdiri pada abad ke-15 M, dari sisa-sisa puing Kerajaan Lamuri yang dipimpin ole Muzaffar Syah (1465-1497 M).
Kerajaan ini mengalami kemajuan dalam perdagangan pada masa Sultan Iskandar Muda(1608-1637 M) karena Malaka dikuasai Portugis, kekuasaan Portugis membuat jalur dang yang biasanya melalui selat Karimata terus ke Malaka berubah menjadi melalui selat Sunda menyusuri Sumatera bagian Barat sampai ke Aceh.
Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wilayah Aceh dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.[5]
Setelah itu, kerajaan ini dipimpin oleh Sultan Iskandar Tsani dengan cara liberal. Pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan islam berada pada puncak kejayaan. Setelah ia meninggal, penguasaannya diganti dengan para perempuan, yaitu Sultanah Shafiyatuddin Syah, Zakiyatun Syah, dan Naqiyatuddin Syah sehingga mengalami kemunduran dan pada abad ke-18 kebesarnnya mulai turun.
Di kerajaan ini muncul tokoh-tokoh ulama’dalam bidang perkembangan ilmu pengetahuan yakni sebagai berikut:
1.    Syaikh Abdullah Arif
2.    Hamzah Al-Fanshuri
3.    Syamsudiin As-Sumatrani
4.    Abdurrauf Singkel
·         Kerajaan Siak Islam
Kerajaan ini berada di kepulauan Riau. Raa pertamanya adalah Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah tahun 1723-1746 M. Kerajaan ini masih dalam naungan Kerajaan Siak dalam menghadapi berbagai hal yang mencakup penyebaran agama islam maupun dalam menghadapi Imperialisme Portugis dan Belanda. Oleh karena itu, kerajaan ini tidak bissa terpisahkan dari Kerajaan Siak.
Berikut adalah Raja-Raja yang memimpin Kerajaan ini :
1.    Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah
2.    Sultan Muhammad Abdul jalil Muzafar Syah
3.    Sultan Ismail Abdul Jalil Jamaluddin Syah
4.    Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
5.    Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazam Syah
6.    Sultan Yahya Abdul Jalil Muzafar Syah
7.    Sultan Sayid Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin
8.    Sultan Sayid Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin
9.    Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin
10.                        Sultan Sayid Syarif Qosim Saifuddin I
11.                        Sultan Sayid Syarif Hasyim Saifuddin
12.                        Sultan Sayid Syarif Qosim Saifuddin II
·         Kerajaan Islam Palembang Darussalam
Kerajaan ini awalnya adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Demak yang kemudian memisahkan diri dan menciptakan kerajaan sendiri.
Sultan pertama kerajaan ini adalah Ki Gendeng Suro tahun 1539-1572 M. Namun, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa kerajaan ini didirikan oleh Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Islam dengan Pangeran Aria Kusuma pada tahun 1659-1706 M.
Di kerajaan ini ilmu pengetahuan dan keilmuan berkembang dengan prospek yang sangat baik dengan didukung dengan banyaknya para ulama Arab yang datang dan menetap di kerajaan ini. Kerajaan ini juga menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Selain itu, kerajaan ini juga memiliki lokasi yang strategis dan tempat ekspor lada yang cukup besar. Hal tersebut membuat Belanda berniat untuk merebut kerajaan ini. Akhirnya Belanda berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin dan mendapatkan kerajaan ini.
Berikut daftar nama raja yang pernah berkuasa di kerajaan ini:
1.        Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Imam
2.        Sultan Muhammad Mansur (Pangeran Hingga Laga)
3.        Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (Raden Uju)
4.        Sultan Mahmud Badaruddin (Pangeran Ratu Joyo Wikromo)
5.        Sultan Ahmad Najamuddin (Pangeran Adi Kesuma, Raden Banjar)
6.        Sultan Mahmud Baharudin
7.        Sultan Mahmud Badaruddin II
8.        Sultan Mahmud Najamuddin II
9.        Sultan Mahmud Najamuddin III
10.    Sultan Ahmad Najamuddin P. Anom
11.    Pangeran Kerama Jaya (Raden Abdul Azim Purbolinggo)
2.      Kerajaan Islam di Pulau Jawa
·         Kerajaan Demak
Kerajaan ini didrikan dan diprakarsai oleh para anggota wali songo. Dan sebagai pimpinan dari wali songo ini adalah Sunan Ampel Denta. Kemudian para wali songo sepkat bahwa yang menjadi Rja dari kerajaan ini adalah Raden Fatah dan beliau mendapat gelar Senopati Jinbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panataagama. Raden Fatah dalam menjalankan kerajaannya senantiasa dibantu oleh para wali.
Daerah Demak yang dulu masih dinamakan Bintoro merupakan daerah hibah yang diberikan oleh Kerajaan Majapahit kepada Raden Fatah. Daerh yang dulunya sepi mulai berkembang dan menjadi salah astu tempat peradaban agama Islam di Indonesia.
Raden Fatah memerintah kerajaan ini akhir abad ke-15 M hingga awal abad ke-16 M. Disebutkan juga bahwa Raden Fatah adalah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Beliau putra dari seorang wanita muslim keturunan Campa.
Setelah Raden Fatah turun dari jabatannya, kemudian ia digantikan oleh anaknya yang bergelar Pati Unus (Adipati Unus) yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor. Saat iru Adipati Unus masih berusia 17 tahun ketika ia menggantikan ayahnya sebagai seorang pimpinan kerajaan.
Setelah ia menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis tahun 1511 M. Serangan yang dilakukannya mengalami kegagalan karena kerasnya arus ombak dan kuatnya pasukan Portugis sehingga akhirnya ia kembali ke Demak tahun 1513 M.[6]
Setelah Adipati Unus meninggal, beliau digantika oleh anaknya yang  bernama Sultan Trenggono yang pada saat itu pengangkatannya langsung dilakukan oleh Sunan Gunung Jati. Sultang Trenggono memimpin mulai tahun 1524-1546 M. Pada masa ini agama Islam maju begitu pesat hingga sampai ke Kalimantan Selatan.
Sultan Trenggono meninggal tahun 1546 M. saat memimpin penyerangan ke Blambangan dan ia digantikan oleh adiknya Sultan Prawoto. Namun, pada masa kepemimpinan Sultan Prawoto terjadi kerusuhan sehingga ia terbunuh.
Kursi ini kemudian diisi oleh Jaka Tingkir yang terlebih dulu berhasil membunuh Arya Penangsang. Kemudian kerajaan emak dipindah ke Pajang.
·         Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Jaka Tingkir adalah menantu dari Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di daerah Pajang.
Setelah ia berhasil membunuh Arya Penangsang seluruh kerajaan Demak beralih di tangan kerajaan Pajang, dan seluruh kegiatan pemerintahan dipindah ke Pajang.
Jaka Tingkir sendiri memiliki sebuah gelar yakni Sultan Hadiwijaya.
Pada masa kepemimpinannya ia mencoba memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Madiun. Akhirnya dia berhasil menaklukkan Blora tahun 1554 M dan Kediri pada tahun 1577 M. Beliau juga mendapat gelar raja Islam dari para raja di Jawa. Pada masa ini kesustraan dan kesenian keraton dikenal sampai ke pedalaman Jawa begitu pula dengan agama Islam yang semakin populer.
Setelah Jaka Tingkir meninggal (1587 M), ia digantikan oleh Arya Penggiri (anak Sunan Prawoto) dan anak Jaka Tingkir diberi kekuasaan di Apeng. Namun, ia memberontak pada Arya penggiri dan kemudian ia meminta bantuan dari Senopati Mataram. Usaha tersebut berhasil dan ia mendapat tanda terima kasih dari Senopati Mataram dan meneriama hak atas warisannya. Ia hanya meminta pusaka Kerajaan Pajang dipindah ke Mataram. Dan akhirnya Kerajaan Pajang berada di bawah perlidungan Mataram yang kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.
·         Kerajaan Mataram Islam
Didirikan oleh Panembahan Senopati. Dalam tradisi Jawa apabila terjadi penyerahan pusaka, hal tersebut berarti penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa sampa 1601 M.
Setelah ia meninggal, digantikan oleh Mas Jolangyang lebih dikenal dengan Sultan Seda Ing Kaprak dengan masa jabatann sampai tahun 1613 M. Setelah itu, ia digantikan oleh Sultan Agung yng berjuluk Sultan Agung Hanyokrokusuma Sayidin Panataagama Khalifatullah ing Tanah Jawi (1613-1646 M).
Pada masanya kepemimpinannya terjdi perang saudara dengan Pangeran Alif yang mendapatkan dukungan dari para ulama’. Kemudian terjadi pemberontakan lagi oleh raden kajoran 1677 dan 1678 M. Pemberontakan seperti inilah yang membuat Kerajaan Mataram Islam mengalami kehancuran.
3.      Kerajaan Islam di Pulau Kalimantan
·         Kerajaan Sukadana (Kalimantan Barat)
Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1590 M. Kerajaan ini di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Awalnya raja di kerajaan ini adalah Non muslim baru raja pertama yang Muslim bernama Giri Kusuma. Raja dari kerajaan ini yang berjasa dalam penyebaran agama Islam adalah sebagai adalah:
a.    Giri Kusuma (1590 M)
b.    Sultan Muhammad Sahruddin
Pada 1725 M, Kerajaan Sukadana melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Demak. Namun, pada masa penguasaan Belanda, Kerajaan ini runtuh.
·         Kerajaan Bandar (Kalimantan Selatan)
Kerajaan ini awalnya adalah Kerajaan Hindu bernama Kesultanan Daha, kemudian berubah menjadi Kesultanan Islam. Kerajaan ini berdiri tahun 1595 dengan rajanya Sultan Suriansyah. Islam masuk ke daerah ini mulai tahun 1470 M.
Peristiwa yang membuat kerajaan ini menjadi islam adalah saat Pangeran Samudera akan  menyerang Kerajaan Daha yang kemudian dia meminta bantuan pada kerajaan Demak dengan janji apabila kerajaaanya menang maka seluruh penduduk dan dirinya akan masuk Islam. Dan atas restu Allah SWT kerajaan ini memenagkan peperangan dan memeluk agama islam begitu pun rajanya Pangeran Samudera tahun 1550 M.
Penyebaran Islam di Kalimantan juga dibantu oleh seorang ulama’ besar bernama Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Kerajaan ini mengalami kemunduran saat rakyat tidak sependapat dengan Belanda mengenai pengangkatan Pangeran Tamjidillah (1857-1859 M). Terjadilah perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari melawan Belanda tahun 1859-1905 M. Akibatnya Kerajaan banjar dihapuskan oleh Belanda tahun 1860 M.
4.      Kerajaan Islam di Pulau Sulawesi
·         Kerajaan Goa (Makassar)
Kerajaan ini pada mulanya juga sama dengan Kerajaan banjar yang non muslim. Namun terdapat salah stu rajanya yang masuk Islam yakni, Karaing Tonigallo yang kemudian bergelar Sultan Alauddin Awwalul Islam. beliau memrintah mulai 1591-1638 M.
            Tahun 1654-1660 M, kerajaan ini dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Kerajaan ini meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan pulau sekitarnya dan Sumbawa.
Terjadi berkali-kali peperangan dengan Belanda dan kemudian Sultan Hasanuddin menandatanganni perjanjian yang akhirnya beliau turun dari tahtanya dan digantikan oleh anaknya bernama Mapasomba.
·         Kerajaan Bugis
Kerajaan Islam bugis awalnya bukan kerajaan Islam. Raja Bugis yang pertama masuk Islam adalah Lambu Sadat. Setelah ia turun tahata ia digantikan oleh anaknya yang bernama Apu Tanderi.
Wilayah kekuasaan kerajaan ini adalah Wajo, Sopeng, Sindenrengi, Tanette dan lain-lain dengan ibukota Luwu. Kerajaan ini berdiri bersamaan dengan berdirinya kerajaan Goa.
5.      Kerajaan islam di Maluku
·         Kerajaan Ternate
Raja pertama kerajaan yang masuk Islam adalah Raja Gapi Buguna (1465-1486 M) atas ajakan Maulana Husein. Saat ia menjadi raja ia dikenal dengan nama Raja Marhum.
Raja Marhum diganti anaknya Zainal Abidin Sultan Ternate. Tahun 1495 ia pergi ke Jawa untuk belajar ke Sunan Giri dan kekuasaannya diserahkan pada wakilnya. Tahu 1564 terdapat perjanjian dengan Portugis yang berisi bahwa Ternate berada di bawah perlindungan Portugis. Yang kemudian memerintah adalah Gubernur Portugis bernama de Mesquita. Pada masa itu adalah masa pemerintahan Sultan Khairun.
Tahun 1565 m, Sultan Khairun memperbolehkan perang dengan Portugis sehingga mereka terdesak dan mengadakan perjanjian. Namun, yang terjadi malah Sultan Khairun dibunuh saat iru.
Sultan Babullah (1570-1583 M) menggantikan Sultan Khairun. Yang beliau juga memperbolehkan perang dengan Portugis. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh Ternate tahun 1575 M. Setelah beliau meninggal, ia digantikan oleh anaknnya Saiduddin Barakat.
·         Kerajaan Tidore
Wilayahnya meliputi sebagian Halmahera, pantai barat Irian Jaya, dan sebagian Kepulauan Seram. Raja pertama yang msuk Islam yakni Cirali Lijitu yang berganti nama Sultan Jamaluddin.
Ketika Spanyol datang ke Maluku pada tahun 1521 M mereka telah mendapati kerajaan Islam Tidore. Dan Kerajaan ini telah ada 50 tahun sebelumnya. Sedangkan setelah Sultan Jamaluddin meninggal digantikan oleh putranya, Sultan Makmur.[7]
·         Kerajaan Bacan
Tahun  1521, rajanya masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Zainul Abidin. Wilayah kerajaan ini adalah kepualaun Bacan, Obi, Waigeo, Salawati dan Misool. Saat Portugis menguasai daerah ini, para sultannya terpaksa memlk agama Kristen.
B.     Hubungan Politik Dan Keagamaan Antar Kerajaan Islam
Hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaan islam lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah islam di Indonesia bagian timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka penyebaran Islam itu pula, Fadhilah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunda Kelapa.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kegiatan atau kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan-kerajaan Islam itu sendiri terancam, persamaan agama tidak menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan di kalangan kerajaan-kerajaan Islam sendiri sering terjadi. Misalnya, antara Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh karena itu pula sering satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni Belanda, Untuk mengalahkan kerajaan Islam yang lain.
Hubungan antar kerajaan-kerajaan Islam lebih Banyak terletak dalam bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan Serambi Mekkah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu kesana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.[8]
Dan tidak bisa kita pungkiri perdebatan antara hubungan islam dan politik tidak akan pernah berhenti, baik itu di dunia Islam maupun di Indonesia. Di Indonesia relasi antara islam dan politik sudah ada semenjak islam masuk, tetapi perdebatan itu terjadi setelah kemerdekaan Indonesia. Dimana perdebatan itu begitu vulgar ketika diadakannya rapat BPUPKI dan memuncak dengan keluarnya piagam jakarta. Namun, pada akhirnya hubungan antara islam dan politik dalam bentuk formal tidak terealisasikan dalam konstitusi Indonesia, sehingga jalan alternatifnya adalah terbentuknya pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia. Pancasila bernafaskan sekuler ini sudah menjadi sistem politik di Indonesia, sehingga terasa tidak ada ruang lagi bagi Islam politik di Indonesia.
Tetapi, cita-cita dan tujuan untuk mendirikan negara islam akan tetap selalu ada di masyarakat Indonesia. Disisi lain, peranan partai politik terutama partai-partai islam akan tetap menghiasi perdebatan politik islam di Indonesia. Sehingga partai-partai Islam bisa jadi indicator bahwa politik islam tetap eksis di Indonesia. Hubungan politik dan keagamaan atau politik islam denagn kata lain, politik dalam Islam yang berarti ada negara dan pemerintahan dalam Islam.
C.    Situasi Dan Kondisi Kerajaan – Kerajaan Islam Di Indonesia Ketika Belanda Datang
Keadaan kerajaan islam menjelang datingnya belanda  di akhir abad ke -16 dan awal abad ke -17 ke Indonesia berbeda-beda , bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses islamisasinya . Di Sumatera , penduduk sudah islam sekitar  tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi proses islamisasi baru saja berlangsung.
Di Sumatera, setelah malaka jatuh ke tangan portugis, percaturan politik di kawasan selat malaka  merupakan kawasan perjuangan segitiga: aceh, portugis, dan johor yang merupakan kelanjutan dari kerajaan malaka islam. [9] Pada abad ke – 16, tampaknya Aceh menghindar dari malaka dan memilih Aceh sebagai  pelabuhan transit. Bahkan , ia mencoba menguasai pelabuhan- pelabuhan pengekspor lada , yang ketika itu sedang banyak permintaan. Kemenangan Aceh atas Johor, membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi daerah vassl dari Aceh.
Setelah berhasil menguasai daerah di Sumatra bagian utara, Aceh berusaha mnguasai Jambi,  peelabuhan pengekspor lada banyak di hasilkan  di daerah pedalaman, sperti Minangkabau yang di angkut melalui  sungai Indragiri , Kampar, dan Batanghari. Jambi, yang ketika itu sudah islam , juga merupakan pelabuhan transito, tempat beras dan bahan- bahan lain dari Jawa, Cina, India dan lain-lain di ekspor ke Malaka. Selain itu ekspansi Aceh ketika itu berhasil menguasai perdagangan pantai barat Sumatera dan mencakup Tiku, Pariaman, dan Bengkulu.
Ketika itu, Aceh berada pada masa kejayaan Sultan iskandar muda, wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember 1636. Ia digantikan oleh Sultan iskandar tsani. Setelah ia meninggal dunia, 15 Februari 1641, Aceh secara berturut-turut  dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Aceh mulai mengalami kemunduran .
         Di Jawa, pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir ke pedalamanyakni dari Demak ke pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pemerintahan berpengaruh besar di antaranya:
1.      Kekuasaan dan sistem politik di dasarkan atas basis agraris
2.      Peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur
3.      Terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.[10]
Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaan mataram, yang ketika itu di bawah Sultan Agung, dan pada masa inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan mataram dengan VOC mulai terjadi.
Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting karna perdagangan ladanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung, dan Palembang. Kalau di awal abad ke-16, rute yang ditempuh ialah Maluku- Jawa-Selat Malaka, maka di akhir abad itu menjadi Maluku- Makassar- Selat Sunda.Sehubungan dengan perubahan tersebut, Banten dan saingannya, Sunda Kelapa, bertambah strategis.[11]
Di Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis, yaitu tempat persinggahan ke Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan Indonesia bagian Barat. Ada beberapa faktorhistoris yang mempercepat  perkembangan itu. pertama, penduduk Malaka oleh portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang Melayu, antara lain ke Makassar. Kedua, arus migrasi Melayu bertanbah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan di Semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malaka dihindari pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia Barat dan Asia Timur. Keempat merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya di ambil oleh pelabuhan Makassar. Kelima, usaha belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat pasar berbagai macam barang berkembang di sana.[12]
Sementara itu, Maluku, Banda, Seram, dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore  dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari portugis dan spanyol.[13]
D.    Politik Islam Hindia Belanda
Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim. Agama Islam secara terus menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkraman pemerintahan kafir. Perlawanan dari raja-raja Islam terhadap pemerintahan kolonial bagai tak pernah henti. Padam di suatu tempat muncul di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan itu diinspirasi oleh ajaran Islam.
Oleh karena itu, agama islam dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, disana juga diselenggarakan indologie, ilmu untuk mengenal lebih jauh seluk beluk penduduk Indonesia. Semua itu dimaksudkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia.[14]
Hasil dari pengkajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan "politik islam". Tokoh utama dan peletak dasarnya adalah Prof. Snouck Hurgronje. Dia berada di Indonesia antara tahun 1889 dan 1906. Berkat pengalamannya di Timur Tengah, sarjana sastra Semit ini berhasil menemukan suatu pola dasar bagi kebijaksanaan menghadapi Islam di Indonesia, yang menjadi pedoman bagi pemerintah Hindia Belanda, terutama bagi Adviseur voor Inlandsche zaken, Lembaga penasihat guberenur Jenderal tentang segala sesuatu mengenai pribumi.[15]
Sejak dibukanya Terusan Suez tahun 1869, setiap tahuan ribuan umat islam Indonesia pulang dari Makkah sehabis menunaikan ibadah haji. Mereka datang dengan ajaran ortodoks menggantikan ajaran mistik dan sinkrestik. Sementara itu, banyak perlawanan umat islam yang dimotori oleh para haji dan ulama, sehingga banyak kalangan Belanda yang beranggapan bahwa ibadah haji menyebabkan pribumi menjadi "fanatik". Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan banyak peraturan untuk mempersulit kaum muslimin haji menunaikan ibadah. Dalam hal ini Snouck Hurgronje berusaha mendudukkan masalah antara ibadah haji dan fanatisme. Menurutnya, ibadah haji itu tidak berbahaya untuk kedudukan pemerintah kolonial di Indonesia. Yang mungkin sekali berbahaya ialah apa yang disebutnya koloni Jawa, daerah tempat tinggal orang-orang yang berasal dari Indonesia di Makkah. Karena pergaulan hidup bertahun-tahun, mereka telah menciptakan kesadaran yang lebih tinggi tentang persatuan kaum Muslimin sedunia. Di sana memperoleh bacaan-bacaan di tempat-tempat pendidikan agama dan turut serta dalam kehidupan dan usaha-usaha Pan-Islam.[16]
Berdasarkan analisisnya, Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yuang satu Islam religius dan yang lain Islam politik.
Terhadap masalah agama, pemerintah Belanda disarankan agar bersikap toleran yang dijabarkan di dalam sikap netral terhadap kehidupan keagamaan. Toleransi terhadapnya merupakan suatu syarat mutlak demi ketenangan dan stabilitas. Akan tetapi, Islam politik harus selalu dicurigai dan diteliti dari mana datangnya, terutama yang dipengaruhi gagasan Pan-Islam. Bahkan, dalam analisanya itu , pemerintah diusulkan untuk meningkatkan pelayanan haji, karena haji termasuk wilayah netral. Meskipun demikian, batas antara sikap netral dan campur tangan terhadap agama, bahkan antara membantu dan menghalangi , tidak begitu jelas. Pemerintah Belanda tetap saja banyak mengeluarkan berbagai peraturan untuk mengontrol secara ketat lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Dalam rangka membendung penmgaruh islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus di tarik ke arah westernisasi. Dalam pandangan Snouck Hurgronje, Indonesia harus melangkah ke arah dunia modern sehingga secara perlahanIndonesia menjadi bagian dari dunia moderen itu, para lulusan sekolah ini diharapkan dapat menjadi partner dalam kehidupan sosial dan budaya. Snouck Horgronje memang mendambakan kesatuan Indonesia dan Belanda dalam suatu ikatan Pax-Neerlandica. Oleh karena itu, dalam lembaga pendidikan Belanda tersebut, bangsa indonesia harus di tuntun untuk bisa berasosiasi dengan kebudayaan Belanda. Menurutnya, pendidikan barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh islam di Indonesia.
Lulusan lembaga pendidikan Belanda itu, pada masa pergerakan, mesti tidak seluruhnya, dikenal sebagai golongan nasionalis sekular. Meskipun seringkali mereka terlibat dalam persaingan dengan golongan islam, kedua golongan itu, ternyata disatukan oleh rasa nasionalisme yang sama. Oleh karena itu, mereka bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Melalui lembaga pendidikan itu, ternyata gagasan Pax-Neerlandica tidak tercapai, bahkan lulusan-lulusannya menjadi orang-orang yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan.
Analisa Snouck Hurgronjententang potensi pribumi dan teorinya tentang pemisahan unsur agama dari unsur politik, tidak sejalan dengan perkembangan situasi, terutama dua puluh tahun terakhir kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh karena itu, peranan politik Kantoorvoor Inlandsche Zaken semakin menghilang pada tahun-tahun terakhir, meskipun wewenangnya mengawasi gerakan politik lebih dipertegas sejak tahun 1931. Kantoor ini memang harus menjamin kelangsungan pemerintah Hindia Belanda























BAB PENUTUP
  1. Kesimpulan
Sebelum datangnya penjajah, baik itu Belanda ataupun Portugis, di Indonesia telah berdiri bermacam-macam kerajaan baik yang Hindu maupun Budha. Namun, setelah datangnya kerajaan-kerajaan Islam  hal-hal mulai banyak mengalami perubahan, baik dari hal politik maupun Ilmu pengetahuan. Islam memberi warna baru bagi kehidupan di Indonesia.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Tapi pada akhirnya masing-masing kerajaan Islam saling perang, seperti antara Kerajaan Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone.


















DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, M.Ag, Dedi.. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Yatim, M.A., Dr. Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Amin, M.A., Drs. Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2014.
Hasjmy, Prof. A.. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: Al-Maarif, 1981.
Tjandrasasmita (Ed.), ‘Uka. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:PN Balai Pustaka, 1984.
Suminto, H. Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1986.
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1941. Jakarta: LP3ES,1980.
Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Indonesia Baru. Jakarta: PT Gramedia, 1987



[1] Prof. A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, ( Bandung: Al-Maarif, 1981 )
[2] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 331
[3] ‘Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, ( Jakarta:PN Balai Pustaka, 1984), 3
[4] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 331
[5] H.J. de Graaf, “Islam di Asia Tenggara sampai Asia Abad ke-18” dalam Azyumardi Azra (Ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), 3
[6] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 336
[7] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 342
[8] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) 224-225
[9] Sartono Kartodirdjo, Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid 1, ( Jakarta: PT Gramedia, 1987), hlm. 61.
[10] Ibid, hlm.65.
[11] Ibid,hlm.69.
[12] Ibid, hlm. 68-69.
[13] Ibid, hlm.70.
[14] Taufik Abdullah (Ed), op. cit., hlm. 179.
[15] Baca H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1986).
[16] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1941, (Jakarta: LP3ES,1980) hlm.33-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar